Bagikan:

Perlu Pendidikan Antikorupsi untuk Masyarakat di Pedesaan

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mencatat kesadaran masyarakat di pedesaan tehadap koruspi sangatlah rendah. Ini lantaran pemerintah daerah selama ini tak memberi pendidikan antikorupsi kepada kaum perempuan di pedesaan.

BERITA

Rabu, 27 Mar 2013 12:45 WIB

Author

Eli Kamilah

Perlu Pendidikan Antikorupsi untuk Masyarakat di Pedesaan

antikorupsi, pendidikan

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mencatat kesadaran masyarakat di pedesaan tehadap koruspi sangatlah rendah. Ini lantaran pemerintah daerah selama ini tak memberi pendidikan antikorupsi kepada kaum perempuan di pedesaan. Untuk itu Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, Dian Kartikasari mengatakan lembaganya mendorong pemerintah daerah agar memberikan pengetahuan mengenai pencegahan korupsi kepada jajaran staf pemerintahan di daerah dan masyarakat. Lantas seperti apa sosialisasi anti korupsi itu?

Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Kebijakan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI). Mike Vaeawati mengatakan, kesadaran di pedesaan lebih rendah, lantaran, masyarakat di sana kurang paham apa itu korupsi. Selain sulitnya akses informasi dan pendidikan soal korupsi, rata-rata masyarakat, terutama perempuan melihat korupsi tak secara komprehensif. Misalnya menganggap korupsi hanya sebatas contoh nyata kasus-kasus besar di televisi. Padahal, kata Mike, pola tips atau memberi kepada pejabat atau aparatur negara di daerah, merupakan contoh kecil dari pelaku korupsi.

“Seperti kalau mengurus KTP, iuran RT yang tanpa keterangan untuk apa, uang lelah atau administrasi atau uang terima kasih.” Kata Mike.

Dalam pantauan KPI, ada beberapa daerah yang memang sudah mengkampanyekan antikorupsi, salah satunya daerah-daerah Jawa Tengah, yang mengkampanyekan anti pungli. Kesadaran perempuan juga sudah mulai terasah untuk sadar dan mau mengakses serta menyebarluaskan tindakan antikorupsi.

Daerah seperti Jawa Barat, yang dinilai termasuk wilayah yang masyarakatnya masih memaklumi praktek korupsi tertinggi setelah Jakarta. Staf Ahli Gubernur Jawa Barat, Deden Mariana, mengatakan, Jabar sendiri sudah punya rencana aksi pemberantasan korupsi (RAPK), namun rencana tersebut diakui Deden memang terlalu umum. Ini lantaran, Jawa Barat sendiri memiliki banyak pelosok-pelosok di daerah-daerah dengan aparatur yang berbeda.

Deden mengklaim jika memang praktek korupsi di Jabar tinggi, harusnya ada pengelompokan daerah mana saja yang praktek korupsinya perlu dibenahi. Hal tersebut dilakukan agar penanganan tiap daerah bisa langsung ditangani daerah tersebut. Sementara sosialisasi adanya RAPK lebih kepada siapa melakukan apanya, terutama yang akan mengawasi rencana aksi tersebut. Praktek korupsi seperti pungli, menurutnya dipengaruhi juga suplai dan demand, artinya ada barang ada permintaan.

Pemprov sendiri, kata Deden, terus mengawasi dan mengantisipasi praktek korupsi secara ketat. Publik juga perlu dididik untuk lebih sadar dengan tidak menawarkan atau memberi sesuatu kepada para aparatur pemerintahan di daerah.

Selain perbaikan sistem, kampanye publik juga perlu digalangkan, termasuk membangun keberanian publik untuk tidak memberi kepada aparatur pemerintahan. Kuncinya, kata Deden adanya transparansi prosedur, transparansi pembiayaan, termasuk pengurusan dalam biro jasa yang diperlukan penertiban. Publik kadang juga membandingkan, prosedur lewat biro jasa dan pengurusan pribadi, akhrinya ada praktek percaloan oleh aparat.

Sementara, Mike melihat masyarakat belum punya pemahamanan tata kelola pemerintahan yang baik seperti apa, dan inilah tugas pemerintah untuk memberi pemahaman kepada masyrakat. “Kita harus tahu mana dulu neh yang harus didahulukan, telor dulu atau ayam dulu, artintya pemerintah dulu atau publik dulu.” Kata Mike.

Kadang masyarakat lelah dengan birokrasi yang berbelit-belit, oleh karena itu mereka sering memilih jalan termudah dalam mengurus beberapa hal terkait interaksinya dengan pemerintah. Untuk mengubah itu, kata Mike bukan sesuatu yang instan, karena baik masyarakat atau aparaturnya sama-sama terbiasa dengan sistem tersebut.

Di Jabar sendiri gerakan antikorupsi dianggap sesuatu yang imparsial, dan orang dibanjiri berita korupsi tetapi nyatanya di lapangan pemahaman pencegahan korupsi masih rendah.

Menanggapi itu, Mike melihat masyarakat harusnya bisa lebih optimis, jika menginginkan negara yang bersih dan makmur. Sekalipun sampai hari ini belum ada birokrasi yang melakukan pemahaman pada masyarakat akan hal tersebut.

Saya percaya dan optimis bahwa gerakan masyarakat itu cukup kuat untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi, terutama perempuan, yang ujung-ujungnya sebagai penjaga moral, suhu pendidikan di rumah, dan perempuan juga harus membuktikan, bahwa ketika dia ditempatkan sebagai penjaga moral (baik dipemerintahan, atau rumah tangganya-red), dia tahu, paham, bahwa itu persoalan yang salah, itu problem dan perempuan melawan. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending