KBR68H, Jakarta- Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan secepatnya membuat payung hukum untuk proyek terowongan multiguna atau multipurpose deep tunnel. Proyek deep tunnel ini akan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jakarta dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Diharapkan ini bakal mengurangi genangan air yang ada di ibu kota Jakarta. Layakkah Jakarta punya deep tunnel? Pengamat Tata Kota Firdaus Ali mengupasnya dalam perbincangan berikut ini.
Perlukah payung hukum lainnya dalam pelaksaan deep tunnel nantinya?
Kita sekarang ada di ranah polemik yang tidak mudah. Pertama adalah ide MPDT itu bukan datang tiba-tiba begitu Jokowi bangun kemudian dia panggil saya, tidak. 12 Desember tahun 2005 tidak diekspos media pada saat itu, karena tidak ada masalah tidak ada yang tertarik. Kemudian ketika banjir besar tahun 2007 melanda ibukota, tanggal 5 Maret saya paparkan kepada Pak Sutiyoso lalu langsung menyambar ini. Kemudian beliau pelajari, beliau meyakinkan pemerintah pusat, lalu kemudian kita bergulir ke Pak Jusuf Kalla pada saat itu sebagai wakil presiden menyambut baik dengan antusias sekali, sehingga beliau memimpin rapat empat kali berturut-turut.
Lalu kemudian berganti rezim kepada Pak Fauzi Bowo, lalu Pak Fauzi Bowo “tidak tertarik” kemudian ini terhenti di tengah jalan. Padahal pada saat rapat terakhir di kantor Wapres pada Mei 2008 itu adalah rapat untuk memfinalisasi dimana sudah ada investor yang langsung datang dari Jerman ke Indonesia, hanya pada saat itu Gubernur DKI Jakarta tidak bersedia meneruskan proyek ini dan tidak ada penjelasan pada saat itu.
Kedua adalah PMF ini tidak hanya dimaksudkan untuk mengendalikan banjir, kalau hanya untuk mengendalikan banjir uang sebesar itu tidak tepat. Bayangkan Rp 16,4 triliun itu besar sekali, Banjir Kanal Triliun itu kita hanya menghabiskan sekitar Rp 5 triliun lebih. Tetapi kemudian bahwa PMF tidak hanya untuk banjir, kenapa ini kemudian saya gagas karena ini kemudian juga tidak tiba-tiba, saya tinggal 10 tahun di Amerika dan saya menjalani semua ini lalu kemudian saya membantu di negara lain dengan isu yang sama. Lalu kemudian kita punya persoalan di negara ini apalagi di ibukota adalah bagaimana persoalan yang mendasar sekali, yaitu membebaskan tanah atau lahan untuk infrastruktur. Makanya dulu ide 2005 banjir, kemudian 2007 bangun waduk, situ tidak pernah selesai sampai sekarang. Karena membebaskan lahan adalah persoalan yang luar biasa pelik, ada Perpres No. 36 Tahun 2005, ada Perpres No. 65 Tahun 2006, bahkan ada Undang-undang No. 2 Tahun 2012 tanah untuk infrastruktur itupun tidak bisa menyelesaikan.
Selama 37 tahun kita menunggu sampai Banjir Kanal Timur selesai, itupun sampai hari ini belum selesai karena ada segmen yang belum berhasil dibebaskan. Kemudian kita gagas konsep tanpa tergantung pada pembebasan lahan ialah membangun di bawah tanah, ini juga bukan hal yang baru, di luar negeri di Singapura, Malaysia yang dulu belajar dari kita sekarang jauh dari kita. Kemudian untuk hanya infrastruktur banjir Rp 16,4 triliun ini mahal sekali, makanya kemudian saya integrasikan didalamnya adanya jalan tol. Sehingga infrastruktur berfungsi dan menghasilkan uang, sehingga tidak membebani APBD maupun APBN.
Jadi Rp 16,4 triliun tidak hanya bisa buat deep tunnel lalu?
Jalan tol, pengendali banjir, saluran air limbah perkotaan yang kita belum punya sampai hari ini. Kemudian adalah untuk penyediaan air baku untuk PAM, kita krisis air baku setiap saat sehingga cakupan layanan kita baru 36 persen dari total kebutuhan ibukota negara kita.
Adopsi persisnya dari mana?
Saya gabung dari Amerika, Malaysia, Singapura, Jepang, dan Hongkong.
Sudah ada semacam studinya dan sudah matang?
Alhamdulillah sudah matang. Makanya ini kesempatan bagus sekali saya dihubungi pagi ini biar kita tahu, bahwa kalau hanya mengamati dari jauh, tahu cerita dari orang, tidak tahu esensi dari ini adalah ini akan menyesatkan sekali. Kenapa, Malaysia ketika banjir besar melanda Kuala Lumpur tahun 2001 kemudian Mahatir mengumpulkan semua pakar sampai tahun 2002 akhir dan tahun 2003 dia putuskan membangun Smart Tunnel. Itu adalah terowongan dua fungsi pertama di muka bumi, itu membuat Malaysia punya lompatan 20 langkah ke depan dalam teknologi bawah tanah. Dengan semua kapasitas yang saya miliki, dengan waktu yang saya miliki saya membikit 100 langkah ke depan.
Anda menyebutkan tahun 2007 sudah sampai ke pemerintah pusat, berarti ini tidak butuh waktu lama untuk memulai ini?
Tidak. Persoalannya sekarang adalah pemerintahan Fauzi Bowo tidak memasukkan MPDT ke dalam RTRW 2011-2030 itulah persoalan sesungguhnya.
Kalau RPJMD dan RDTR ini digunakan sebagai salah satu solusi untuk payung hukumnya kira-kira pas?
Iya pas, itu yang diminta Pak Jokowi.
Itu cukup dengan dasar hukum disitu?
Seharusnya cukup. Kenapa, Pak Jokowi bilang kalau tidak dimasukan ke RTRW 2011-2013 ya masukan, ubah. Undang-undang Dasar 1945 saja kita amandemen berkali-kali, Perda yang kemudian didalamnya tidak mengazas isu-isu masa depan ya diganti, diubah.
Dikabarkan sudah ada yang tertarik untuk berinvestasi, dari perusahaan apa saja?
Saya tidak bisa sebut karena ini menyangkut masalah confidential, sebelumnya tiga sekarang sudah lima.
Dari negara mana saja?
Dari Eropa dua, dari Asia ada tiga. Terutama adalah tambahan dua ini kemudian CNN dan BBC sudah running text di Eropa dan Jepang, kemudian mereka menghubungi saya dengan cepat. Karena memang kalau ini jadi dilaksanakan ini adalah infrastruktur bawah tanah dengan fungsinya lebih dari dua dan pertama di muka bumi.
Kalau melihat Jakarta yang tanahnya banyak penurunan, apakah bisa terealisasi dengan baik?
Ini pertanyaan bagus. Pertama saya katakan, memang tanah di Jakarta tidak sama dengan Singapura dan Kuala Lumpur, jenisnya berbeda. Kalau di Kuala Lumpur tanahnya ada yang keras dan tidak, Singapura relatif keras tanahnya. Jadi persoalannya adalah pilihan teknologi, dalam membuat terowongan bawah tanah itu ada tiga kondisi, pertama kita berhadapan dengan batu cadas yang luar biasa, menggunakan mesin yang berbeda.
Persoalan kedua adalah bertemu dengan tanah yang isinya batu gamping atau kapur, itu juga menggunakan mesin yang berbeda. Ketiga adalah ketemu tanah yang betul-betul soft sekali, saya tinggal dua tahun di Boston, ketika pembuatan terowongan terbesar di dunia dia mesti melewati soil yang bekas kompos. Bayangkan lunaknya, tetapi kemudian tidak bisa digali sehingga yang dilakukan adalah dengan menggunakan liquid nitrogen yang diinjeksikan, dia membeku sekeras baja baru kemudian dibor. Semua itu sudah ada teknologinya, kalau ada teman-teman bertanya saya pikir kita tidak akan pernah melompat ke masa depan, hal yang remeh dipertanyakan. Tanah kita rata iya benar rata, ada yang mengatakan nanti ada sedimentas, sampah yang menumpuk, makanya kalau tidak paham jangan pernah berkomentar. Sebelum dia masuk ke terowongan itu kita punya holding pond yang kita desain, tugasnya holding pond ini memisahkan semua sampah sedimen yang ada, sehingga yang masuk terowongan terakhir yang sudah bebas sampah sedimen tadi. Kedua adalah dia tidak datar, dia miring ke utara, di utara nanti kemudian kita pompakan ke atas permukaan laut. Jadi ini yang kemudian semua tahu saya tidak butuh dukungan apa-apa, tapi yang saya katakan adalah inilah sumbangsih saya anak bangsa untuk negara ini, lambat atau cepat pasti kembali ke pilihan teknologi ini.