Jutaan orang di dunia merayakan hari Radio Se-Dunia pada tanggal 13 Februari. Sebagai media yang terus berkembang di era digital, radio tetap dapat menjangkau khalayak di seluruh dunia. Radio dapat membantu kaum muda untuk terlibat dalam diskusi tentang topik yang mempengaruhi mereka. Radio juga dapat menyelamatkan nyawa masyarakat yang terkena bencana dengan melaporkan fakta dan kisah mereka. Maka tak salah ketika Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan Dunia, UNESCO mengakui Radio sebagai media yang memiliki kekuatan untuk tranformasi masyarakat. Murah, cepat, dan menjangkau pelosok. Bahkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Ban Ki-moon menyampaikan pesannya untuk memperingati Hari Radio Sedunia ini. Ban Ki-moon memuji radio sebagai media yang berharga dengan biaya efektif. Ia pun juga mengingatkan sejak hari pertama, PBB telah menggunakan radio untuk perdamaian dan pencegahan konflik.
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Judhariksawan mengatakan saat ini sudah ada ribuan radio siaran di Indonesia. Diantaranya 800 radio lama, 400 radio sudah mendapat IPP dan 300an radio sudah mendapatkan IPP prinsip. Menurutnya jumlah tersebut akan terus mengalami peningkatan. Hal itu dapat dilihat dari pemohon radio yang terus berdatangan tiap hari ke KPI.
“Kondisi radio saat ini di Indonesia terus mengalami perkembangan yang significant. Pembukaan pendaftaran radio siaran sampai sekarang tiap harinya masih terbuka. Ya hanya disayangkan saja, Kemenkominfo membuka peluang usaha untuk jaringan FM diberikan waktu 3 bulan untuk proses perijinan. Itu artinya pemohon baru mulai dibatasi.”jelas Judhariksawan
Ketua Aliansi Wartawan Radio Indonesia (Alwari) Imam Musaman juga sependapat dengan Judhariksawan terkait perkembangan radio di Indonesia. Ia mengatakan radio siaran di Indonesia mengalami peningkatan secara pesat pasca orde baru. Hal tersebut dikarenakan kran kebebasan informasi yang ada pada era reformasi memungkinkan radio berkreatifitas penuh. Berbeda pada era orde baru, siaran radio nyaris dimonopoli seluruhnya oleh RRI. Bahkan setiap tanggal 30 september pada era orde baru semua pusat informasi dan hiburan harus ditutup termasuk radio.
“Euforia munculm pada saat reformasi. Semua radio bisa membuat berita karena sudah tidak dibatasi. Salah satu pelopornya KBR68H.”ujar Imam Musaman
Radio Di Persimpangan Jalan
Pada sisi lain perkembangan radio pasca reformasi membuat beberapa radio seperti kehilangan identitas. Di tengah persaingan media cetak dan elektronik. Sebagian mereka malah lebih bangga jika sudah memiliki streaming di internet daripada mempertahankan pendengar radio. Kalau dulu informasi update berita, masyarakat mendapatkan beritanya melalui radio. Sebaliknya sekarang masyarakat sudah mulai beralih ke media online untuk mendapatkan berita terbaru. Belum lagi kalau melihat perkembangan bisnis radio yang menurun dibanding media massa lainnya. “Tapi justru di sisi lain radio mulai kehilangan identitasnya.Misalnya radio dikatakan murah, cepat, selintas dan tidak terkomentari. Tapi dibilang murah, televisi juga murah. Malahan ada salah satu radio dengan bangga radionya membacakan breaking news yang reporternya tidak ada disana. Itu baru dari sisi jurnalisnya. Belum kalau dari sisi bisnisnya. Jika ditanya iklannya, mereka paling hanya tersenyum.Padahal dalam survey radio merupakan penetrasi kedua setelah televisi”kata Imam Musaman
Para praktisi radio juga seakan gamang, apakah harus bertahan konservatif atau mengikuti perkembangan jaman. Dahulu masyarakat pilihan publik terbatas pada radio. Tapi sekarang masyarakat bisa beralih dari media satu ke yang lain hanya hitungan detik. Namun demikian menurut Judhariksawan masih ada satu karakter radio yang tidak dimiliki media massa cetak dan elektronik. Salah satunya yaitu imajinasi pendengar radio yang tidak bisa digantikan audiovisual ataupun barisan tulisan media cetak. Ia mencontohkan dulu sandiwara radio seperti legendaris Brahma Kumbara sangat memiliki tempat di hati pendengar radio. Bagaimana seorang pendengar mau tetap mendengarkan setiap episode tanpa menggeser channel radionya. Tentu itu menjadi kekuatan sendiri bagi radio. Tapi juga bukan berarti radio terus berkutat di keindahan masa lalu. Praktisi radio pastinya perlu mengeksplorasi diri terus menerus untuk mempertahankan pendnegar masing-masing. Jadi menurutnya perkembangan teknologi ke depan sebaiknya diposisikan sebagai pelengkap radio. Bukan lantas radio beralih fungsi menjadi latah seperti media online dan televisi.
Kalau meminjam bahasa Imam Musaman “Ada yang tertinggal bagaimana orang bisa melihat dengan telinga. Sehingga sehebat apapun teknologi, akan membuat pendengar radio selalu kangen mendengar suara penyiar radio. Jadi kalau tidak mendengarkan radio, maka hati rasanya akan sakit.”
Perkembangan Radio di Indonesia Pesat Pasca Orde Baru
Jutaan orang di dunia merayakan hari Radio Se-Dunia pada tanggal 13 Februari. Sebagai media yang terus berkembang di era digital, radio tetap dapat menjangkau khalayak di seluruh dunia.

BERITA
Selasa, 19 Feb 2013 09:06 WIB


hari radio
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai