Bagikan:

Ada Kesenjangan antara Angka Statistik dengan Realita di Daerah

Pemerintah mengklaim skema global pengurangan kemiskinan melalui skenario Millenium Development Goal (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium hingga tahun 2015 dalam jalur yang tepat.

BERITA

Rabu, 13 Mar 2013 14:06 WIB

Ada Kesenjangan antara Angka Statistik dengan Realita di Daerah

Tujuan Pembangunan Milenium

Pemerintah mengklaim skema global pengurangan kemiskinan melalui skenario Millenium Development Goal (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium hingga tahun 2015 dalam jalur yang tepat. Ini juga terlihat dalam laporan-laporan resmi MDGs yang disampaikan oleh Pemerintah Indonesia ke Perserikatan Bangsa-bangsa. Namun kenyataan, masih banyak kerisauan yang muncul mengenai kinerja dan pencapaian pemerintah Indonesia dalam MDGs. Berbagai pemantauan yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil dan laporan media massa di daerah memperlihatkan bahwa ada kesenjangan yang tajam antara angka-angka statistik di tingkat nasional dengan realitas kondisi masyarakat di daerah.

Contohnya saja, sepanjang tahun 2012 hingga sekarang, gejolak buruh menuntut upah layak menjadi bukti bahwa angka pertumbuhan ekonomi tak punya arti signifikan. Ironisnya angka pertumbuhan ekonomi ini berbanding lurus dengan perluasan laju penggundulan hutan, eksploitasi sumberdaya alam dan mineral yang mengakibatkan konflik antara korporasi dan rakyat.

Khalisah Khalid dari WALHI mengatakan, pemeritnah mendua dalam kebijakan pembangunan dan lingkugnan. Di satu sisi, pemerintah, terutama di luar negeri, meneriakan kebijakan untuk menjaga lingkungan hidup. Di lain sisi, pemerintah terus mengeluarkan izin-izin baru bagi perusahaan untuk merusak lingkungan. Izin itu biasanya berupa izin penambangan, penebangan hutan dan perkebunan.

Pembangunan pemerintah juga tidak menguntungkan kelompok miskin. Pemerintah membangun Indonesia menggunakan gaya koridor Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia Khalid menambahkan, arah pembangunan pemerintah menguntungkan kelompok pemodal besar. “Rayat tidak dapat mengakses”, protes Khalid. Ini karena pembangunan memiliki skala besar, seperti tambang dan perkebunan raksasa yang padat modal.
 
Karena kemiskinan tidak dientaskan secara efektif, perempuan menjadi korban yang paling menderita. Misiyah (Institut Kapal Perempuan) memberi contoh, pemerintah mengklaim terjadi peningkatan lapangan kerja di sektor non-pertanian. Namun, ia menemukan di Nusa Tenggara Barat dan TImur, sebagian besar perempuan mendapat upah di bawah Rp 9 ribu untuk imbalan kerja selama 8 jam. Ia menambahkan, ini karena pembangunan ekonomi Indonesia, meskipun terus tumbuh, hanya berfokus di pulau Jawa dan Bali. 
Target MDGs juga terbukti tidak dapat digenjot melalui skema pembangunan yang mengizinkan pergerakan korpoasi hingga ke desa-desa. Karena gaya ini tidak memperbaiki ekonomi rakyat,

“Angka kematian ibu masih sangat tinggi. Sangat jauh dan pesimis (target MDGs.red)2015 bisa tercapai ”, keluh Misiyah.

Untuk mencapai tujuan MDG mengenai kesehatan ibu, Indonesia harus menurunkan angka kematian ibu saat melahirkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015, dari angka saat ini yaitu 228 per 100.000 kelahiran.
Di sektor internasional, Indonesia hingga kini tidak dapat melakukan perundingan dengan negara-negara industri dalam melakukan pembangunan. Khalisah Khalid (WALHI) mengatakan, pemerintah tidak memiliki komitmen kuat untuk mensejahterakan rakyat. Ia menambahkan, Indonesia bisa mencontoh negara-negara di benua Amerika Latin. Ia mengatakan, “pemerintah di sana memiliki komitmen dan pergerakan rakyat kuat”. Akibatnya, mereka berani melakukan perundingan-perundingan dengan negara maju.

“Bolivia bahkan mulai mendefiniskan ulang pengertian pembangunan” katanya.
Menurut kedua orang ini, pemerintah bisa memperbaiki kebijakan pembangunan untuk mencapai tujuan MDGs.  Khalisah Khalid (WALHI) mengatakan, pemerintah bisa melakukan kajian ulang izin-izin perusahaan yang merusak hutan. Terutama karena sekarang sedang dilakukan moratorium hutan. Pemerintah juga bisa mulai mengakui hak-hak masyarakat adat atas akses mereka.
 
“Negara harus mengaku pengelolaan oleh masyarakat. Kalau negara mau memberikan konsensi besar-besaran pada korproasi, bagiaman dengan rakyat?” ungkapnya.

Masyarakat juga mesti berjuang mempertahankan lahan mereka. “Pertahanan paling baik di kampung. Selagi bisa, proteksi kampung. Kita harus kritis, kalau ada orang memetakan kampung, untuk apa

Aktivis Kapal Perempuan Misiyah menekankan, pemerintah sudah menyusun konsep pengarustutaman gender. Selain itu, sudah ada institusi untuk melakukan itu.
“Bagaimana pengarusutamaan gender bukan prosedural belaka, tapi juga menjadi roh bagiaman mengangkat perempuan paling miskin keluar dari kemiskinan” katanya. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending