KBR68H, Jakarta – Sebanyak 71 rumah sakit swasta menolak ikut program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola PT Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Rumah sakit tersebut mengaku tidak cocok dengan sistem pembayaran Indonesian Case Based Groups (INA CBGs). Gubernur Jakar ta Joko Widodo mengaku tak mau ambil pusing dengan penolakan 71 rumah sakit swasta tersebut.
Kepada KBR68H, Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar mengatakan ada alasan lain di balik penolakan 71 rumah sakit tersebut.
“Pertama mungkin mereka geli sama orang miskin karena mengotori rumah sakit. Tapi yang pasti memang sepertinya kalau kami lihat sosialisasi terhadap mereka juga masih belum kencang. Kedua isu yang menyatakan tentang pembayaran yang terlambat, tagihan-tagihan yang tidak segera dibayarkan itu memang menjadi masalah.”
“ Tetapi sepengetahuan kami, karena kami juga sering berdiskusi dengan BPJS Kesehatan sekarang ini sudah mau membayar di muka. Ketika pasien itu masuk kemudian tagihan sementara disampaikan. Karena sekarang ketahuan seseorang itu penyakitnya apa, diagnosanya bagaimana, kemudian diperkirakan biayanya demikian itu bisa dibayarkan 50 persen di muka.”
Selain di Jakarta ini biasanya daerah-daerah yang ketahuan rumah sakit tidak mau ikut?
“Justru kalau di Bandung itu hampir 98 persen ikut, Lampung juga demikian. Sepertinya cuma di Jabodetabek karena mungkin tingkat kualitas rumah sakitnya lebih bergengsi ketika mereka menerima 100 persen pasien orang kaya. Tapi jangan lupa mereka juga punya tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, terutama masyarakat miskin dan tidak mampu. Mereka tidak hanya semata-mata mengejar keuntungan, karena ketika bicara orang sakit itu artinya tidak semata-mata soal bagaimana orang itu mampu dan tidak mampu membayar tapi bagaimana rumah sakit punya kewajiban segera memberikan pertolongan kepada mereka.”
Artinya selama ini komunikasi atau sosialisasi dari Pemprov DKI Jakarta belum efektif kepada semua rumah sakit yang berada di wilayahnya?
“Sepertinya begitu. Perlu diefektifkan lagi, perlu diperjelas lagi tentang apa yang menjadi hak mereka, apa yang menjadi kewajiban mereka. Karena itu di sisi lain juga BPJS Watch meminta kepada pemerintah agar segera diperbaiki yang namanya Ina CBGs itu sehingga biaya pelayanannya tidak terlampau rendah. Tapi yang kami dengar sekarang ini di Kementerian Kesehatan masih diproses itu.”
Ada yang mengusulkan agar pemerintah mengubah sistem pembayaran Ina CBGs ini dengan sistem yang lain yaitu klaim fee for service. Bagaimana?
“Memang di satu sisi itu baik tapi sisi yang lain perlu diperhatikan juga bahwa fee for service itu juga bisa membuat seperti rumah sakit dan dokter. Karena dengan itu semua disepakati, dihitung dari mulai jarum suntik sampai kapas segala macam itu semua dihitung. Ini juga perlu dipertimbangkan kalau murni 100 persen fee for service tapi juga murni Ina CBGs juga sangat rendah sehingga jasa terhadap rumah sakit, dokter, petugas kesehatan juga menjadi rendah. Karena itu kami mengusulkan dan terus kami tekankan agar diperbaiki sistemnya itu.”
Perbaikan seperti apa?
“Kita bukan pihak yang sangat paham tentang itu. Oleh karena itu pemerintah harus melibatkan para ahli di bidang biaya kesehatan itu dari mulai asosiasi dokter, kesehatan, obat-obatan, dan sebagainya. Karena dengan tidak diperbaikinya itu semakin lama semakin rusak sistem pelayanan rumah sakit, karena rumah sakit tidak mendapatkan biaya yang cukup untuk membiayai rumah sakitnya.”
Selain sistem pembayaran menurut Anda apa lagi yang harus diperbaiki dari BPJS saat ini?
“Pertama tentang kepesertaan. Terutama kami dari sisi pekerja bagaimana para pengusaha dan pekerja itu mudah untuk mendapatkannya. Kedua itu bagaimana para pekerja dapat dengan mudah mendapat PPK (Pusat Pelayanan Kesehatan) tingkat satu, tidak melulu kepada misalnya dia menggunakan PPK klinik terdekat dari perusahaan. Padahal pekerja itu ada di banyak wilayah mereka tinggal, jauh dari perusahaannya.”
“Tingkat satu itu perlu sehingga tidak banyak klaim dari pekerja ini, mereka merasa susah ketika harus mendapatkan pelayanan tingkat satu. Apalagi bagi teman-teman kita yang sudah pernah menjadi peserta JPK Jamsostek, mereka tidak pernah mengenal yang namanya puskesmas. Kalau selama ini ada keluhan-keluhan dari para dokter dan rumah sakit tentang klaim itu segera diatasi, jangan sampai itu menimbulkan isu-isu negatif yang mengakibatkan promosi terhadap kesehatan masyarakat ini menjadi rusak akibat ulah sebagian orang yang merasa benar tetapi sesungguhnya tidak mengerti apa-apa.”