Bagikan:

PT KAI: Penghapusan KRL Ekonomi Demi Keselamatan Penumpang

PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menaikkan tarif kereta listrik ekonomi AC Jabodetabek rata-rata 2 kali lipat. Penaikkan tarif ini dilakukan setelah dihapusnya kereta ekonomi non AC.

BERITA

Rabu, 27 Mar 2013 15:49 WIB

Author

Doddy Rosadi

PT KAI: Penghapusan KRL Ekonomi Demi Keselamatan Penumpang

KRL ekonomi

PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menaikkan tarif kereta listrik ekonomi AC Jabodetabek rata-rata 2 kali lipat. Penaikkan tarif ini dilakukan setelah dihapusnya kereta ekonomi non AC. Sebelumnya pengguna KRL ekonomi non AC hanya dikenakan tarif Rp 2 ribu. Nantinya mereka harus membayar hingga Rp 8 ribu untuk sekali jalan dengan berbagai jarak. Penaikkan ini mulai 1 April mendatang. Sudah sejauh mana persiapan PT KAI dalam menghapus KRL ekonomi? Simak perbincangan KBR68H dengan juru bicara PT.KAI Commuter Jabodetabek Eva Chaerunisa 

April ini jadi dilaksanakan penghapusan KRL Ekonomi?

Sejauh ini memang rencananya seperti itu. Belum ada perubahan karena memang ini dihitung berdasarkan kondisi kelayakan dari guna kereta ekonomi itu sendiri dan juga kondisi layak operasi KRL.

Apakah pertimbangannya hanya karena masalah teknis pengoperasian saja?

Pertimbangan yang sangat utama dan itu menjadi satu-satunya pertimbangan yang mendasar, bahwa PT. KAI sebagai operator memiliki tanggung jawab penuh dalam menjalankan sarananya yang layak operasi dan layak guna. Artinya dari sisi keselamatan dan keamanan sangat menjamin, itu tanggung jawab PT. KAI sebagai operator kereta api. Kemudian kereta ekonomi sendiri yang umurnya sangat tua, dari sisi laporan-laporan Balai Yasa Manggarai bahwa KRL sekitar 95 persen yang saat ini beroperasi sudah sangat berbahaya baik dari sisi keselamatan ataupun keamanan.

Saat ini jumlahnya berapa banyak?

Saat ini ada 9 KRL Ekonomi yang masih beroperasi, 1 di Bekasi, 1 di Serpong, dan 7 di Bogor. Kemudian dari 2012 itu sekitar 1.230 gangguan perjalanan KRL Ekonomi, sehingga mengakibatkan gangguan perjalanan lain sekitar 4.500 gangguan perjalanan. Ini sangat mengganggu sekali untuk perjalanan kereta api yang pasti adalah sangat beresiko baik dari segi keselamatan dan keamanan, begitu juga PT. KAI Daops I menginginkan bahwa masyarakat pengguna KRL seharusnya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan transportasi publik yang aman, nyaman, dan selamat dalam perjalanan. Artinya bukan berarti ketika mereka tidak memiliki uang, kemudian mereka harus mendapatkan transportasi yang tidak menjamin dari sisi keselamatan dan keamanan. Kalau kita lihat di lapangan kereta ekonomi yang saat ini beroperasi rasanya bisa dibilang sudah tidak manusiawi lagi, kemudian permasalahan dari sisi harga. Inilah yang menurut saya tidak bisa diselesaikan hanya oleh PT. KAI. Pada prinsipnya kita tidak ingin menyusahkan atau menyulitkan penumpang, yang kita inginkan sebagai operator adalah memberikan sebuah sarana kereta api yang menjamin dari sisi keselamatan dan keamanan pada saat dioperasikan. Memang ada pertanyaan lantas bagaimana dengan masyarakat berekonomi rendah yang tidak mampu dengan adanya penyesuaian ketika harus berganti moda transportasi menjadi KRL AC, menurut saya ini sangat menarik sekali, ini yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh PT. KAI artinya semua stakeholder harus duduk bersama dalam hal ini regulator juga, pemerintah. Kemarin anggota DPR Komisi V saya sempat melihat statement-nya bahwa dia ketika setelah melakukan perjalanan dengan KRL Ekonomi pada minggu lalu, dia menyebutkan bahwa memang kondisi kereta ekonomi sangat tidak layak. Kemudian dia mengusulkan dengan adanya kartu subsidi ke penumpang, artinya memang diganti ke AC dengan kondisi tertutup, lebih terjamin dari sisi keamanan.

Apakah ini salah satu taktik PT. KAI agar dana PSO lancar ke depan?

Kalau masalah taktik atau apapun tidak. Artinya tidak mungkin memainkan penumpang hanya sekedar taktik, mungkin kalau kita bisa melihat pada tahun 2012 PSO yang diterima sekitar Rp 623 miliar, kemudian 2013 dianggarkan sekitar Rp 704 miliar. Artinya ini sebenarnya harus dilihat juga, ini sama saja dengan PSO yang diberikan kemudian dikembalikan dalam bentuk pajak. Kemudian untuk tahun 2013 ada sekitar Rp 23 miliar yang harus ditambahkan dari dana PSO untuk membayar pajak. Hal-hal seperti ini kita juga harus melihat keterbatasan seperti apa yang dimiliki PT. KAI, sementara sebagai operator secara Undang-undang dan peraturan PT. KAI diwajibkan menjalankan sarana yang memang masih layak operasi. Karena jika terjadi sesuatu di lapangan sudah pasti menurut saya patut disalahkan PT. KAI kenapa masih menjalankan sarana yang tidak layak operasi sehingga membahayakan penumpang.
 
Infrastruktur ini bukannya sudah ditangani PT. KAI ya?

Iya betul menurut Perpres No. 83 memang pemeliharaan dan perawatan dilakukan PT. KAI. Namun diinformasikan juga PT. KAI seharusnya juga tetap mendapatkan biaya infrastruktur maintenance operation dimana pada tahun 2012 belum diturunkan hingga saat ini, di tahun 2013 juga belum dimasukkan dalam anggaran Kementerian Keuangan. Artinya perawatan yang dilakukan sejak keluarnya Perpres No. 83 Tahun 2011 itu dilakukan oleh PT. KAI semaksimal mungkin, bahkan bisa dilihat sudah melakukan penertiban, revitalisasi stasiun, sudah melakukan perpanjangan dan pelebaran peron. Sehingga diharapkan penumpang nyaman dan menunjang program pemerintah yang mengharapkan pada tahun 2019 PT. KAI dapat mengangkut 1,2 juta penumpang per hari khususnya untuk KRL. Memang beberapa bulan lalu hal-hal seperti ini dalam pertemuan sudah disampaikan dari PT. KAI bahwa tidak layaknya kereta ekonomi ini apa saja, sudah kerap diberikan laporannya ke Kementerian Perhubungan secara langsung. Bahkan terakhir pada Rapat Dengar Pendapat di DPR dihadiri oleh anggota DPR, ada Kementerian Perhubungan juga, PT. KAI sudah memaparkan melalui Direktur Utama PT. KAI menyampaikan terkait KRL non-AC yang tidak layak guna. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending