Bagikan:

Dirjen Minerba ESDM: Tak Ada Lobi dari Freeport dan Newmont

lobi, freeport, newmont, ESDM

BERITA

Senin, 13 Jan 2014 16:24 WIB

Author

Doddy Rosadi

Dirjen Minerba ESDM: Tak Ada Lobi dari Freeport dan Newmont

lobi, freeport, newmont, ESDM

KBR68H,Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral masih memberi kelonggaran terhadap sejumlah perusahaan tambang untuk mengekspor bijih mineral mentah. Perusahaan-perusahaan yang diberikan kelonggaran sebelumnya sudah berjanji akan membuat smelter atau fasilitas pemurnian mineral dalam jangka waktu tertentu.
Perusahaan itu di antaranya PT Freeport Indonesia dan PT Newmont.

Kenapa pemerintah memberi kelonggaran kepada perusahaan tambang? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Irvan Imamsyah dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar dalam program Sarapan Pagi.

Setelah ada penerbitan Peraturan Pemerintah ini kabarnya bahwa ini akan ada kelonggaran, tidak bisa benar-benar diterapkan 100 persen ke seluruh perusahaan tambang. Tanggapan Anda?

Pertama kita harus melihat aturan di perundang-undangan. Ada dua jenis izin, satu dalam bentuk izin dimana mereka harus melakukan pengolahan dan pemurnian. Jadi mereka memang masih diberi kesempatan asal tidak menjual bahan mentah, itu tidak melanggar Undang-undang.

Berapa lama?

Mereka tidak tidak dibatasi waktunya yang penting tidak melanggar Undang-undang dan tidak mengekspor bahan mentah.

Tidak dibatasi waktunya berarti lima tahun ke depan tetap diberi kelonggaran?

Ujungnya harus memurnikan. Oleh sebab itu kita akan kontrol mereka dengan pengendalian jumlah yang boleh diekspor hasil pengolahannya dan juga akan dikenakan bea keluar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sifatnya tentunya bisa progresif, sehingga memang mereka tidak lagi ekonomis mengolah saja tetapi juga harus memurnikan. Karena nanti pada saat sudah dimurnikan itu tidak kena bea keluar, jadi kita pengendaliannya lewat sana. Mudah-mudahan dalam waktu tiga tahun atau lebih kurang lagi itu bisa mencapai kegiatan pemurnian mereka 100 persen.

Itu berlaku bagi semua perusahaan tambang atau seperti apa?

Poinnya adalah tidak boleh ekspor bahan mentah, tapi yang bisa diekspor adalah bahan olahan atau pemurnian. Jadi ini berlaku untuk semua perusahaan.

Isinya adalah larangan ekspor bahan mentah seperti emas, bauksit, tembaga, nikel, bijih besi, dan batu bara. Tapi masyarakat tidak mendapatkan informasinya secara menyeluruh ya?

Memang banyak kegiatan tambang yang sudah melakukan kegiatan pemurnian. Misalnya dari dulu kita mengekspor logam timah jadi tidak perlu lagi ada bahan olahan timah. Jadi seperti timah, emas, perak, bauksit, nikel itu harus sudah dalam bentuk logam. Lalu bagaimana dengan yang lain kita punya bijih besi, pasir besi, zinc, timbal, mangan ya itu bisa diekspor dalam bentuk hasil olahan. Misalnya bahan bakunya misalkan 52 persen pasir besi lalu harus ditingkatkan paling kecil 58 persen baru kemudian bisa diekspor.

Ada lagi tidak poin-poin penting lainnya di dalam PP Minerba yang disahkan SBY kemarin?

Jadi memang Peraturan Pemerintah dikeluarkan pada tanggal 11 Januari dan itu hanya mengurai bagaimana implementasi dari Undang-undang No. 4 Tahun 2009 intinya adalah semua kegiatan ekspor bahan mentah itu dilarang. Lalu ini dijabarkan di dalam Peraturan Menteri ESDM yaitu mengenai batasan minimal mana itu pengolahan dan mana itu pemurnian. Oleh sebab itu di dalam Permen ini akan sangat tegas kalau kita ingin mengolah bauksit batas minimal pemurniannya seperti apa, kemudian nikel seperti apa, ini variannya banyak sekali. Seperti nikel itu mungkin ada sepuluh jenis produk yang bisa dihasilkan dari hasil pemurniannya.

Ada yang menyebutkan bahwa batasan konsentrat yang ditetapkan itu 15 persen ini dianggap menguntungkan Freeport dan Newmont, karena mereka memang sudah memiliki konsentrat itu dengan batasan 15 persen. Kenapa tidak ditingkatkan lagi?

Pemain untuk konsentrat tembaga itu pemainnya bukan hanya perusahaan Freeport dan Newmont tapi banyak, bahkan tambang-tambang skala beberapa hektar itu banyak melakukan kegiatan penambangan tembaga. Mereka tidak bisa mencapai Freeport yang selama ini 25 persen, Freeport tidak mungkin menurunkan di bawah 25 persen. Karena kalau dia menurunkan manakala akan dimurnikan dan perusahaan yang memurnikan itu lain mereka kena penalti, jadi tidak mungkin Freeport menurunkan. Bagaimana dengan UP kecil, mereka tidak bisa mencapai 25 persen mereka hanya bisa tadinya 10 persen. Oleh sebab itu kita ambil angka 15 persen sehingga perusahaan-perusahaan kecil bisa mengolah sampai setingkat itu. Perlu diketahui kalau di alam itu kandungan tembaga itu cuma 2 persen jadi dia harus dinaikkan menjadi 5 persen. Jadi untuk Freeport dan Newmont tidak mungkin menurunkan, ini bukan untuk Freeport dan Newmont tetapi untuk yang kecil-kecil. Jadi mesti adil juga kita karena mereka tidak mungkin sampai ke 25 persen.

Bukan karena ada ketakutan bakal ada PHK besar-besaran dan merugikan pendapatan pemda?

Bahwa kemungkina ada itu bisa saja. Misalkan yang selama ini mengirim bahan mentah berarti ada katakanlah PHK. Tetapi harus diingat manakala kita suatu saat bisa memurnikan, maka tenaga kerja tiga kali lipat dari hanya menambang saja. Jadi akan ada kompensasi penerimaan tenaga kerja yang lebih besar lagi.

Kalau untuk konsentrat 15 persen ini untuk apa saja?

Jadi untuk tembaga memang batas konsentratnya adalah lebih dari 15 persen. Kemudian untuk bijih besi itu konsentratnya mencapai lebih besar atau sama dengan 51 persen ya tertantung bahan bakunya karena bervariasi. Pasir besi ini batas minimum pengolahannya itu lebih besar atau sama dengan 58 persen. Logam mangan pengolahannya batas minimal adalah 49 persen.
 
Ada tudingan juga bahwa ketika Freeport dan Newmont ini selamat dari batas ambang 15 persen ini ada lobi-lobi. Bagaimana?

Saya kira tidak benar itu. Jadi penentuan ini didasarkan atas pertimbangan dengan melalui proses pertemuan dengan asosiasi misalnya asosiasi tembaga, asosiasi pasir besi, asosiasi bijih besi, asosiasi bauksit. Jadi kita sudah melalui proses panjang ya dan tidak perlulah ada deal seperti itu kalau kita bekerja untuk negara. 


Kalau untuk pelaksanaan tadi disebutkan tidak ada batas waktu asalkan mereka tidak mengekspor bahan mentahnya. Tapi mereka harus buat smelter, batas waktunya kapan?  


Memang mereka wajib bangun smelter. Oleh sebab itu saya katakan tadi kita akan mengendalikan, lalu nanti pemerintah mengenakan bea keluar secara progresif. Sehingga pada satu titik mereka tidak lagi bisa mengolah tetapi harus membangun smelter, perkiraan kami tidak lebih dari tiga tahun.

Bagaimana jika ada perusahaan tambang yang melakukan pemurnian dengan memberikannya kepada pihak ketiga? apakah dibolehkan?

Jadi membangun smelter itu butuh dana, investasi cukup besar. Oleh sebab itu mereka yang menambang belum tentu juga bisa membangun smelter, maka Undang-undang itu memberikan kesempatan mereka bisa kerjasama dengan pemegang smelter. Misalnya di Sulawesi Tenggara itu banyak pemilik UP nikel misalkan dan mereka tidak bisa memurnikannya maka bisa bekerjasama dengan PT Aneka Tambang, bisa bekerjasama dengan pemegang smelter yang sudah jadi.
 
Antisipasi kalau sampai kemudian nanti muncul penjualan bahan mentah secara ilegal bagaimana?

Jadi ada barikade-barikade buat bea cukai itu adalah pintu terakhir yang akan melihat. Manakala terjadi pelanggaran ada aparat kepolisian yang bisa juga di-backup TNI, jadi semua siap mengamankan kebijakan ini. Tentu ada surat izin ekspor dan itu sebelum melakukan ekspor diaudit dulu produk yang akan diekspor oleh badan-badan bersertifikat misalnya Sucofindo, baru mereka bisa ekspor.

Ini baru saja dikeluarkan PP-nya tapi Menteri Keuangan sudah mengatakan ada potensi kehilangan penerimaan negara sekitar Rp 10 triliun ini bagaimana?
 
Kalau kita lihat misalkan tahun 2013 itu devisanya sekitar USD 11 miliar itu dari mineral logam saja. Memang pasti dengan adanya larangan ekspor ini diperkirakan 2014 ini memang ada kehilangan sebesar itu. Tetapi tahun berikutnya akan berkurang kerugian tadi, tetapi dua tahun kemudian 2016 itu sudah menjadi dua kalinya dari devisa tahun 2011, tahun berikutnya dua setengah kali lagi. Memang ini seperti menyembuhkan penyakit kita pahit sedikit tetapi kemudian kita bisa sembuh dan bisa fit lagi. Tetapi yang harus diingat adalah ada intangible aset yang tidak terhingga manakala kita mampu membuat inovasi teknologi pemurnian maka suatu saat ini bisa dimanfaatkan kita mengolah sumber negara lain. Kalau kita asik mengekspor kita tidak punya keahlian apa-apa, ini yang harus kita sadari juga ada aset bangsa yang lebih tinggi kemampuannya.

Sorotan publik pada perusahaan tambang besar seperti Freeport dan Newmont dikabarkan tidak mampu membuat smelter. Ada target misalnya mereka tahun 2014 ini bikin tambahan smelter berapa begitu?

Yang jelas mereka wajib membangun smelter, kalau tidak ya konsekuensinya dicabut dan harus kita ingatkan dari waktu ke waktu. Jadi sampai titik tertentu mereka tidak mampu lagi ya sudah kita juga harus mampu mengambil alih Freeport dan Newmont.

Bisa ya?

Harus begitulah kalau kita bangsa yang berdaulat.
 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending