Bagikan:

Teknologi Konanta, Mengembalikan Air Hujan ke Dalam Bumi

KBR68H, Jakarta - Banjir hampir menjadi momok warga Jakarta setiap tahunnya. Hingga saat ini Pemerintah Pusat maupun Provinsi DKI belum memiliki solusi yang konkret terkait permasalahan banjir di Ibukota.

BERITA

Jumat, 24 Jan 2014 23:11 WIB

Author

Bambang Hari

Teknologi Konanta, Mengembalikan Air Hujan ke Dalam Bumi

teknologi, konanta, air hujan

KBR68H, Jakarta - Banjir hampir menjadi momok warga Jakarta setiap tahunnya. Hingga saat ini Pemerintah Pusat maupun Provinsi DKI belum memiliki solusi yang konkret terkait permasalahan banjir di Ibukota. Hal ini terbukti dari semakin meluasnya wilayah yang dilanda banjir sejak beberapa hari terakhir ini di Jakarta.

Di tengah kebingungan pemprov dan pemerintah pusat mencari solusi terkait banjir di Jakarta, sebuah perusahaan yang bernama PT Spekta Properti melakukan sebuah terobosan. Mereka memperkenalkan teknologi yang dinamai Konanta--yang tak lain merupakan akronim dari Konservasi Air Tanah. Direktur Teknik PT Spekta Properti Indonesia, Ahsanul Haq menyebut prinsip kerja Konanta sangat mudah. Intinya air hujan dikembalikan ke dalam bumi.

"Alat ini berupa tabung fiber berpori berdiameter 1 m dengan kedalaman 5-7 m yang ditanam di dalam tanah. Fungsinya semacam biopori, tapi berkapasitas besar dan bukan hanya meresapkan air ke bawah melainkan juga ke arah samping dengan lebih merata layaknya akar tanaman," terangnya dalam perbincangan Bumi Kita di KBR68H, Kamis (23/1).

Lebih lanjut ia menjelaskan, konsep mengembalikan air hujan ke dalam bumi adalah hal paling bijak dilakukan untuk daerah tangkapan air Jakarta, seperti di kawasan Lenteng Agung dan Margonda. Sejak membangun LA City dua tahun ini, ia sudah mempraktikkannya di Lenteng Agung.

Pada 15 Desember 2012 lalu pihak Spektra sudah menanam 6 titik di sekitar proyek LA City. Hasilnya, konanta-konanta itu bermanfaat saat banjir terjadi. “Hari ini beberapa daerah di ibu kota tergenang. Beberapa catchment area yang diprediksi bebas tergenang hari ini sudah mulai tergenang. Lenteng Agung, alhamdulillah aman. Semoga ini menjadi hasil kinerja baik warga dalam menjaga drainase yang baik. Tandon konanta yang kami pasang bersama warga terbukti efektif, dan retention pond LA City seluas 2.600m2 dengan kedalaman sampai 3,5 meter berjalan baik,” ujar pria yang akrab disapa Anol.

“Sekarang bisa dilihat, sejak Jakarta banjir pertama minggu lalu apa ada beritanya Lenteng Agung kebanjiran?” katanya dengan nada bertanya.  Menurutnya, dari tanah LA City seluas 14.277 m2, tapak bangunannya hanya 1.486 m2, sisanya dimanfaatkan untuk area waduk, taman, dan lain sebagainya.

Teknologi ini,lanjut Anol, sudah dikenal sejak 1974 silam dan diyakini mampu menghindarkan warga dari bencana banjir yang sempat mengepung sebagian besar wilayah di Jabodetabek selama dua hari belakangan ini. Pengalaman sebelumnya, pada banjir 2012 lalu wilayah Lenteng Agung yang dipasangi konanta pun bebas banjir, apalagi hanya genangan. Menurut dia, konanta efektif mencegah banjir sekaligus mengamankan cadangan air tanah, khususnya di wilayah permukiman. Dengan memasukkan air hujan ke dalam tandon atau sumur, limpasan air hujan akan langsung meresap ke dalam tanah.

“Selain itu, sistem ini juga mampu mencegah kerusakan infrastruktur dengan memperpendek aliran air permukaan. Konanta juga dapat meningkatkan ketersediaan cadangan air tanah secara cepat, tepat, dan aman,” katanya.

Namun, ia mengakui sistem ini belum bisa diterapkan di seluruh wilayah. Margonda misalnya. Daerah ini belakangan juga sering terendam banjir, masih punya waktu untuk berbenah diri. Menurut Anol, drainase primer di sepanjang Margonda harus segera diatur menuju titik cacthment area atau daerah tangkapan air yang sesuai kontur wilayahnya. “Hal paling utama perlu dilakukan Pemkot Depok adalah memisahkan zona barat dan zona timur untuk mengelola drainase kota ini. Zona barat bisa masuk ke waduk-waduk yang ada di UI, sedangkan zona timur bisa langsung ke Sungai Ciliwung,” ujarnya.

Hal itu dibenarkan oleh Pengamat Hidrologi UI Ahmad Munir. Dia berasumsi, wilayah konservasi tanah itu tidak bisa ditentukan per wilayah. Kriterianya ditentukan oleh wilayah kesesuaian. Jadi kriterianya ada tiga biasanya; sesuai, sangat sesuai, tidak sesuai. "Jakarta Selatan kalau diukur menurut curah hujannya masuk dalam kategori yang sesuai. Wilayah itu kan memiliki curah hujan 2.500 milimeter per tahun," jelasnya.

Yang paling penting menjadi catatan, pastikan daerah yang akan ditanam teknologi konanta ini memiliki perbedaan muka air tanah kurang dari satu meter. Hal ini berfungsi untuk membedakan antara musim hujan dan musim kemarau. "Jadi syaratnya itu. Curah hujannya cukup tinggi dan tanahnya mengandung pasir dan tanah, sehingga mampu menyerap air dan tanah," tutupnya.

Editor: Doddy Rosadi

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending