Bagikan:

The Act of Killing alias Jagal Rebut Dua Penghargaan di Berlinale

Film karya sutradara Joshua Oppenheimer dan ko-sutradara Christine Cynn dan seorang ko-sutradara Indonesia yang ditulis namanya sebagai Anonim, The Act of Killing/Jagal menyabet dua penghargaan, Panorama Audience Awards atau film pilihan penonton dan peng

BERITA

Senin, 18 Feb 2013 14:24 WIB

Author

Doddy Rosadi

The Act of Killing alias Jagal Rebut Dua Penghargaan di Berlinale

jagal, the act of killing

Film karya sutradara Joshua Oppenheimer dan ko-sutradara Christine Cynn dan seorang ko-sutradara Indonesia yang ditulis namanya sebagai Anonim, The Act of Killing/Jagal menyabet dua penghargaan, Panorama Audience Awards atau film pilihan penonton dan penghargaan Juri Ekumenikal, pada Festival Film Internasional Berlin (Berlinale) tahun ini.

Sepanjang pelaksanaan Berlinale, penonton diminta untuk memberikan nilai pada masing-masing film yang mereka tonton di seksi Panorama, baik melalui kartu yang dibagikan sesudah pemutaran atau secara online melalui internet. Dalam Berlinale kali ini, lebih dari 28.000 suara dikumpulkan dan dihitung.

Dari keterangan pers yang diterima Portalkbr.com, Seksi Panorama Berlinale 2013 menampilkan 52 film dari 33 negara dan 20 di antaranya diputar dalam Panorama Dokumenter. Penghargaan Panorama Audience Awards diberikan sejak tahun 1999, dan sejak 2011 penghargaan dibagi menjadi dua kategori, yaitu untuk film fiksi dan dokumenter.

The Act of Killing/Jagal memenangi penghargaan Panorama Audience Awards di kategori dokumenter, sementara di kategori film fiksi dimenangi oleh film The Broken Circle Breakdown. Dalam kategori dokumenter film The Act of Killing/Jagal berhasil memenangi persaingan ketat dengan film lain seperti Salma dan A World Not Ours yang berturut-turut mendapatkan peringkat kedua dan ketiga.

Selain penghargaan bergengsi film pilihan penonton, The Act of Killing/Jagal juga memenangi Penghargaan Juri Ekumenikal (Prizes of the Ecumenical Jury). Penghargaan ini diberikan oleh organisasi film gereja protestan dan katolik untuk film yang dianggap berhasil memotret pengalaman manusia yang membuat penonton semakin peka terhadap nilai-nilai sosial, spiritual dan kemanusian.

Dalam pernyataannya, Juri Ekumenikal memilih film The Act of Killing karena film ini memaparkan kejahatan pembunuhan massal di Indonesia pada 1965 dan mengungkap kekejiannya. Film ini dipilih karena membuka kembali sebuah luka dengan keyakinan bahwa hal tersebut harus dilakukan untuk membongkar sebuah kekejian.

Di Indonesia sendiri film The Act of Killing/Jagal telah diputar setidaknya 290 kali di 90 kota/kabupaten di seluruh Indonesia dari Banda Aceh hingga Jayapura. Film ini secara simbolik sudah diputar di bioskop dan disaksikan oleh tokoh masyarakat misalnya Franz Magnis Suseno yang berkomentar bahwa film ini harus ditonton oleh masyarakat luas di Indonesia.

Walaupun demikian, penyebarluasan film The Act of Killing tak hentinya mengalami hambatan, mulai dari wartawan yang dipukuli karena menulis tentang film ini, situs internet yang berkali-kali diretas agar tak bisa diakses dari Indonesia, dan serta larangan pemutaran di beberapa tempat oleh pihak kepolisian setempat seperti yang terjadi baru-baru ini di Blitar dan Malang.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending