Bagikan:

Pak Hakim, Anak Saya Tidak Membunuh Dicky

KBR68H, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menduga, vonis 7 tahun terhadap Andro Supriyanto dan Nurdin Prianto oleh Pengadilan Negeri Jakarta, Kamis lalu, sarat kejanggalan.

BERITA

Senin, 20 Jan 2014 14:50 WIB

Pak Hakim, Anak Saya Tidak Membunuh Dicky

dicky, pengamen, dibunuh

KBR68H, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menduga, vonis 7 tahun terhadap Andro Supriyanto dan Nurdin Prianto oleh Pengadilan Negeri Jakarta, Kamis lalu, sarat kejanggalan. Andro dan Nurdin, serta empat temannya yang lain divonis bersalah karena membunuh Dicky Maulana, pengamen jalanan, Juni tahun lalu.

Kejanggalan tersebut antara lain, BAP penyidik yang dibuat saat kondisi terdakwa dalam keadaan tertekan, pasca dipukul, dan ditendang. Kejanggalan lain, pengesampingan keterangan Iyan Pribadi alias Njaw yang mengaku sebagai pelaku sebenarnya. Apa sebenarnya yang terjadi dibalik vonis Andro Supriyanto dan Nurdin Prianto? Benarkah vonis tersebut sudah memenuhi asas keadilan?

Ibu Murni, keluarga Andro mengatakan, vonis 7 tahun dinilai sangat tidak adil. Murni mengutuk hakim yang memvonis kasus itu.

“Persidangan itu tidak ada gunanya. Anak saya itu tidak bersalah. Semua keterangan dan kesaksian tidak dijadikan pertimbangan, dan dikesampingkan. Pengadilan ini tidak benar! Saya berteriak pascakeputusan itu!” tegas Murni dalam program Reformasi Hukum KBR68H, Senin (20/1).
Murni menjelaskan, saat kejadian, Andro malam itu berada di Parung Panjang, dan ke Cipulir pada 9 pagi.

“Andro menemukan Dicky sudah dalam keadaan sekarat. Ia pun tiba belakangan dibanding teman-temannya yang lebih dulu melihat. Kemudian, ia mendapat info dari  teman-temannya tentang temuan korban Dicky. Teman-teman yang melihat lebih dulu tersebut yang menyampaikan kepada saya. Jadi, tidak benar anak kami melakukan pembunuhan!”katanya.

Pengacara publik LBH Jakarta, Johannes Gea menjelaskan, kejanggalan yang paling menonjol adalah hakim memberi putusan hanya berdasarkan berita acara pemeriksaan kepolisian. Pertimbangan ini jelas bertentangan dengan hukum acara pembuktian.

“Apa gunanya sidang jika bukti-bukti dan keterangan saat persidangan tidak digunakan sebagai bahan pertimbangan putusan. Padahal, dalam KUHAP sangat jelas dikatakan, bahwa apa yang terrbukti di persidangan lah yang akan dijadikan pertimbangan seorang terdakwa itu bersalah atau tidak bersalah,” tutur Johannes.

Dalam vonis putusan perkara itu, jelas Johannes, majelis hakim banyak menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang keliru, karena diperoleh berdasarkan asumsi dan BAP kepolisian.

“Di persidangan, saksi dengan jelas mengatakan saksi mengatakan fakta-fakta. Namun, kesaksian itu kemudian diplintir oleh hakim saat putusan, agar punya celah untuk mengatakan bahwa terdakwa bersalah. Contoh, kesaksian Iyan Pribadi, yang mengaku sebagai pelaku pembunuhan sebenarnya. Tapi, kesaksian itu tidak digunakan oleh hakim.”

LBH Jakarta menilai, kasus pembunuhan Dicky Maulana, bukan lah kasus yang  ringan. Karena menyangkut nyawa seseorang. Bahkan, kata Johannes, hakim yang memvonis pun terlihat ketakutan saat akan menjatuhkan hukuman.
“Saya tidak tahu hakim itu takut kepada siapa? Namun, hal itu terlihat saat ia akan membacakan putusan, di mana bibirnya bergetar, dan banyak berdehem. Yang saya baca, hakim takut menerima fakta-fakta yang terungkap di persidangan sebagai bahan membuat keputusan. Tapi, saya tidak tahu apa penyebab ketakutan itu.”

Marni menegaskan, pihaknya akan terus menuntut keadilan untuk kebebasan anaknya. Ia mengklaim, anaknya tidak bersalah.

“Saya akan tetap berjuang ke manapun, termasuk ke DPR dan Presiden SBY. Saya akan meminta beliau untuk melanjutkan kasus ini.”kata Murni.

Murni mengklaim, anaknya saat ini mengalami penganiayaan di lapas.

“Saya belum menjenguk anak saya di lapas. Saya ingin memastikan kondisi anak saya sekarang. Karena, saya mendengar pinggang anak saya terkena pisau di dalam lapas. Saya ingin memastikan itu nanti saat menjenguk.”

LBH Jakarta membenarkan, ada dugaan penyiksaan yang diterima oleh Andro dan Nurdin. Kata Johannes, penyiksaan dilakukan sebelum proses BAP dilakukan oleh kepolisian. Johannes mengaku, memiliki saksi-saksi yang melihat dan mendengar langsung penyiksaan itu.

“Memang ada penyiksaan. Kami memliki saksi-saksi. Pada awalnya ada 12 orang pengamen yang ditangkap, 6 orang kemudian dibebaskan, 6 lainnya dijadikan tersangka. Enam orang inilah yang kita jadikan saksi saat persidangan. Mereka inilah yang melihat dan mendengar dan terjadi penyiksaan, sejak saat ditangkap, dan sebelum proses pembuatan BAP. Andro dan Nurdin lah yang menerima siksaan paling parah. Yaitu dengan disetrum, dipukul dan dipaksa untuk  mengaku, karena memang dalam berita acara pemeriksaan dan dakwaan mereka adalah pelaku utama, atau pimpinan kelompok. Banyak saksi yang melihat dan mendengar siksaan itu. Yang ingin kami tekankan adalah, penyiksaan terjadi sebelum dibuatkan BAP. Setelah mengaku, baru mereka dibuatkan BAP. Inilah yang saya katakan mengapa hakim tidak serius saat persidangan. Ini tidak terbaca oleh hakim,” jelas Johanes.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Hamidah Abdurrahman mengakui, kepolisian masih sering menggunakan kekerasan dalam proses pemeriksaan. Baik itu dalam proses interogasi, ataupun penyidikan.  Namun, dalam kasus ini Kompolnas belum menemukan bukti adanya penyiksaan pada tersangka, saat itu.

“Harus diakui kekerasan memang masih terjadi. Namun, khusus untuk kasus ini Kompolnas sudah melakukan klarifikasi ke Polda Metro Jaya, saat itu. Saya baru mendengar saat ini bahwa kekerasan itu terjadi sebelum BAP. Saat itu kami fokusnya saat saat pemeriksaan BAP, kami panggil semua penyidiknya, ternyata memang tidak terjadi saat proses pemeriksaan. Kalau sebelum fase interogasi, memang dilakukan oleh beberapa pihak, bisa polisi atau sesama tahanan, yang memang saat itu memang sudah disiapkan untuk melakukan hal tersebut. Ini memang dilakukan untuk melemahkan kondisi tersangka, sehingga dalam proses pemeriksaan, istilah polisinya itu ‘lebih nurut’,” jelas Hamidah dalam acara yang sama via sambungan telfon.

Kata dia, masih terjadinya penyiksaan dikarenakan lemahnya pengawasan internal yang dilalukan oleh kepolisian.

“Kita hanya pengawas internal, tak bisa langsung menyidik para anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran. Jika, pengawasan internal tak berjalan, tentu hal ini masih akan terus terjadi. Namun, masih ada kesempatan untuk dilakukan penyelidikan ulang jika ada bukti-bukti baru yang ditemukan oleh LBH Jakarta, mengenai kasus ini. Kami menunggu bukti itu, dan akan kembali melakukan klarifikasi ke Polda Metro Jaya, dan Irwasum,” tegas Hamidah.

Untuk solusi jangka panjang, imbuh Hamidah, Kompolnas sudah menyarankan kepada Kapolri Sutarman, agar segera mengeluarkan petunjuk teknis, dan menghentikan semua bentuk kekerasan terhadap tersangka selama sebelum atau saat proses penyidikan.

“Kami juga minta seluruh tersangka di Kepolisian untuk didampingi oleh pengacara saat menjalani penyidikan, untuk mencegah terjadinya kekerasan. Untuk itu pengawasan internal sangat penting, terlebih dengan banyak polsek dan polres di Indonesia. Kami sudah minta Kapolri untuk mengeluarkan petunjuk teknis.”ujar Hamidah.

LBH Jakarta, menyambut baik bantuan yang ditawarkan oleh Kompolnas untuk menyelidik ulang kasus pembunuhan di Cipulir. Johannes menyatakan, bakal segera menyerahkan semua bukti yang dimiliki ke Kompolnas, dalam waktu dekat. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang telah melindungi saksi penting dalam kasus ini, Iyan Pribadi. Namun, yang terpenting kata Johannes, Pemerintah harus segera mengeluarkan aturan khusus yang mengatur tentang antikekerasan dalam penyelidikan, atau penyidikan oleh aparat.

“Ini sesuai dengan konvensi internasional antikekerasan yang sudah ratifikasi oleh Indonesia, beberapa waktu lalu. Aturan ini penting, agar tidak ada lagi kekerasan dalam proses penyidikan atau penyelidikan.”kata Johannes.

Editor: Doddy Rosadi


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending