Bagikan:

Kontras: Polisi Baru Sebatas Membangun Citra

Sikap arogan aparat ternyata belum berubah. Masyarakat kecil selalu saja menjadi sasaran kesewenangan aparat.

BERITA

Rabu, 06 Feb 2013 09:28 WIB

Author

Doddy Rosadi

Kontras: Polisi Baru Sebatas Membangun Citra

polisi, kontras, kekerasan

Sikap arogan aparat ternyata belum berubah. Masyarakat kecil selalu saja menjadi sasaran kesewenangan aparat. Terakhir, sikap arogan ditunjukkan Kepala Kepolisian Banggai, Sulawesi Tengah. Arogansi itu bahkan memicu bentrok antara polisi dan warga. Kenapa arogansi dar pihak aparat ini masih sering terjadi? Simak perbincangan KBR68H dengan Koordinator Kontras Harris Azhar dalam program Sarapan Pagi

Apa yang salah dari reformasi polisi yang sudah dijalankan selama ini?

Saya pikir polisi juga bagian dari pemerintah yang sibuk membangun citra saja, sekadar memperbaiki citra di depan publik. Tapi di saat bersamaan menjadi bagian dari kejahatan itu juga, kasus Djoko Susilo itu memperlihatkan bagaimana polisi juga terduga berat yang melakukan praktik korupsi. Betul memang banyak perubahan, misalnya membuat aturan-aturan menghormati HAM, membuat kebijakan reformasi birokrasi, memasukan pengawas eksternal di reformasi birokrasi. Jadi ada banyak yang anda bilang reformasi itu hanya di level kebijakan-kebijakan di Mabes dan itu tidak punya efek ke bawah implementasinya.

Itu sebabnya kemudian seorang Kapolres di Banggai dengan pangkat AKBP masih suka memukul orang ya?

Iya saya pikir itu bukan sesuatu yang luar biasa, artinya yang begini masih banyak. Level perwira tapi cara berpikirnya sangat sewenang-wenang, bayangkan saja yang tidak mendapat pendidikan lebih itu seperti apa. Mereka itu penyidik, punya senjata jadi bisa semena-mena, itu satu. Kedua di level kesejahteraan mereka juga rendah, jadi memang dengan kewenangan lebih itu mereka bisa menggunakannya untuk mendapatkan tambahan kesejahteraan secara haram. Ini semua yang terjadi, sementara leadership juga tidak jalan karena semua memikirkan untuk terus jadi leader ke depan yang lebih tinggi. Jadi dia tidak menggunakan kepemimpinannya itu untuk memotivasi anak buahnya yang ada, semua itu jadi berpikir maju ke depan untuk mendapat posisi yang lebih. Jadi saya pikir semua lomba-lomba saja, kalau ada yang menghalangi dipinggirkan.

Kalau dari segi hukumannya bagaimana yang di Banggai yang hanya dapat teguran?

Ini bagian dari polisi yang makin brutal. Tidak ada hukuman yang layak dan seimbang, biasanya penghukuman itu makin besar kalau jabatannya makin rendah. Tapi kalau makin tinggi resistensi polisi itu secara institusi makin besar pula, kasus Djoko Susilo menunjukkan itu, bagaimana Djoko Susilo anak emas Mabes Polri itu makin dibela. Di banyak kasus-kasus kekerasan Kontras menemukan pola baru, kalau korban kebrutalan polisi itu tidak meninggal itu mereka yang melakukan langsung itu dibawa ke sidang disiplin yang maksimal hukuman maksimal kurungan tiga minggu, kita tidak mendapat akses untuk bisa mengawasi betul dikurung atau tidak. Karena dalam kasus Novel Baswedan kita menemukan kongkalikong bahwa putusannya begini saja, itu di sidang-sidang etik semua terjadi. Kalau meninggal ini ada pola yang terjadi belakangan, itu dibawa ke sidang pidana, dikenakan prosedur pidana untuk dibawa ke pengadilan umum. Tapi ini hanya baru-baru saja, sebelum-sebelumnya yang meninggalpun cuma dibawa ke sidang etik hukumannya maksimal cuma tiga minggu. Di banyak kasus itu juga tidak jalan, yang kita lapor ke Propam lalu dilimpahkan ke Propam daerah itu banyak yang mandeg, Propam cuma copy paste saja hasilnya si polisi yang kita adukan. Jadi sebetulnya ya kalau kita bilang mereka satu atap ya satu atap, adik kakak tetanggaan, saling jabat tangan kasus selesai.

Ini merata di semua daerah?

Hampir banyak kasus yang kita urus begitu rata-rata. Ada yang cukup ekstrem, misalnya penyiksaan 17 warga di Nusat Tenggara Timur mereka disiksa dalam tahanan. Itu kita tes tidak lapor ke mekanisme internal polisi, kita lapor ke ombudsman dan Komnas HAM, Komnas HAM melempem tapi ombudsman yang cukup bekerja keras dan kita apresiasi. Mereka mengaku tidak ada penyiksaan, jadi melindungi salah satu Kapolres yang memimpin penyiksaan itu. Jadi mereka sebenarnya mau ditegur kalau yang melakukan prosesnya itu orang Mabes, kalau diluar Mabes tidak mau. Jadi polisi ini solid ketika mereka melakukan kejahatan mereka menutupinya.
 
Ini tidak bisa diharapkan sama sekalikah institusi kepolisian untuk bisa meninggalkan hal-hal yang brutal ini?

Ini sudah bertahun-tahun seperti ini, tambah lama tambah parah. Angka kekerasan polisi meningkat tiap tahun, 2020-2011 itu 100 persen lebih, 2012 hampir 100 persen, kalau dibandingkan dengan 2010 bisa naik 200 persen. Jadi cukup ekstrem, cukup brutal, cukup meluas kebrutalan itu dan impunitas. Jadi kalau ada satu kasus yang diselesaikan itu show case saja, untuk contoh saja tapi tidak motivatif kasus-kasus itu.
 
Ini semua kombinasi antara solidnya korps dan rendahnya hukuman yang diberikan ya?

Ini tidak ada satu penyebab yang dominan, semuanya saling terkait. Satu tidak ada mekanisme kontrol yang kuat, tidak ada leadership yang kuat, lalu secara politik SBY tergantung pada polisi dan tentara. Karena SBY popularitasnya menurun terus, yang bisa memastikan dia bisa berkuasa sampai 2014 ini ya polisi, TNI, dan intelijen itu ciri-ciri semua pemerintahan kalau terpojok semua begitu. Lalu di sisi kesejahteraan polisi memang agak parah, sebetulnya gaji mereka tidak kecil tapi ini sudah kultur. Banyak misalnya usaha-usaha pengamanan sawit, tambang, dan sebagainya itu melibatkan polisi juga, itu mereka masuk kesana semua. Jadi mereka makin jauh sama suara rakyat, makin jauh dengan ukuran-ukuran prinsip keadilan, makin jauh dari kesadaran sebagai penegak hukum. Kasihan kita melihat polisi-polisi yang jujur, kelasnya kelas menengah ke bawah yang benar-benar bekerja. Dalam banyak kasus situasi ini menyebabkan mereka jadi musuh masyarakat dimana-mana dan yang jadi amuk massa itu polisi-polisi yang kelas bawah. Dari perspektif kelas, kelakuan-kelakuan para perwira ini justru mengorbankan polisi-polisi kelas bawah itu dikorbankan.

Apa tidak ada kesadaran dari internal polisi untuk memperbaiki diri?

Anda kalau diskusi sama mereka hebat-hebat. Anda kalau mau ketemu sama para juru bicara polisi luar biasa hebatnya, kita juga kadang-kadang terlena juga. Tetapi habis disitu saja, keluar dari diskusi itu tidak ada yang konkret. Bahkan kita ketemu beberapa dari mereka termasuk di daerah, mereka meminta balik ke kita mereka bilang tolong bicara di DPR, pimpinan di Jakarta, bintangnya yang lebih tinggi. Jadi saya bertanya-tanya sebenarnya komunikasi di antara mereka bagaimana, jadi anda simpulkan sendiri.            

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending