KBR68H, Jakarta - “Bagaimana caranya ibu calon legislatif membantu petani-petani Indonesia supaya pemerintah tidak selalu import daging, kedele, jagung, beras?” Pertanyaan itu disampaikan pendengar Program Khusus Daerah Bicara kepada tiga orang calon legislaif perempuan yang menjadi narasumber. Mereka berdiskusi tentang perspektif para calon legislatif soal penguatan produk lokal menghadapi persaingan.
Pertanyaan
pendengar dari Jakarta Utara di atas muncul, lantaran produsen
Indonesia makin terjepit di tengah gempuran produk impor. Padahal
Indonesia tengah menyongsong Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) 2015.
Indonesia sebagai salah satu negara anggota World Trade Organization
(WTO) ikut menyepakati pemberlakuan perdagangan bebas. Sayangnya,
Indonesia lebih berperan menjadi pasar dan bukan menjadi produsen yang
cukup kuat bersaing dengan negara lainnya, termasuk Cina atau di level
ASEAN berhadapan Vietnam. Sebaliknya sekitar 250 penduduk Indonesia,
sudah lama masuk dalam hitungan negara pesaing yang tak sabar membuang
produknya tanpa hambatan ke Indonesia.
Berdasarkan hasil
survei Indeks Kepercayaan Konsumen yang dilakukan Nielsen pada kuartal
pertama tahun lalu, Indonesia berada diposisi teratas sebagai negara
yang penduduknya paling banyak memanfaatkan uang. Artinya, penduduk
Indonesia paling konsumtif dari negara-negara lain. Melihat daya
konsumsi Indonesia yang cukup tinggi, maka Indonesia menjadi sasaran
pangsa pasar terbesar bagi dunia dalam perdagangan. Hal ini memaksa
produsen lokal kita untuk mampu meningkatkan kualitas produknya agar
dapat berdayasaing tinggi dengan produk-produk asing.
Masalahnya
masyarakat terutama produsen sudahkan siap? Salah satu calon anggota
legislatif dari PKS, Leida Hanifah mengatakan untuk meningkatkan produk
berdayasaing Indonesia harus lebih dulu memberikan perlindungan terhadap
produk lokal.“Indonesia belum punya regulasi yang biss melindungi
produk dalam negeri untuk berdaya saing dengan produk impor,” ujar Leida
dalam perbincangan dengan KBR68H, Rabu (5/3).
Sumarjati
Arjoso Caleg Gerindra pun sepaham dengan Leida. Ia mencontohkan di
wilayah Pantai Rembang yang terkenal sebagai daerah penghasil garam,
tapi petani garam sendiri tidak bisa menikmati hasil panennya lantaran
harga garam lokal selalu jatuh. “Kita sudah bisa menghasilkan garam
sendiri, tapi masih impor. Petani ini mengeluhkan ke saya karena
pemerintah tidak pernah menentukan jelas harga garam. Jadi, garam kita
kalah dengan garam impor yang harganya miring sekali,” ungkap Sumarjati.
Di
wilayah Bandung, salah satu produksi sepatu kulit yang terkenal kini
hampir kolaps lantaran serbuan produk sepatu impor yang harganya lebih
miring. Karena itu, lanjut Sumarjati, kebijakan pemerintah lokal itu
sangat penting untuk mengatur lebih dulu perlindungan produk dalam
negeri.
Beda lagi dengan Caleg PDIP, Eva Kusuma Sundari.
Menurutnya, untuk menuju produk berdayasaing pada era perdagangan bebas
nanti, pemerintah harus lebih dulu memperbaiki insfrastruktur di
sejumlah daerah yang memiliki potensi perdagangan cukup tinggi bagi
pemasukan negara. “Di Dapil saya misalnya di wilayah Jawa Timur bagian
Selatan, itu kan masih daerah miskin dan masalah utamanya akses jalan
agak sulit. Padahal daerah itu memiliki potensi produk kerajinan lokal
yang cukup baik,” terang caleg dari partai berlogo banteng ini.
Sumarjati Arjoso caleg Gerindra menambahkan pembangunan infrastruktur
perlu keseriusan pemerintah daerah. Selama ini akses jalan di pelosok
daerah belum mendapatkan perhatian yang maksimal dari pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Hal ini akan menyulitkan proses distribusi
barang lantaran akses jalan rusak ataupun kendala infrastruktur lain
yang tidak mendukung.
Selain kendala infrastruktur, masalah pembuatan
izin usaha dan sertifikasi bagi pengusaha Kecil Menengah juga menjadi
kendala mereka untuk menyasar ke pasar luar negeri.
Bagi
Leida, Caleg dari PKS itu mengatakan agar para pengrajin atau produsen
produk Indonesia bisa berdayasaing dengan serbuan impor maka mereka
harus diberikan keterampilan untuk meningkatkan kualitas produknya.
“Sementara, kita juga sambil mensosialisasikan terus ke masyarakat bahwa
produk buatan lokal jauh lebih berkualitas, dan itu patut kita bela,”
tambahnya.
Dari ketiga calon legislatif yang akan maju dalam pemilu 9
April nanti itu, mendorong pemerintah dapat memproteksi lebih dulu
produk-produk lokal agar tidak hanyut terbawa arus impor. Mari kita
Cintai produk dalam negeri!
Editor : Arin Swandari