KBR68H-Suatu wilayah bisa maju dan berkembang boleh jadi karena pemimpinnya; memiliki program dan inovasi yang luar biasa bagi daerah, dan juga masyarakatnya. Ini pula yang bisa membuat suatu daerah menjadi bersih, demokratis, dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Termasuk mewujudkan pelayanan publik yang baik bagi warganya. Dalam revisi UU Pemerintah Daerah mimpi ini coba diwujudkan. Direktur Eksekutif Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan revisi UU Pemda merupakan momentum strategis bagi pemerintah daerah untuk membangun wilayahnya menjadi lebih sejahtera.”Banyak masalah bersumber pada UU Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Revisi ini bisa jadi solusinya,” ujar Robert Endi Jaweng.
Menurut dia, selama hampir 12 tahun Indonesia kehilang satu titik di antara rantai panjang pemerintahan. ”Pusat kuat, kabupaten/kota kuat, tapi provinsinya hilang,” sebut Robert. Di sinilah penting untuk penguatan peran provinsi dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Inilah yang menjadi agenda penting revisi UU Pemerintah Daerah. ”Provinsi menjadi kekuatan yang sentral. Menghubungkan dari pusat ke kabupaten/kota. Membawa aspiransi dari kab/kota ke pusat, sekaligus mengalirkan pusat ke kabupaten/kota. Jangan sampai menteri dalam negeri, lebih sibuk ke kab/kota. Mendagri lupa dengan provinsi. Kita kuatkan peran provinsi sebagai pemerintahan antara kab/kota dengan pusat,” tutur Robert.
Rancangan pemerintah terkait revisi UU Pemda ini terdapat 122 isu strategis. Isu itu terdiri dari kewenangan pemerintah, susunan pemerintah termasuk di dalamnya provinsi, inovasi pemerintah dan lain-lain. Oleh sebab itu, ada baiknya didorong ke hal yang lebih penting dan strategis. ”Penguatan dan inovasi pemda,” sebut Robert.
Inovasi Tak Perlu Diatur
Inovasi adalah hal penting. Inovasi harus pula digalakkan. Pasalnya inovasi adalah bentuk dari upaya pemerintah memberikan pelayanan publik terbaik bagi masyarakatnya. Tapi bukan berarti inovasi haruslah diatur dengan ketat di dalam revisi RUU Pemda. ”Di dalam revisi undang-undang ini dibuat inovasi, tapi dalam pemikiran kami, justru kami mencoba mengajak semua pihak khususnya DPR RI, untuk memikirkan kembali, apakah sudah waktunya memuat inovasi di dalam revisi tersebut,” tutur Eko Susi Rosdianasari dari Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD). Pasalnya kata dia, inovasi adalah cara-cara baru, penggunaan sarana baru untuk menghasilkan suatu nilai baru. Baik dalam bentuk kebijakan, penggunaan metode atau pengambilan keputusan. ”Intinya adalah terselenggarannya pemerintahan daerah yang baik, pelayanan publik dilakukan berjalan dengan baik dengan menciptakan inovasi, tapi ya tidak mungkin inovasi itu diatur sebegitunya ya,” ujar Susi sapaan akrabnya.
Dalam RUU Pemda sebaiknya pemerintah daerah diberikan ruang yang luas untuk berkreasi. ”Inovasi tanpa diatur. Mereka juga bisa gunakan kearifan lokal daerahnya,” tegas Susi. Pasalnya bila inovasi diatur, yang ada adalah penyeragaman. Padahal inovasi tak begitu. ”Menilai inovasi dari apa yang dirasakan masyarakat. Hasilnya bisa dirasakan masyarakat baru namanya inovasi. Masyarakatlah yang menilai inovasi tersebut,” tutur Susi. Menurut Robert Endi Jaweng, pada tingkat tertentu inovasi memang melanggar aturan. Sebab, banyak aturan di Indonesia yang menghambat inovasi. ”Makanya ada pemikiran, tidak perlu lah diatur. Karena kalau diatur justru ribet dan memunculkan hambatan. Bahkan jadi kaku,” ujar Robert.
Selain itu kata dia, inovasi adalah cara-cara yang tak biasa. Berbicara inovasi adalah bicara baik atau buruk bagi masyarakat. ”Seringkali yang baik tidak selamanya benar, sering kali yang baik salah dalam aturan, sehingga kemudian banyak pemda yang melanggar dalam artinya tertentu. Tuntutan pemda, kalau inovasi di atur, sebenarnya bukan pada menyelenggarakan inovasi, tapi memberikan jaminan hukum bagi pemerintahan daerahnya yang inovatif, agar ketika melanggar secara administratif, tidak dikriminaliasi, ada ketakutan, jadi pimpro aja takut pemda sekarang,” tutur Robert panjang lebar.
Revisi Untuk Yang Terbaik
Kementerian Dalam Negeri terus berupaya menyerap aspirasi dan masukan dari berbagai pihak terkait revisi RUU Pemda. Namun dalam revisinya, lebih banyak pada rekonstruksi manajemen pemerintahannya. ”Bagaimana manajemen pemerintah daerah yang dalam filosofi mengharap Pemda melaksanakan semua. Dipantau dan dikontrol oleh rakyat. Tapi ini tak banyak bisa dilakukan, karena ya itu sisi pendidikan masing-masing masyarakat,” jelas Halilul Hairi Staf Khusus Dirjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri. Ia melanjutkan, efisiensi struktur pemerintahan melalui restrukturisasi perangkat daerah pun akan dilakukan. Harapannya bisa terselenggara pemerintahan yang demokratis dari kebijakan desentralisasi. ”RUU Pemda memberikan jaminan bahwa pemda bisa memberikan kemakmuran kepada masyarakatnya,” ujar Halilul.
Yayasan Inovasi Pemerintah Daerah (YIPD) mengkritisi 4 pasal dalam RUU Pemda. Salah satunya adalah pasal 269. ”Hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan dari pemda. Dan inovasi tersebut tak mencapai sasaran yang sudah ditetapkan aparatur daerah tak dapat dipidanakan. Kami khawatir ini menjadi celah bagi tindakan-tindakan yang mungkin mengatasnamakan inovasi, padahal koruspi. Kalau gagal ini kan inovasi. Tak bisa disebut inovasi kalau gagal. Pasal ini dihapus saja lah,” tutur Susi. Menurut Halilul, dalam RUU Pemda, inovasi justru diberi ruang dan diakui. Tak ada satu pun yang membatasi soal inovasi. Pun cara-caranya. ”Kita hanya mencegah supaya tak ada yang memainkan celah. Makanya dalam RUU Pemda ada di sana,” jelasnya. Harapan besar ada dalam revisi UU Pemda. Harapannya bisa memajukan wilayah dan masyarakatnya. ”Berapa pun nomernya, nanti pokoknya bisa membawa pemerintahan kita menjadi efektif,” timpal Robert. Masyarakat dan lembaga terkait tak usah gusar. Pemerintah tetap berupaya menata lebih baik. ”Kita tata lebih komprehensif, meskipun tak ada penataan desentralisasi. Mulai dari menata hubungan daerah dan pusat. Peran probisnis. Menata manajemen pemerintahannya, kita ingin kuatkan kapasitas, bukan otoriter, pemda kuat, dikontrol oleh rakyatnya. Ada bab sendiri masyarakat untuk mengontrol pemdanya,” tutup Halilul.
Perbincangan ini kerjasama KBR68H dengan Yayasan Inovasi Pemerintah Daerah.