KBR68H, Jakarta - Sejumlah daerah di Pulau Jawa dan di Sumatera Utara belakangan ini diselimuti debu putih. Debu ini berasal dari erupsi Gunung Kelud Jawa Timur dan Sinabung Sumatera Utara. Ada beberapa masyarakat yang masih beraktifitas normal, meski debu sudah memenuhi jalanan.
Dokter Palang Merah Remaja, Arfan, mengatakan, abu yang bersumber dari letusan gunung berapi mempengaruhi kesehatan, terutama paru-paru, mata, dan kulit.
Abu vulkanik yang mengandung debu silika tajam dapat mempengaruhi pernapasan atas, tengah dan bawah. Pernapasan atas akan terjadi iritasi di hidung dan tenggorokan. “Selain itu juga bisa menyebabkan penyempitan saluran pernapasan,” kata Arfan.
Debu silika menurut Arfan memang sedikit tajam, sehingga bisa membuat iritasi dan robek. “Kalau partikel di bawah 3 mikron bisa mempengaruhi pernapasan bawah, jika 10 mikron dapat masuk di bagian atas,” ujar Arfan.
Fatal atau tidaknya dampak dari debu vulkanik bisa diukur dari banyak atau tidaknya debu yang masuk. “Bisa sampai berdarah,” terang Arfan.
Kandungan silika dapat menyebabkan seseorang menderita silicosis. Silicosis merupakan penyakit yang ditandai dengan napas pendek, demam, dan cyanosis atau kulit yang berwarna kebiruan. Silicosis terjadi karena partikel silika yang terhirup tidak dapat dikeluarkan lagi dari paru-paru.
“Efeknya menganggu pernapasan 2 hingga 3 tahun ke depan, contohnya banyak terjadi pada petugas tambang, kalau terpapar lama menyebabkan jaringan paru-paru berkerut,” jelas Arfan.
Selain erupsi gunung, gangguan pernapasan juga bisa berasal dari kebakaran hutan disebabkan oleh karbon monoksida. Zat ini akan meninggalkan flek pada paru-paru. “Ini mengandung panas zat karbon monoksida seihngga zat itu menyebabkan jelaga sama seperti iritasi dan penyepitan jaringan paru,” kata Arfan.
Selain menganggu pernapasan, paparan debu vulkanik dan asap juga dapat mengganggu mata. Biasanya, keluhannya adalah mata akan terasa perih. Arfan mengatakan hal ini disebabkan oleh butiran debu tajam yang membuat kornea terluka. “Beratnya lagi dapat membuat buta,” terang Arfan. (baca: Awas Jangan Sembarangan Bersihkan Abu Vulkanik Letusan Kelud)
Kata dia hal ini harus diwaspadai oleh masyarakat dengan menggunakan kaca mata tertutup. Namun jika debu terlanjur masuk, maka harus segera disiram dengan air yang mengalir. “Jangan dikucek karena debu yang runcing akan menggores lebih banyak lagi, jika ada keluhan lagi, segera ke puskemas,” tambahnya lagi.
Selain itu debu vulkanik juga dapat berpengaruh pada kulit, apalagi jika masyarakat punya riwayat alergi. Debu vulkanik yang panas dapat membakar kulit bagian luar. “Yang harus diperhatikan penduduk adalah penggunaan jaket, supaya terhindar dari paparan langsung dari debu tersebut,” papar Arfan. Jika debu vulkanik terhirup banyak, dan menyebab sesak napas, segera ke puskemas untuk diberi oksigen yang cukup. Jika belum berkurang berikan obat inhalasi sehingga pernapasan bisa terbuka kembali, “Jika ada riwayat asma ini lebih parah lagi, ini harus cepat-cepat ditolong dan dirujuk nanti dokter akan memberikan pertolongan,” kata Arfan.
Arfan menghimbau kepada masyarakat untuk menggunakan masker sebagai bentuk pencegahan. Masker yang digunakan harus yang dapat mencegah debu atau asap masuk kedalam pernapasan. Dia mengakui masker yang dibagikan ke masyarakat belum memenuhi standard Internasional.
“Ada trik praktis dengan mengunakan kain yang direndam air sehingga debu tidak masuk,” jelas Arfan.
Pengunaan masker juga harus sekali pakai tidak boleh berulang. “Masker itu ada caranya jangan terbalik menggunakan, jagan dibalik, justru yang terpapar akan terhirup ini hanya sekali pakai ini harus diedukasi oleh masyarakat, yang hijau di luar,” tutup Arfan.
Editor: Citra Dyah Prastuti