Bagikan:

Kurikulum Agama Harus Berkorelasi dengan Perilaku

Kantor Wilayah Kementerian Agama di Kota Blitar Jawa Timur mewajibkan enam sekolah Katolik memberikan pelajaran agama non Katolik kepada siswanya.

BERITA

Kamis, 14 Feb 2013 15:03 WIB

Author

Sasmito

Kurikulum Agama Harus Berkorelasi dengan Perilaku

kurikulum, agama

Kantor Wilayah Kementerian Agama di Kota Blitar Jawa Timur mewajibkan enam sekolah Katolik memberikan pelajaran agama non Katolik kepada siswanya. Instruksi ini dikeluarkan menyusul penolakan sekolah untuk memberikan layanan pelajaran agama Islam. Kebijakan ini diterapkan antara lain bagi Sekolah Menengah Atas Katolik, Sekolah Menengah Atas Kejuruan Diponegoro, Sekolah Teknik Menengah Katolik. Pemerintah bahkan mengancam akan menutup sekolah tersebut jika tetap menolak instruksi tersebut.

Sementara itu, Pengurus Harian Lembaga Konferensi Agama dan Perdamaian Indonesia (ICRP), Hariyanto meminta seluruh pihak menghormati kekhususan setiap sekolah dalam memenuhi kewajiban pendidikan agama anak. Menurut ICRP sekolah katolik yang berada di bawah yayasan tersebut seringkali mengalami kesulitan dalam hal anggaran untuk pemenuhan kewajiban ini. ICRP juga menjelaskan pihak sekolah sebenarnya sudah memberikan opsi bahwa mereka mengikutsertakan anak didik mereka ke sekolah lain. Misalkan sekolah Islam atau pesantren. Tetapi opsi ini belum diterima oleh Bupati Blitar.

“Pertanyaannya kenapa yayasan yang dipersoalkan bukan subtansi dari penyelenggaraan agama tersebut. Oleh karena itu kalau kita lihat yang protes terhadap keputusan pemerintah Blitar notabenenya dari wali murid muslim. Mereka menilai walikota berlebihan.”jelas Hariyanto

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) juga membenarkan penitipan anak didik sekolah ke sekolah lain bukanlah suatu kesalahan. Sekjen AGPAII Mahnan Marbawi mengatakan hal tersebut dapat dimaklumi jika jumlah siswa yang berbeda agama kurang dari 15 orang. Tapi jika jumlahnya mencapai 15 orang, maka sekolah wajib memfasilitasi pelajaran agama tersebut. Terlepas dari usaha sekolah yang ingin mempertahankan ciri khasnya. Sekolah tersebut harus tetap menyediakan pelajaran agama dengan guru seagama. Karena sudah menjadi ketetapan undang-undang.

“Pengalaman saya di Papua ada juga siswa yang beragama muslim. Tetap ada guru agama, siswanya dikumpulkan sekitar 15 orang. Tetapi kalau kurang dari itu biasanya dititipkan ke mushola.”jelas

Pengamat dari UIN Syarif Hidayatullah, Study Rizal meminta permasalahan tersebut tidak dibesar-besarkan menjadi isu agama di masyarakat. Ia mengatakan kasus tersebut hanya bersifat kasuistik di Blitar saja. Menurutnya membangun komunikasi yang positif antar pemeluk agama lebih penting guna membangun bangsa bersama. Selain itu, ia mengajak orang tua agar tidak menyerahkan sepenuhnya ke pihak sekolah. Karena tanggung jawab pendidikan agama harus ditanggung bersama antara keluarga, sekolah dan lingkungan.

“Orang-orang tua biasanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan agama ke sekolah. Satu karena terbatas pengetahuan agamanya sehingga menitipkan ke sekolah.Kedua mampu tapi tidak memiliki waktu.”katanya

Study Rizal juga menambahkan perlunya desain kurikulum agama yang memiliki korelasi dengan perilaku. Seringkali menurutnya siswa hanya mampu mempelajari agama hanya sebagai pelajaran. Sehingga tidak memiliki korelasi dalam perilaku siswa dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya nilai angka-angka di sekolah tidak bisa menggambarkan perilaku siswa di masyarakat. Hal ini dikarenakan pelajaran agama di sekolah tidak pernah menyentuh sisi pengalaman siswa di agama. Ia mengusulkan kepada asosiasi-asosiasi guru agama mungkin bisa menfasilitasi penyusunan kurikulum tersebut. Sebagai contoh kegiatan mengajak siswa dari berbagai agama untuk mengunjungi tempat-tempat ibadah. Diharapkan dari kunjungan ke tempat-tempat ibadah, siswa-siswa mendapatkan pengalaman langsung tentang kesamaan-kesamaan tempat ibadah. Sehingga dari pengalaman tersebut dapat ditumbuhkembangkan semangat saling menghormati antar umat beragama. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending