SUMMARY: Indonesia tak ubahnya mozaik indah yang harus dipelihara.
KBR68H, Jakarta – “Indonesia itu harus dipandang secara positif terkait persebaran agama yang dianut penduduknya,” begitu Syamsul Maarif membuka perbincangan dalam Program Perbincangan Agama dan Masyarakat KBR68H dan Tempo TV, Rabu (5/2).
Peneliti dari Center for Religious and Cross-Culture Studies (CRCS) dari Universitas Gajah Mada ini tengah mendalami kajian soal demografi agama di Indonesia. Menurut Syamsul, demografi agama membahas soal statistik penduduk dan dinamikanya terkait agama atau kepercayaan yang dianut masyarakat.
“Bali dengan mayoritas pemeluk Hindu, Jawa Barat dengan mayoritas pemeluk Islam, begitu juga daerah lainnya,” kata dia. “Semua seperti mozaik yang indah yang harus kita pelihara.”
Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menyebutkan, 87,18 persen dari total penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Deputi Kepala BPS Razali mengatakan, ada pertumbuhan sekitar 1% dibandingkan dengan survei 10 tahun sebelumnya.
“Sedangkan pemeluk Kristen ada pertumbuhan sekitar 3 persen. Jadi ada angka pertumbuhan dan angka absolut. Walaupun mungkin Kristen lebih besar pertumbuhannya tapi angka absolut Islam masih jauh lebih besar,” jelasnya.
BPS juga mendata penduduk pemeluk agama atau kepercayaan di luar enam agama mayoritas. Menurut Razali, prosentasenya sangat kecil yaitu 0,13% atau sekitar 290 ribuan penduduk. Dia menambahkan, jumlah pemeluk agama di suatu daerah dipengaruhi kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk di sana.
Razali mengatakan, pemetaan pemeluk agama bisa dipakai untuk membandingkan dengan jumlah rumah ibadah di wilayah tersebut. Peneliti CRCS Syamsul Maarif mengatakan, penataan pemeluk agama tidak perlu dilihat sebagia sebuah kompetisi karena,”Agama adalah hak pribadi setiap orang.”
“Ini statistik jangan malah jadi pemicu isu-isu negatif,”wantinya. Misalnya karena Kristen berkembang lebih pesat dari Islam lantas ada kelompok tertentu geram dan menuduh ada upaya Kristenisasi.
“Sikap ini harus dihindari, bukan itu esensinya. Seharusnya ya antar agama yang terus erkembang it uterus dijalin kerja sama. Begitu juga dengan agama lainnya,” paparnya.
Berdasarkan penelitian CRCS, di tengah masyarakat banyak terbentuk komunitas atau kelompok yang anggotanya heterogen. Setiap orang punya identitas agama masing-masing namun memilih untuk tidak menonjolkan hal tersebut. Yang ditonjolkan justru nilai-nilai humanisme dan kebaikan yang universal tanpa label agama tertentu. Menurut dia, ini adalah contoh yang baik
“Seharusnya semakin heterogen, Indonesia semakin maju. Kerja sama antar agama bisa jadi hal yang positif dan membangun,” ujarnya.