Bagikan:

TDL Naik, Daya Saing Industri Makin Terpuruk

KBR68H

BERITA

Selasa, 08 Jan 2013 11:09 WIB

Author

Doddy Rosadi

TDL Naik, Daya Saing Industri Makin Terpuruk

TDL naik

KBR68H – Pemerintah memastikan akan menaikkan tarof dasar listrik pada tahun depan sebesar 15 persen. Kenaikan tersebut akna dilakukan secara bertahap yaitu tiap tiga bulan sekali. Bukan hanya listrik, harga BBM subsidi juga ada kemungkinan ikut naik pada 2013. Lalu bagaimana dunia industri menyikapi kenaikan TDL ini? Seberapa besar dampaknya terhadap biaya operasional? Simak perbincangan KBR68H dengan Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPPMI) Franky Sibarani

Rencananya tarif dasar listrik bakal naik tahun depan, bagaimana kalau dari sisi pengusaha menyiasatinya?
 
Kalau siasat tentu ada saja. Maksudnya untuk lebih meningkatkan kinerja di tahun 2013, meskipun situasi saat tahun 2013 tahun yang paling berat untuk industri secara umum tentunya juga industri makanan. Mengenai kenaikan TDL ini sebetulnya memang sudah pernah dikomunikasikan dengan pemerintah beberapa kali dan pada saat yang lalu akhirnya kita melihat kenaikan 15 persen ini harga mati dari pemerintah, untuk menekan subsidi. Tetapi kalau dilihat dari prosesnya memang beberapa opsi yang disampaikan oleh PLN dalam beberapa kesempatan, ,memang kenaikan bertahap ini salah satu opsi yang sudah dibahas. Tetapi yang kami tidak melihat proses pemerintah adalah bahwa proses TDL, UMR, proses pembahasan mengenai kenaikan gas itu sebetulnya berujung kepada peningkatan biaya produksi. Artinya, kalau semua ketiga komponen ini naik maka daya saing produk industri akan semakin terpuruk. Di sisi lain, produk kami sebenarnya sangat rentan  terhadap produk impor kemudian terhadap kenaikan-kenaikan biaya lain-lain, termasuk kenaikan TDL. Jadi kalau dilihat prosesnya, sebetulnya kita keinginannya tentu kenaikannya tidak lebih dari 10 persen. Tetapi kalau dengan kenaikan yang bertahap ini memang membantu tetapi sedikit, karena kalau dinaikkan 15 persen pada Januari tentu berat. Dengan kenaikan bertahap per tiga bulan ini memang sedikt lebih baik membantu, tetapi secara keseluruhan tetap beban industri cukup besar. Artinya tidak dilihat sepotong-potong, pemerintah selalu melihatnya sepotong seperti kenaikan TDL 10 persen, kemudian proses kenaikan UMR di atas 20 persen. Jadi kita lihat sebetulnya memang pendekatan pemerintah selalu terkotak-kotak didalam konteks industri dan perekonomian, sehingga tidak melihat secara utuh apakah mau dibawa kemana industri dalam negeri terhadap produk impor maupun produk global.

Kalau dampaknya terhadap harga produk barang dan jasa sendiri bagaimana?

Kalau di makanan dan minuman memang TDL itu sekitar 5 persen, komponen terhadap biaya produksinya. Karena selain TDL juga ada sumber-sumber energi lain, tapi kalau menggunakan gas ongkos produksinya menjadi sekitar 10 persen untuk biaya energi industri kami. Kalau kenaikan TDL ini tentu bukan satu-satunya yang mengakibatkan kenaikan biaya produksi maupun berujung pada kenaikan harga. Karena pada saat yang bersamaan per Januari kita sudah harus membayar UMR yang baru dimana di atas 20 persen, kemudian pada saat yang sama juga TDL naik sekitar 3-4 persen. Kemudian kondisi logistik, kondisi infrastruktur tidak ada perubahan. Artinya beban-beban yang sementara ini sedang terjadi tetap ada dan di sisi lain ada tambahan, yaitu TDL dan UMR, belum lagi per 1 April kenaikan harga gas 15 persen.
Ada solusi dari pengusaha yang disampaikan ke pemerintah?
Kita melihat bahwa sebagian besar pada koordinasi terakhir itu kita coba meningkatkan penggunaan teknologi. Artinya bahwa sekarang sudah bukan waktunya lagi kita melakukan pendekatan industri padat karya, artinya bukan menggunakan tenaga manusia sebanyak-banyaknya atau lebih banyak. Sekarang beberapa pekerjaan kita sudah mulai pindah dengan menggunakan mesin, meskipun prosesnya bukan di tahun 2013  tetapi 6 bulan sebelumnya. Itu akan terus bejalan ke depan, sehingga penggunaan tenaga manusia di dalam industri makanan dan minuman khususnya di menengah besar itu bisa ditekan.

Ini karena kenaikan tarif dasar listrik atau disebabkan masalah lain juga upaya untuk mengurangi tenaga manusia?

Sebetulnya ini biaya produksi, kalau biaya produksi tidak bisa kita melihat biaya tenaga kerja, listrik, gas, tidak bisa begitu.  Jadi total biaya produksi harus kita lakukan keseimbangan, sehingga bisa terus eksis industri kami, itu satu strategi yang kita lakukan. Kedua, tentu didalam persaingan dengan produk impor yang notabene produk impor tidak mengalami kenaikan karena tergantung kurs rupiah dolar. Jadi kita minta kepada pemerintah, produk impor tentu kita harus siasati sehingga produk dalam negeri bisa bersaing di dalam negeri. Salah satunya memang kita menyambut baik keputusan Kementerian Perdagangan untuk memperpanjang pelabuhan tertentu untuk produk makanan, itu yang selesai tahun 2012 ini diperpanjang 1 tahun. Artinya produk-produk yang masuk Indonesia itu dibatasi 7-8 pelabuhan dan harus memiliki importir terdaftar. Proses ini tentu membantu kami untuk di tahun 2013, tentu banyak hal-hal yang bisa membantu lagi misalnya proses di BPOM yang semakin baik, tentu itu kita apresiasi. Kemudian proses di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian yang membantu, sehingga izin-izin bahan baku itu lebih mudah dan efisien. Hal-hal ini tentu membantu kami dalam kondisi yang cukup berat, sisi lain ekspor itu tidak bisa diandalkan secara penuh untuk industri makanan dan minuman. Karena hampir 95 persen lebih produsen dalam negeri bertumpu pada pasar dalam negeri sendiri, sehingga kita memang harus mengoptimalkan pasar dalam negeri sendiri.
 
Apakah ada rencana dari pengusaha untuk meminta insentif dari pemerintah?

Kita melihat insentif itu tidak banyak efektifnya. Kita dulu pernah dapat beberapa untuk susu, beberapa peralatan industri makanan dan minuman, tetapi kita tidak melihat itu tidak efektif. Sebenarnya yang kita inginkan hanya asal pemerintah bisa menjamin kepastian hukum, penjaminan keamanan. Karena pengalaman di tahun 2012 ini banyak sekali demo dan juga banyak sekali gangguan terhadap hasil produksi. Katakanlah misalnya ada demo saja itu sudah menghentikan produksinya untuk 1-2 shift, bahkan untuk 1 hari tidak berproduksi. Tentu situasi ini sangat mengganggu proses produksi, dimana tahun 2013 dengan pasar Eropa dan Amerika itu tidak membaik, tentunya Indonesia menjadi target pasar dari semua produk makanan dan minuman yang ada di dunia.               
         

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending