KBR68H - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan memberikan penghargaan kepada empat kabupaten/kota berprestasi akhir Januari nanti. Tapi selain prestasi positif itu, tercatat ada 300 pemerintahan kabupaten/kota dengan prestasi kurang memuaskan.
Bagaimana data lembaga Ombudsman RI soal kinerja pemerintahan daerah?
Berikut perbincangan dengan anggota Ombudsman RI Budi Santoso dalam Sarapan Pagi KBR68H.
Terkait dengan 300 kabupaten/kota ini akuntabilitasnya dinilai buruk kinerjanya. Kalau berdasarkan laporan yang masuk ke Ombudsman terkait kinerja pemerintah daerah apa saja yang menjadi catatan?
“Memang data empat tahun terakhir dari 2010 sampai sekarang ini memang di data laporan kami itu membuktikan pemerintah daerah itu tertinggi laporannya. Jadi tingkat komplain terhadap pelayanan di pemerintah daerah itu tertinggi, angkanya mencapai 43,8 persen tahun kemarin, tahun sebelumnya juga sekitar itu. Kalau didalami lebih lanjut, angka dari 43,8 persen itu ternyata juga membuktikan bahwa pemerintah kabupaten/kota itu tertinggi dibanding misalnya dengan provinsi atau kecamatan atau kelurahan.”
“Kalau soal pemerintah daerah terkait pelayanan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) seperti perizinan, administrasi kependudukan, dan seterusnya. Memang sentralnya ada di kabupaten/kota, masalah pelayanan publik di pemerintah daerah dalam hal ini kabupaten/kota memang banyak diadukan kepada kami. Ternyata pelayanan yang berlarut-larut maksudnya bertele-tele, lambat dan lama prosesnya itu menempati posisi tertinggi.”
Jadi hampir sama hasil evaluasi dan laporan yang diterima Ombudsman terkait kinerja kabupaten/kota ya?
“Betul. Kalau melihat angka persentase dari kami dan juga dari mungkin survei atau penilaian itu sebenarnya sejalan. Itu menunjukkan bahwa persoalan-persoalan di pemerintah daerah khususnya kabupaten/kota harus mendapatkan atensi yang lebih, khusus.”
“Mungkin saya bisa memberikan contoh yang sangat konkret karena ini berdasar laporan, misalnya di pemerintah kabupaten/kota itu sekarang trennya begitu terpilih bupati atau walikota yang baru itu hampir semua Kepala SKPD itu kemudian diganti. Sayangnya visi dari bupati atau walikota yang terpilih ini tidak berbasis pada the right man on the right place, kepentingan masyarakat, pelayanan publik, dan seterusnya itu tidak. Jadi yang ditaruh di posisi-posisi penting di kepala-kepala dinas yang langsung berhubungan dengan masyarakat karena dia memberikan pelayanan publik itu biasanya tim suksesnya. Anggota tim sukses itu ditaruh di posisi-posisi tertentu, kadang-kadang jauh sekali dari kompetensi kapasitas kemampuannya.”
“Contohnya di Dinas Pendidikan itu ada kabupaten/kota yang background kepala dinasnya itu sebelumnya adalah pejabat di urusan pertamanan yang mengurusi taman sebelumnya, ada lagi yang mengurus pemakaman tiba-tiba jadi Kepala Dinas Pendidikan.”
Contoh kasusnya bisa disebutkan daerah mana?
“Di Jawa Tengah, Jawa Barat, salah satu provinsi di Sulawesi. Kalau contoh yang begini banyak, bahkan pejabat tinggi di Kemdikbud juga mengeluhkan hal itu kepada kami, karena sekarang Kemdikbud tidak punya tangan untuk menjangkau sampai ke kabupaten/kota. Karena urusan pendidikan atas dasar rezim otonomi, desentralisasi jadi urusan kabupaten/kota.”
Biasanya orang-orang yang dibawa ini berdasarkan orang-orang yang mungkin tim sukses partai politik ya?
“Tim suksesnya bupati. Yang sangat menyedihkan di dunia pendidikan misalnya sampai ke kepala-kepala sekolah juga begitu. Jadi ada istilah bedol deso karena begitu bupatinya terpilih banyak kepala sekolah yang dulu tidak mendukung waktu Pilkada dan seterunya kemudian dipindah begitu saja, diganti orang-orang yang sebenarnya tidak memenuhi kompeten dan seterusnya, akibatnya di lapangan sangat berat.”