KBR68H, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai pelaksanaan pemilu serentak legislatif dan presiden akan menghemat keuangan negara.
Anggota KPU, Sigit Pamungkas mengatakan salah satu pos anggaran yang banyak terpangkas adalah biaya upah petugas penyelenggara Pemilu. Kata dia, selama ini KPU menggelontorkan 60 persen dana pemilu untuk upah petugas.
"Postur anggarannya tentu lebih mudah dan murah. Kalau sekarang kan bisa sepanjang tahun. kalau disatukan hanya sekali bayar saja. Jadi aparaturnya lebih murah. Kedua, logistik juga lebih murah karena biaya pengiriman dan proses tender hanya sekali," kata Sigit di Jakarta.
Sigit Pamungkas menambahkan, pemilu serentak memerlukan penambahan jumlah logistik seperti kotak suara baru. Lebih laniut kata dia, tigkat pengamanan juga harus ditingkatkan karena tensi politik akan lebih besar.
Hari ini, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permintaan uji materi dan memutuskan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Legislatif diselenggarakan serentak mulai 2019 mendatang.
Kampanye Mengandung SARA
Sementara, terkait kampanye Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) di Pemihanan Umum tahun ini, KPU berjanji akan menghalaunya.
Anggota KPU Arief Budiman mengatakan, Undang-undang Pemilihan Umum sebenarnya sudah melarang kampanye berbau SARA. Menurutnya, sanksi akan diberikan secara bertahap bagi mereka yang melanggar aturan tersebut.
“Kalau ada sanksi SARA dan ia melakukan itu terbukti, itu sanksi pidana dan itu yang menyelesaikan Kepolisian, bukan KPU. Administratif adalah penghentian kampanye. Pertama kita peringatkan, kalau nggak bisa kita kasih peringatan tertulis, masih dilakukan lagi kita stop tidak boleh kampanye. Kalau lakukan itu dan terbukti kita stop kampanyenya, tapi polisi yang selesaikan pidananya. Ada aturan KPU? Di undang-undang sudah disebut. Peraturan KPU mengutip dari UU tersebut,” ujar anggota KPU Arief Budiman di gedung Komisi Pemilihan Umum, Kamis (23/01).
Sebelumnya, Gerakan Kebhinekaan untuk Pemilu Berkualitas mendesak KPU tegas melarang kampanye yang mengungkit SARA. Gabungan berbagai organisasi pro toleransi ini khawatir akan penggunaan pidato kebencian pada kelompok minoritas sebagai kampanye. Menurutnya, pemilihan kepala daerah di berbagai tempat membuktikan banyak penggunaan SARA sebagai bahan kampanye.
Editor: Anto Sidharta
Recent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai