KBR68H, Jakarta - Orang yang mengalami gangguan jiwa dinilai bisa mengikuti pemilu tanpa perlu pendampingan. Dokter Spesialis Kejiwaan, Irmansyah mengatakan, orang dengan gangguan jiwa harus diperlakukan sama dengan orang sakit fisik.
Jika gangguannya ringan, mereka masih bisa datang ke TPS sendiri. Namun jika gangguan jiwanya berat, boleh tidak dipaksakan namun harus dijamin menjalankan hak pilihnya.
"Memang ada yang betul-betul parah, yang tidak mau, atau yang saat itu masih agitasi (berteriak-teriak ke orang banyak), tapi jumlahnya sangat kecil. Mereka barang kali tidak perlu kita minta untuk ikut, tapi tidak boleh kita larang. Kalau mereka tidak mau, kalau mereka lagi marah-marah, tapi jumlah itu sangat sedikit. Tapi secara umum tidak perlu pendampingan," kata Psikiater, Irmansyah di Gedung KPU Jakarta, Rabu (19/3).
Sebelumnya KPUD Sulawesi Tengah dan Rembang, Jawa Tengah terbukti menghapus orang dengan gangguan jiwa dari daftar pemilih dalam pemilu. Mereka dihapus lantaran Ketua KPU menganggap orang dengan gangguan jiwa tidak termasuk dalam daftar pemilih.
Padahal KPU tidak menerapkan aturan tersebut. Sementara salah seorang penderita gangguan jiwa (Schizophrenia), Erifah saat datang ke KPU mengatakan dirinya tidak merasa kesulitan dalam mengikuti pemilu sebelumnya. Da juga sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun Perhimpunan Jiwa Sehat mengatakan, masih banyak orang dengan gangguan jiwa yang tidak masuk dalam DPT.
Editor: Antonius Eko