KBR68H, Jakarta - Bogor dulu dikenal sebagai "Kota Taman dengan adanya Kebun Raya Bogor yang merindangi kota ini. Tapi kini Bogor justru lebih dikenal sebagai kota sejuta angkot dengan tata ruang yang amburadul. April nanti, Bima Arya akan menduduki kursi barusnya sebagai Walikota Bogor, periode 2014-2019. Apa saja langkah yang disiapkan untuk membenahi kota Bogor?
Simak wawancara Arin Swandari dengan Bima Arya untuk program Sarapan Bersama di KBR68H, TV Tempo dan PortalKBR.
Apa yang krusial dibenahi pertama kali?
“Pertama adalah pembenahan tata kota, Kota Bogor ini berkembang menjadi kota yang tidak tertata dengan baik. Bermasalah dalam aspek transportasi publik, kebersihan, lingkungan, PKL merajalela, dan secara kependudukan Kota Bogor ini pada fase yang kritis. Berdasarkan data yang kami miliki tingkat perkembangan penduduk cukup cepat, sepuluh tahun lagi Kota Bogor akan bertambah 1,5 juta orang, perbandingan antara kendaraan dan jalan juga sudah jenuh. Jadi diperlukan terobosan-terobosan yang radikal atau istilah saya harus ada lompatan katak ke depan melalui teknologi. Jadi saya membuka ruang bagi para pemikir intelektual, LSM, lembaga donor, perusahaan, lembaga kajian yang mau bersama-sama membangun lompatan ke depan itu.”
Soal tata ruang bagaimana?
"Ke depan saya akan fokus berjuang menjadikan Bogor kota yang ramah lingkungan."
Seperti apa konsepnya?
"Kita akan berjuang agar stigma Bogor sebagai kota sejuta angkot kita ubah jadi kota sejuta taman."
Dikemanakan angkotnya?
"Nanti ada proses transformasi secara bertahap menjadi angkutan massal yang lebih besar. Kemudian ada pengurangan jumlah angkot secara bertahap, pengalihan rute tidak bertumpuk pada pusat kota. Pada intinya pergerakan kendaraan pribadi akan dibatasi, orang akan “dipaksa” untuk menggunakan transportasi yang nyaman bahkan berjalan kaki, mimpi saya adalah menjadikan Bogor sebagai surga bagi pejalan kaki."
(baca juga: Pemkab Bogor Bongkar Bangunan di Pinggiran Situ)
Artinya pedestrian akan ada?
"Pedestrian akan dikembangkan mengelilingi Kota Bogor. Bogor punya potensi untuk menjadi kota di Indonesia yang paling depan dalam hal pembangunan trotoar. Budaya berjalan kaki, budaya hidup sehat itu di Bogor karena tepat dengan kontur Bogor dan ciri khas Bogor."
Mal akan dibatasi izinnya?
"Saya kira moratorium mal akan dilakukan. Sudah cukup mal di pusat kota, kalau pun ada masih dibolehkan agak ke pinggir Bogor bagian utara atau barat itu masih dimungkinkan."
Anda akan berhadapan dengan kepentingan bisnis, sudah bicara dengan mereka?
"Saya tidak mau ketemu pengusaha dulu. Kecuali pengusaha yang niatnya sama dengan saya, yaitu menjadikan Bogor kota yang hijau, kota sejuta taman, kota yang ramah pejalan kaki, secara fisik konservatif tetapi secara karakter progresif. Saya takut dengan warga dibanding dengan pengusaha, saya katakan semua pengusaha yang ingin ketemu ya follow my rules."
Tapi sejuta angkot, sopir, kondektur. Bagaimana dengan mereka?
"Ya tidak mungkin kita membuat satu langkah atau kebijakan dengan tanpa menghitung ekses yang ditimbulkan. Nanti akan ada hal-hal yang sudah diperhitungkan, misalnya sepuluh angkot dikonversi menjadi satu Trans Pakuan satu bus dengan kapasitas besar, pekerjanya dialihkan ke situ atau juga bagi yang tidak dikonversi bisa dikonversi menjadi taxi khas Bogor. Ini sedang kita siapkan, kita susun program-programnya. Termasuk PKL, kalau ada penertiban terhadap PKL tidak mungkin kita lakukan dengan cara kekerasan dan ketegasan saja. Harus kita siapkan opsi bagi mereka kemana setelah ada relokasi itu. Pada intinya saya melibatkan banyak pemikir, konseptor nanti tergabung dalam dewan kota yang akan dibentuk. Di situ kita akan lakukan kajian termasuk bahan bakar, lampu kota. Kita ingin pembangunan Kota Bogor ini driven by technology. Saya baru saja bertemu beberapa pakar teknologi, pakar IT yang kita berbicara bagaimana menjadikan Bogor sebagai bagian gerakan smarter city di dunia."
Dewan kota itu nanti apa saja yang dilakukan?
Dewan kota ini berhimpun orang-orang kampus, LSM, tokoh masyarakat, para pakar yang pada intinya saya harapkan memberikan rekomendasi dan pemikiran bagi pemerintah kota. Jadi strategi pembangunan ini tidak saja bersifat bottom-up tetapi top-down. Dari kalangan elit kita himpun masukan itu, dari kalangan grass roots di lapangan juga kita terima. Kita formulasikan dalam konteks untuk menyusun rencana pembangunan jangka menengah di Kota Bogor.
(Baca juga: Walikota Bogor: Kasus GKI Yasmin Selesai Tahun Depan)
Editor: Citra Dyah Prastuti