Bagikan:

Studi: Buzzer Dangkalkan Wacana Publik Tentang Pemilu

Permasalahan Jakarta yang dihadapi Jokowi juga menjadi salah satu isu favorit yang dilekatkan publik kepada para capres. Banyak capres yang secara sengaja atau tidak sengaja, mendompleng (riding the wave) isu-isu seputar Jokowi.

BERITA

Senin, 17 Mar 2014 13:24 WIB

Studi: Buzzer Dangkalkan Wacana Publik Tentang Pemilu

isu capres di twitter, peran buzzer dalam pemilu, mendompleng jokowi, Reading Indonesia Project (RIPRO), Abdul Malik Gismar

KBR68H, Jakarta - Kicauan di media sosial, khususnya twitter, menyangkut isu calon presiden ternyata masih lebih banyak berkutat pada isu seputar perebutan kursi nomer 1 di republik ini. Tak banyak dari pengguna twitter yang berbicara tentang masalah yang lebih substansial, seperti pendidikan dan kemiskinan.

Dari data Lembaga Reading Indonesia Project (RIPRO) – Paramadina yang diterima redkasi, tercatat tak kurang dari 1,42 juta celoteh tentang kandidat capres beredar di twitter. Itu hanya dalam waktu setengah bulan mulai dari 1 januari hingga 15 Februari 2014.

Isu dan permasalahan apa tentang kandidat capres yang banyak dibicarakan? 

“Celoteh di twitter menunjukkan bahwa kandidat capres yang diusung partai politik ataupun capres potensial lebih dilihat dalam kaitan dengan proses, prosedur, kans dalam perebutan kekuasaan kursi RI-1,” Ungkap Associate Director Paramadina Graduate School, Abdul Malik Gismar.  “Mereka tidak banyak dikaitkan dengan permasalahan krusial republik ini, seperti kesejahteraan, pendidikan, dan kemiskinan yang hanya mendapatkan porsi 0,2%,” lanjutnya.

Mendompleng Jokowi

Data yang diolah dari mesin monitoring percakapan di media Awesometrics tersebut menunjukkan percakapan mengenai capres dan pertarungan politik demi mencapai RI-1 sebesar 62,5%, kapabilitas dan kinerja para capres sebesar 12,5%,  berkaitan dengan  lembaga negara seperti DPR, KPK, dan MK sebesar 11,3%. Sedangkan isu khusus  seperti  wajib militer, investasi, kemandirian pangan, blue economy, dan lainnya sebesar 6,8%.  Permasalahan kebangsaan serta konstitusi hanya sebesar 0,4%. Fenomena tersebut menunjukan bahwa pemilu hanya dimaknai sebatas pencarian kekuasaan semata dan bukan menjawab permasalahan yang dihadapi rakyat indonesia.

RIPRO juga melihat peserta konvensi dan pejabat publik mendapat keuntungan eksposur. Kandidat dengan dua label tersebut tidak hanya dibicarakan terkait dengan pemilu tetapi juga berhubungan dengan kinerja mereka.

“Kandidat capres yang masih menjabat di dalam jabatan publik mendapatkan eksposure tambahan karena kinerja mereka dalam jabatan ini juga menjadi salah satu aspek yang dibicarakan publik,” kata Abdul Malik. “Namun itu juga bisa berperan sebagai pedang bermata dua. Jika tidak benar-benar dikelola malahan bisa menjadi batu sandungan mereka,”imbuhnya.

Sedangkan kandidat yang didorong melalui konvensi juga dibicarakan dikaitkan dengan isu-isu fundamental meskipun jumlahnya tidak begitu besar.

“Mekanisme konvensi memaksa para kandidat untuk mengambil posisi terhadap isu-isu ekonomi dan kesejahteraan” kata Abdul Malik. “Roadshow yang dilakukan oleh konvensi tersebut juga didengar publik sehingga memunculkan pembicaraan di publik. Namun, hal tersebut tentunya bukanlah jaminan bahwa capres konvensi lebih baik.”

Permasalahan Jakarta yang dihadapi Jokowi juga menjadi salah satu isu favorit yang dilekatkan publik  kepada para capres. Banyak capres yang secara sengaja atau tidak sengaja, mendompleng (riding the wave) isu-isu seputar Jokowi.

Marzuki Ali, misalnya, tercatat paling banyak mengkritisi Jokowi (46,90%). Tokoh lainnya yang juga dikaitkan dan berbicara mengenai Jokowi adalah Anis Matta sebesar 19,53% dan Aburizal Bakrie 18,93%.

Buzzer Dangkal

Celoteh di dunia maya selain karena pendukung dan simpatisan juga tak bisa dilepaskan dari peranan buzzer (akun bayaran - Red). Menurut RIPRO, beberapa akun dengan jumlah follower besar berperan sebagai buzzer untuk menggelontorkan isu-isu.

Akun-akun seperti @trimacan2000, @fajroel, @AndhikaEka_P dan @iwanpiliang tercatat memiliki trend tinggi membicarakan beberapa tokoh. Akun @triomacan2000, misalnya, cukup gencar berbicara tentang Dahlan Iskan, Jokowi, dan Jusuf Kalla. Akun @fajroel muncul dalam proporsi cukup besar menyangkut Marzuki Ali. @AndhikaEka_P dikaitkan dengan Dino Pati Djalal. Sedangkan @iwanpiliang banyak berbicara mengenai Jokowi.

Selain itu, pembicaraan tokoh-tokoh calon presiden sangat didominasi oleh para pendukungnya seperti @mahfudMD_info untuk Mahfud MD, @Gerindra untuk Prabowo Subiyanto, @turuntangan dan @turuntanganTGRY untuk Anies Baswedan, @pengembaraanARB untuk Aburizal Bakrie dan lain-lain.

Isu-isu yang muncul dalam percakapan di twitter juga disumbang secara cukup signifikan oleh produksi para buzzer.  Celoteh para buzzer yang biasanya satu dimensi dan fokus untuk pemenangan kandidatnya semata juga merupakan faktor yang mendangkalkan wacana publik mengenai pemilu.

“Kalau feeding-nya hanya seputar pergantian kekuasaan maka diskursus publik tidak akan pernah menyentuh esensi demokrasi, kesejahteraan,” ujar Abdul Malik Gismar.

Kalau dikaitkan dengan penelitian RIPRO sebelumnya yang menunjukkan keluhan yang berkaitan dengan pelayanan publik sebesar 40,2%, berkaitan dengan korupsi sebesar 17,8% , maka celoteh tentang kandidat capres minim kaitannya dengan keluhan-keluhan tadi. Permasalahan mengenai kebangsaan, misalnya, hanya dibicarakan 0,4%, isu pendidikan, kesejahteraan, dan kemiskinan hanya 0,2%.

Menurut Abdul Malik Gismar, ada keterputusan antara keluhan masyarakat yang sangat tinggi terkait kinerja eksekutif dan dua cabang kekuasaan lainnya, dengan harapan  terkait pemilu presiden.  "Pembicaraan masyarakat hanya di permukaan dan di seputar perebutan kekuasan semata” ungkapnya.

Ini menunjukkan, Pemilu hanya menjadi karnaval simbol yang bising dengan retorika dangkal, tanpa menyentuh substansi persoalan konkret di masyarakat.


Baca juga: Membongkar Tabir Akun Triomacan2000

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending