Bagikan:

Banyak Izin Sertifikasi Kayu Terbit Jelang Pemilu

Riset WALHI menunjukkan kalau perusahaan yang tidak cakap justru lolos verifikasi.

BERITA

Rabu, 19 Mar 2014 17:28 WIB

Author

Agus Luqman

Banyak Izin Sertifikasi Kayu Terbit Jelang Pemilu

Proses sertifikasi kayu, perusahaan tidak ramah lingkungan lolos sertifikasi kayu

KBR68H, Jakarta - Walhi menemukan kalau hampir separuh pelaku bisnis kayu dan produk turunannya terlibat dalam proses pencucian kayu. Praktik “green washing” ini dilakukan lewat mekanisme Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Hasil riset WALHI juga menunjukkan kalau izin bisa saja diterbitkan tanpa menimbang lingkungan serta hak manusia terhadap hutan tersebut. Dengan begitu, perusahaan yang tidak memprioritaskan lingkungan bisa jadi justru lolos verifikasi. 


Berikut wawancara dengan Zenzi Suhaidi, anggota Koalisi LSM Lingkungan dalam Sarapan Pagi Rabu (19/3): 


Artinya ada pemberian izin yang longgar disini?


“Bukan ada tapi di Indonesia mayoritas penerbitan izin itu tidak benar.” 


Tidak benarnya seperti apa? 


“Contohnya kenapa penerbitan izin itu marak di tahun-tahun pilkada atau tahun pemilu. Itu artinya izin terhadap sumber daya alam dan ruang di Indonesia itu merupakan objek transaksional politik. Saya ambil contoh untuk HPH di tahun 2009 biasanya dalam satu tahun penerbitan izin 500 ribu hektar, di tahun 2009 dia melonjak menjadi 3,1 juta hektar. Padahal tahun 2009 permohonan hanya 2 juta hektar kok diterbitkan 3,1 juta hektar izin. Demikian juga untuk HTI di tahun 2009 penerbitan itu mencapai 1,9 juta hektar, ini ganjil di kita di tahun pemilu marak dikeluarkan perizinan. Kalau proses penerbitan izin di Indonesia itu benar tidak akan ada asap seperti di Riau saat ini.” 


Kalau dari pola penerbitan izin biasanya ada verifikasi, ada tim yang meninjau ke lapangan. Apakah hal-hal seperti ini tidak ada?


“Pertanyaannya tim yang meninjau itu melapornya ke siapa. Kalau dia melapor ke yang menerbitkan izin yang menerbitkan izin sendiri itu kita melihat kecenderungannya memang transaksional. Jadi mau seperti apa pun laporannya kalau memang maunya izin diterbitkan ya diterbitkan.”


“Contohnya di tahun 2013 Walhi melaporkan 117 perusahaan yang membakar lahan dan Kementerian Lingkungan Hidup menetapkan tersangka terhadap sembilan perusahaan. Empat perusahaannya itu perusahaan yang mendapat sertifikat SVLK dan sampai hari ini tidak ada proses evaluasi terhadap empat perusahaan tersebut, sertifikatnya dicabut atau tidak. Ini tidak dicabut izin dan sertifikatnya.” 


Walhi punya catatan bahwa mereka menggunakan kayu-kayu yang ilegal?


“Mereka membakar lahan. Artinya cara-cara yang mereka pakai tidak lestari, sertifikat itu tidak menjamin mereka mengutamakan keselamatan lingkungan.”  


Tentang praktik pencucian kayu dari 50 persen yang Anda sebut beberapa di antaranya pemain-pemain besar yang mungkin kita kenal? 


“Jadi perusahaan yang memiliki sertifikat itu hanya 49 persen, artinya 51 persen tidak punya sertifikat. Dari 49 persen yang bersertifikat ini 48 persennya itu oleh dua grup besar, SMG dan APRIL. Sekarang pertanyaannya yang 51 persen itu kayunya dibawa kemana, apakah mereka langsung ekspor tidak bisa. Artinya mereka mensuplai ke dua perusahaan besar ini, terus satu lagi praktik buruk itu terjadi di proses konversi lahan hutan itu untuk kebun kelapa sawit. Ketika land clearing kayunya juga disuplai ke pabrik-pabrik Pulp and Paper dan pabrik turunan kayu yang lain. Korbannya masyarakat pengelola hutan, masyarakat yang melakukan usaha kecil mereka dianggap perambah hutan, pelaku ilegal. Padahal sesungguhnya kejahatan hutan di Indonesia sekarang ini kejahatan yang legal, kejahatan yang diizinkan.”  Uni Eropa dan Amerika merupakan pasar kayu Indonesia. 


Apakah Koalisi LSM Lingkungan pernah mengirim utusan atau berhubungan dengan pihak Uni Eropa dan Amerika untuk menyatakan terjadi penyimpangan dalam sertifikasi kayu di Indonesia? 


“Kita di akhir Februari kemarin berkunjung ke UK dan Brussels untuk memberitahu seperti apa sesungguhnya praktik produksi kayu di Indonesia. Untuk menjadi catatan kepada parlemen di Eropa bahwa mereka harus hati-hati untuk meratifikasi dan mengimplementasikan SVLK sana. Karena kita melihat justru SVLK ini hanya obat kepada konsumen di Eropa agar tidak merasa berdosa terhadap kerusakan lingkungan di Indonesia.”


Editor: Citra Dyah Prastuti 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending