Bagikan:

Masalah Psikologis Masa Lalu Pemicu Konflik TNI-Polri di OKU

Kepolisian mendesak TNI menangkap aktor yang mengkoordinir anggota Batalyon Artileri Medan 15 untuk merusak Markas Polisi Resort Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Pelaku diduga berjumlah 96 orang, merusak dan menganiaya anggota kepolisian tanpa sepeng

BERITA

Jumat, 08 Mar 2013 13:58 WIB

Author

Doddy Rosadi

Masalah Psikologis Masa Lalu Pemicu Konflik TNI-Polri di OKU

TNI-Polri, Ogan Komering Ulu

Kepolisian mendesak TNI menangkap aktor yang mengkoordinir anggota Batalyon Artileri Medan 15 untuk merusak Markas Polisi Resort Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Pelaku diduga berjumlah  96 orang, merusak dan menganiaya anggota kepolisian tanpa sepengetahuan komandan batalyon. Kepolisian meminta dalang penyerangan ditangkap dan diadili. Ini bukan kali pertama terjadi bentrok antara personil TNI dengan Polri. Kenapa kedua aparat itu mudah sekali terlibat konflik? Simak perbincangan KBR68H dengan Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti dalam program Sarapan Pagi

Kenapa begitu mudah TNI-Polri bentrok, apa sebabnya ?

Akar masalahnya psikologi masa lalu. Jadi ketika masih dalam ABRI namanya posisi saudara tua saudara muda, jadi tentara itu arogan karena saudara tua. Kedua, itu setelah reformasi tahun 1998 terus tahun 2000 ada pemisahan TNI/Polri, memang TNI bertugas untuk pertahanan sementara polisi untuk masalah keamanan. Sehingga ada rasa perasaan terampas, karena banyak tugas-tugas yang dulu dilakukan oleh TNI pada masa Orde Baru sekarang dilakukan oleh Polri. Jadi seperti psikologi berkuasa terus kemudian punya power, punya pengaruh itu sekarang diambil Polri. Terus persaingan-persaingan, sejak dulu memang sesama aparat bersenjata jadi backup untuk berbisnis jadi kalau ada senggolan sedikit masing-masing saling ribut. Kemudian saya melihat penegakan hukum tidak jalan, kasus-kasus ini kerap terjadi karena penegakan hukum tidak jalan, tidak cukup hanya misalnya Panglima TNI dan Kapolri salaman itu tidak menyelesaikan masalah. Jadi yang melakukan kesalahan harus dihukum, dihukumnya bukan di peradilan militer tapi harusnya di peradilan umum. Karena tentara ini melakukan kriminal, dia merusak aset negara, melakukan kekerasan, pembakaran bahkan ada yang luka-luka ini aneh bersatu dalam hal yang buruk. Kalau bersatu dalam medan perang oke tapi ini keroyokan ini konyol, saya melihat ini hal yang brutal dan tidak menghormati hukum jadi bukan satu contoh yang bagus. Terus yang lebih fatal lagi perlu ada penertiban peraturan-peraturan terkait TNI/Polri, misalnya baru-baru ini ada MoU TNI/Polri untuk tugas perbantuan saya rasa tidak boleh, itu berdasarkan Undang-undang harus dilakukan dengan Undang-undang. Supaya masyarakat umum dan DPR bisa mengontrol kedua belah pihak, terutama tentara karena memang arogansinya berlebihan.

Sembilan puluhan tentara menyerbu markas kepolisian dan ini tanpa sepengetahuan pimpinannya. Anda melihatnya bagaimana soal kepemimpinan di tubuh TNI?

Itu brutalitasnya ngawur. Kita masih ingat waktu kasus Wamena tahun 2012 lalu, ketika ada dua aparat Batalyon 756 masuk ke kampung kemudian karena ngebut menyenggol orang kemudian masyarakat marah, mereka dibacok, kemudian mereka datang ke kampung membakar dan membunuh. Atasannya mengatakan bukan perintahnya, ini lepas tanggung jawab. Jadi tanggung jawab komando harus dipegang, apalagi yang dilakukan adalah hal yang memalukan, bukan dalam hal perang membela negara juga penegakan hukum.

Apakah itu berarti pimpinan dari tentara-tentara ini juga harus diberi hukuman?

Harus. Artinya tidak bisa lepas begitu saja tanggung jawabnya, dia bawa pasukan mestinya bisa kontrol baik sikap anak buah, bagaimana dia bertingkah laku, sopan kepada masyarakat. Ini menimbulkan ketakutan pada masyarakt, polisi yang bersenjata bisa diserang seperti itu apalagi masyarakat umum.
Ada dampaknya terhadap hubungan TNI/Polri di daerah-daerah lain?
Itu bisa menjadi hal yang memancing kerusuhan di daerah-daerah lain. Oleh karena itu kita ingin ditindak tegas sehingga menjadi efek jera dan menjadi pelajaran bagi yang lain, di tempat-tempat lain juga tidak akan terjadi seperti itu.

Anda bilang pimpinannya harus diberi sanksi, sanksinya apa?

Kalau seperti itu dilihat dari hukum yang diberlakukan di militer. Misalnya dia sebagai komandan mesti tahu apa yang dilakukan anak buah, misalnya jam sekian anak buahnya tidak ada kemana apalagi ada insiden sebelumnya ada yang meninggal. Mestinya dia sebagai komandan aware, sifat-sifat seperti itu komandan bisa mengendalikan anak buahnya. Kalau dilihat dari skala kerusakannya yang luar biasa maka dia bisa dikenai sanksi dicopot jabatannya, itu memalukan sekali.

Ini bisa terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya? Catatan Kontras sejak 2005-2012 ini ada 32 kasus bentrok TNI dan Polri. Anda khawatir kalau ini tidak ditangani dengan baik bisa terjadi di tahun-tahun berikut?

Pasti. Karena apalagi juga ada aturan-aturan ini seperti Undang-undang PKS (Penanggulangan Konflik Sosial), terus kemudian ada Inpres Penanggulangan Keamanan Dalam Negeri dan sebagainya disitu melibatkan militer. Tapi pelibatan militer disini di bawah kendali polisi, disini sudah menimbulkan gesekan-gesekan. Jadi ini yang justru ada peraturan-peraturan seperti ini yang memang seharusnya ditertibkan, karena peraturan-peraturan seperti itu justru malah membuat blunder di lapangan. Jadi pelaksanaan di lapangan nanti akan bertentangan, karena aturan di Undang-undang TNI misalnya perbantuan TNI kepada Polri harus dilakukan lewat bentuk Undang-undang. Tapi kalau di dalam Undang-undang PKS atau Inpres itu tidak perlu lewat Undang-undang misalnya untuk penegakan hukum. Kadang-kadang ada kesalahan-kesalahan dalam penerapan itu, misalnya tentara dan polisi punya aturan sendiri-sendiri ini sangat berbahaya. Ini yang justru memancing konflik-konflik tersebut menjadi melebar, tidak cuma satu dua kasus tapi bisa jadi melebar kemana-mana. Ini mesti duduk bareng lagi untuk aturan-aturan yang tadinya menyimpang ditertibkan lagi seperti semula, ini juga untuk menjaga jangan sampai aparat kita ini terjebak dalam konflik yang tidak ada gunanya. Kalau misalnya mereka bertarung dengan musuh negara sih oke, tapi kalau mereka bertarung dengan saudara sendiri menghabiskan peluru, menghabiskan nyawa dan masyarakat merasa tidak tenteram. Jadi negara sendiri yang menimbulkan ketakutan kepada rakyatnya sendiri.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending