KBR68H, Jakarta - Kasus pencurian ikan makin marak terjadi di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat kekayaan Laut Arafura setiap tahun hilang Rp11,8 triliun akibat pencurian ikan. Tak hanya terjadi di perairan Arafuru, aksi pencurian ikan juga terjadi di sejumlah titik perairan lainnya yang mengakibatkan kerugian Negara setiap tahun mencapai Rp30 triliun.
KKP mendefinisikan Illegal Fishing adalah penangkapan ikan tanpa izin dari Wilayah Perikanan Tangkap Republik Indonesia (WPTRI) mulai dari laut territorial hingga ZEE Indonesia. Bahkan tak jarang pencurian ikan dilakukan dengan menyalahgunakan izin penangkapan baik berupa alat tangkap yang tak ramah lingkungan maupun membawa ikan dan transit di tengah laut. “Di perizinan sudah disebutkan dia (kapal penangkap ikan-red) menangkap dimana dan mendaratkan ikannya di tempat yang sudah ditentukan,’ terang Dirjen Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Syahrin Abdurahman dalam program Bumi Kita KBR68H, Kamis (02/01).
Demi mencegah meluasnya aksi pencurian ikan KKP menetapkan tiga perairan yang menjadi skala prioritas pengawasannya. Ketiganya adalah perairan Natuna, laut utara Sulawesi, dan laut Arafuru. Tiga perairan ini dipilih lantaran msih memiliki kekayaan ikan yang berlimpah. Perairan tersebut, kata Syahrin, merupakan gerbang masuk ke perairan Indonesia.
“Di Arafuru dan utara Sulawesi ada (TTC) tongkol, tuna dan cakalang. Pada saat musim dingin utara mereka akan turun ke selatan di antara Papua dan Belitung turun ke Arafuru. Ikan lain juga ada.Tapi ini selalu diincar,” jelas Syahrin.
Pernyataan Syahrin ini ditunjukkan melalui hasil pengawasannya beberapa waktu lalu. Bekerjasama dengan kepolisian KKP memantau perairan Arafuru dari udara. “Dalam waktu singkat 160 kapal ada di laut Arafuru. Karena saya dari udara, saya tidak tahu legal atau tidak. Karena dilihat dari udara, tapi banyak kapal yang mencari ikan,” jelas Syahrin.
Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta Km2. Luasan ini terdiri dari perairan teritorial dan kepulauan seluas 3,1 juta Km2 dan perarian Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta Km2. Kawasan tersebut diperkirakan menyimpan kekayaan sumberdaya ikan sebesar 6,4 juta ton pertahun. Namun upaya eksploitasi berlebihan dan aksi pencurian ikan yang marak kini mengancam potensi kekayaan tersebut.
LSM Kiara bahkan mencatat pencurian ikan tak sekedar illegal fishing, tapi juga IUUF (Illegal Unregulated Unreported Fishing). “Ini adalah tiga bentuk umum pencurian ikan yang terjadi di laut Indonesia, termasuk di zona ZEEI,” ungkap Koordinator Advokasi Hukum dan Kebijakan KIARA Ahmad Marthin Hadiwinata.
Marthin menambahkan, pihaknya menemukan empat modus yang biasa digunakan dalam aksi pencurian ikan. Yaitu kapal ikan asing yang menangkap ikan tanpa izin, kapal berbendera Indonesia yang dulunya adalah kapal asing dan berizin palsu. Modus ketiga adalah kapal ikan indonesia tapi dokumennya palsu. Keempat kapal ikan Indonesia tanpa dokumen. “Ini semua terjadi di Indonesia,” terang Marthin.
Catatan Kiara juga menemukan wilayah timur Indonesia yang berseberangan dengan FiIlipina sering kali terjadi penangkapan kapal kapal IUU Fishing. Selain itu di Natuna, Kiara menemukan IUU Fishing yang dilakukan oleh kapal Negara Vietnam dan Thailand.
Maraknya aksi pencurian bisa jadi akibat kurangnya perhatian pemerintah dalam menjaga wilayah perairan Indoensia. Tapi Kiara menilai, lemahnya pengawasan wilayah laut Indonesia akibat tumpang tindih kewenangan lembaga dan kementerian. Saat ini saja ada 12 Lembaga negara yang bertugas mengawasi pencurian ikan. Tak pelak ini mengakibatkan anggaran negara harus terbagi rata untuk 12 lembaga tersebut. Belum lagi kurangnya sinergisitas antar pemangku kebijakan.
Ini diakui Syahrin Abdurrahman. Ia mengaku kementeriannya saat ini hanya mempunyai 26 kapal. 7 buah kapal di antaranya terbuat dari baja, 19 kapal lainnya terbuat dari fiberglass dengan ukuran kecil dan sudah berumur 10 tahun lebih. “Artinya bahwa kemampuan untuk melakukan penghentian dan pemeriksaan sangat terbatas di ZEE. Fiberglass bahkan tidak mampu memeriksa di ZEE karena rawan benturan dan kecelakaan,” jelas Syahrin.
Kerjasama pun dilakukan dengan TNI AL. Di Sorong TNI AL memiliki 16 kapal besar yang digunakan dalam menjaga pertahanan negara. Meski bisa bekerjasama, namun kata Syahrin, kapal itu dibatasi sekian jam lantaran keterbatasan bahan bakar. “Ini dirasakan semua baik polisi, kami, dan institusi lain.”
Kerjasama antar lembaga dibuktikan melalui MOU dengan polisi, Angkatan Udara, Angkatan Laut, Angkatan Darat, Mahkamah Agung, Kejagung, Menkumham. Di tingkat satu, imbuh Syahrin, bahkan sudah ditindaklanjuti dengan adanya SOP yang diperbarui setiap tahun.
Tapi, lagi lagi anggaran pengawasan laut mesti tersebar. Modal operasional KKP pun setiap tahun terus berkurang. Tahun 2011, jam operasi kapal 180 hari dalam setahun. Tahun 2012 turun menjadi 140 hari per tahun. Di tahun 2013 jam operasional kembali melorot menjadi 115 hari. Dan tahun 2014 hanya tersisa 90 hari per tahun. “Untuk kapal kita yang kecil saja dananya tidak turun, apalagi kapal perang” rutuk Syahrin.
Kompleksitas pengawasan pencurian ikan juga terjadi di ranah penegakan hukum. UU nomer 45/2009 tentang Perikanan mengatur kapal ikan asing yang terbukti melakukan illegal fishing di ZEE Indonesia wajib membayar denda sebesar 20 miliar per kapal. Sedangkan bagi kapal Indonesia, UU itu mengancam denda sebesar Rp2 Miliar. “Tapi sampai saat ini belum ada nahkoda atau pengusaha yang mau membayar denda, sehingga dikonversikan ke hukuman badan.”
Bahkan, terlalu sering kapal yang seharusnya menjadi barang sitaan negara malah tenggelam akibat proses hukum yang terlalu lama. Padahal, kata Syahrin, pihaknya hanya butuh waktu minimal sebulan untuk membuktikan kapal tersebut telah melakuka pencurian ikan. “Setahun ini kapal asing 60 kapal masih dalam proses. Sampai penyidikan dan penyerahan barang bukti dan berkas perkara lengkap atau P21 kasus yang kami tangkap sudah clear,” jelasnya.
Editor: Doddy Rosadi
Tiap Tahun, Negara Rugi Rp 30 Triliun karena Pencurian Ikan
KBR68H, Jakarta - Kasus pencurian ikan makin marak terjadi di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat kekayaan Laut Arafura setiap tahun hilang Rp11,8 triliun akibat pe

BERITA
Kamis, 02 Jan 2014 16:30 WIB


pencurian ikan, kerugian negara, 30 triliun
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai