KBR68H, Jakarta – Tiara Dushinka dulu berprofesi sebagai jurnalis, lantas banting setir jadi pengusaha tas tradisional. Ini semua bermula dari kesukaannya memakai tas tradisional khas Indonesia.
“Sejak kuliah saya kalau ke undangan suka pakai tas tradisional. Lalu saat nenek meninggal, dia mewariskan banyak sekali kain kuno. Akhirnya saya terpikirkan, kenapa tidak saya jadikan produk fesyen saja? Akhirnya tahun 2011 saya putuskan untuk berhenti bekerja dan mulai berbisnis,” jelas Inka, sapaan akrabnya.
Dia lantas memutuskan untuk maju dengan merk Nyai.
“Nama Nyai rasanya asli Indonesia banget dan akan memudahkan konsumen mengingat merk dan produk saya,” katanya.
Dalam sebulan, Nyai Bags bisa menghasilkan 100-200 tas kain.
“Sistem saya ready to wear karena saya bukan pengusaha konveksi tas atau tukang tas. Jadi apa yang saya stok itu yang saya pasarkan,” kata perempuan kelahiran tahun 1976 ini.
Menurut Inka, setiap pengusaha mesti punya mental yang kkuat untuk memacunya terus maju. Untuk itu, ia terus memutar otak bagaimana supaya merk dan produk Nyai makin dikenal orang. Salah satunya memanfaatkan dunia maya untuk berkomunikasi dan berjualan barang. Seperti banyak pebisnis online lainnya, ia juga memasarkan Nyai Bags lewat Facebook, Twitter, Path sampai blog.
Lewat jejaring sosial inilah nama Nyai mulai melejit. Peluang ikut pameran terus terbuka, bahkan produknya menembus mal besar di Jakarta seperti Grand Indonesia. Produk Nyai juga dipakai dalam ajang Jakarta Fashion Week.
“Intinya sih kunci keberhasilan pengusaha UKM macam ini hanya 3C yaitu colaborate, connect dan compete,” kata ibu muda ini.
Kini Tiara memperoleh omset puluhan juta rupiah dari produk tas tradisional Nyai dengan modal awal Rp 8 juta.
“Yang penting adalah membangun kepercayaan dan kepuasan konsumen terhadap produk kita itu lebih penting karena dari situlah bisa terlihat bahwa produk kita baik,” katanya.
Editor: Citra Dyah Prastuti