KBR68H, Jakarta - Awal tahun ini Indonesia digemparkan banyak bencana alam. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana alam seperti tanah longsor, putting beliung, gelombang pasang, sampai banjir akan terjadi sepanjang 2013. Juru bicara BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan peningkatan bencana itu tidak terlepas dari pengaruh perubahan iklim global serta pencemaran akibat manusia.
Mengingat sejumlah daerah di Indonesia rawan terhadap bencana, maka perlu adanya kesigapan dari masyarakat dalam menghadapi bencana yang mungkin terjadi. Hal ini jelas dibutuhkannya peran perangkat daerah serta pemerintah agar masyarakatnya memiliki kesiapan saat menghadapi becana alam.
Sayangnya, sampai saat ini belum sepenuhnya daerah-daerah di Indonesia memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Padahal sejak terbentuknya undang-undang penanggulangan becana yang akhirnya membentuk sebuah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengharuskan setiap daerah memiliki BPBD.
Menurut catatan BNPB hingga kini Indonesia baru memiliki 388 BPBD dari 497 kabupaten kota yang ada. Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Sugeng Tri Utomo mengatakan, dari BPBD yang tersedia tidak semua pula yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
“BPBD yang baik itu harus sudah bisa menjalankan tugas dan fungsinya. Misalnya, memiliki peta rawan rencana, perencanaan bencana, system peringatan dini, dll,” tuturnya.
Sayangnya, beberapa BPBD yang ada belum memaksimal dalam menjalankan tugasnya. Ini disebabkan adanya kendala seperti minimnya dana yang disediakan oleh pemda setempat. Sementara, BPBD yang belum ada di sejumlah daerah lebih disebabkan ketidaksiapan pemda dengan DPRD.
“Selama ini pembentukan BPBD atas persetujuan pemda dan DPRDnya. Itu tergantung komitmen pemda yang perlu menganggap penanggulangan bencana itu sebagai hal penting,” tuturnya.
Namun, Sugeng menambahkan beberapa daerah ada pula yang menganggap bahwa daerahnya bukan wilayah rawan bencana.
Sekretaris Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Hening Harlan mengatakan, di Indonesia kebiasaan yang sering muncul yaitu merespon bencana setelah itu melakukan persiapan dan penanggulangannya.
“Padahal, seharusnya itu preapare to respons, jadi berpikir pada saat bencana mereka ngapain. Nanti kalau bencana seperti gempa sudah terjadi baru muncul gregetnya untuk membentuk BPBD di daerah yang sebelumnya tidak ada,” imbuh Hening.
Meski begitu masyarakat Indonesia memiliki jiwa sosial yang besar dalam membantu sesamanya yang menjadi korban bencana. Hal ini terlihat dari sejumlah bencana yang kerap terjadi. Seperti tsunami di Aceh, Jogya, dan Sumatra Barat, termasuk yang terkini banjir yang melanda Ibu Kota Jakarta. Dari setiap bencana yang terjadi, tidak sedikit orang yang rela memberikan bantuan untuk para korban bencana tersebut.
Kata Hening, hal ini tidak boleh dianggap remeh seharusnya menjadi respon pemerintah untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat agar tanggap terhadap bencana.
Lantas hal apa yang perlu diantisipasi bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana? Sekjen MPBI, Hening Parlan mengatakan masyarakat dapat bersikap sigap saat menghadapi bencana yang diprediksi akan terjadi.
“Kita bisa memulai dari hal-hal yang kecil disekitar kita. Misalnya, seperti banjir kemarin, kalau anda sudah tahu daerah yang ditinggali rawan banjir maka perlu disiapkan batrei untuk penerang ketika listrik mati, air minum, dan lainnya,” jelasnya.
Meski masyarakat sigap, peran pemerintah daerah pun harus turut membantu rakyatnya ketika terjadi bencana. Bantuan itu dapat terjalin melalui BPBD. Kata Hening, bila suatu daerah belum memiliki BPBD maka yang difungsikan lembaga yang ada sebelumnya yaitu “satkorlaps”.
Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia mengajak seluruh elemen masyarakat maupun LSM peduli lingkungan, dan industri agar belajar dari peristiwa bencana yang terjadi, salah satunya seperti banjir Jakarta.
“Mari, sekarang kita edukasikan masyarakat dengan pesan-pesan moral. Kita lakukan persiapan sebelum bencana itu datang, bahkan dapat dicegah melalui kebiasaan kita,” kata Hening .