Bagikan:

Pengamat: Rekannya Ditahan KPK, DPRD Riau Tertekan

Akibat seperlima anggotanya ditahan KPK, kinerja DPRD Riau terancam lumpuh. Mereka tersandung kasus suap Pekan OLahraga Nasional (PON). Hingga kini saja, dari 55 anggota, sudah 10 anggota DPRD Riau yang tidak aktif. Terakhir, KPK menahan tujuh orang ang

BERITA

Kamis, 17 Jan 2013 19:11 WIB

Author

Anto Sidharta

Pengamat: Rekannya Ditahan KPK, DPRD Riau Tertekan

DPRD Riau

KBR68H – Akibat seperlima anggotanya ditahan KPK, kinerja DPRD Riau terancam lumpuh. Mereka tersandung kasus  suap Pekan OLahraga Nasional (PON). Hingga kini saja,  dari 55 anggota, sudah 10 anggota DPRD Riau yang tidak aktif. Terakhir, KPK menahan tujuh orang anggota DPRD Riau. Penahanan anggota DPRD ini ini membuat rapat paripurna DPRD Riau sulit memenuhi kuorum. Sebab, rapat paripurna mensyaratkan kuorom 38 anggota DPRD. Lantas, seperti apa pengaruh kasus ini pada situasi politik di sana? Simak penjelasan Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Riau, Andi Yusran dalam perbincangan berikut.

Sepuluh 10 anggota DPRD Riau ditangkap oleh KPK tersangkut kasus korupsi, seberapa besar pengaruhnya pada situasi di sana?

Pengaruhnya signifikan, sangat terasa betul. Saya melihat bukan karena kuantitas 10 orang itu, kalau 10 orang dengan 45 orang masih bisa bekerja. Tapi yang terpenting, setelah saya mencoba lakukan diskusi dengan beberapa anggota dewan nampaknya mereka dalam posisi tertekan. Jadi ada semacam  secara psikologis mereka memang agak sulit bekerja, karena dibayang-bayangi oleh kasus korupsi itu. Jadi bukan persoalan kurangnya 10 orang itu tapi lebih pada persoalan psikologis.

Maksudnya dibayang-bayangi kasus korupsi apakah ada indikasi mereka juga tersangkut sehingga ada ketakutan dari mereka atau seperti apa?

Karena sebagian dari mereka masih terperiksa. Seperti ketua dewannya sendiri dan beberapa orang lagi belum tersangka  tapi terperiksa, itu yang membuat mereka tertekan. 

Kalau dilihat dari masyarakatnya apa tanggapan mereka?

Mungkin masyarakat biasa melihat. Biasa melihat dalam artian bahwa perilaku seperti itu terjadi dimana-mana, menjadi semacam sebuah budaya, sehingga bukan barang baru. Jadi tinggal mengamini saja masyarakat bahwa itulah kualitas dan kondisi dewan kita sekarang ini.

Jadi memang tidak peduli begitu ya?

Sebagian peduli sebagian juga mungkin menganggap “biasa-biasa saja”. Karena itu menjadi budaya, dianggap sesuatu yang biasa. Kalau dulu satu kasus menghebohkan betul, dianggap ini diluar kebiasaan, tapi karena semua elemen koruptif sehingga hal seperti ini biasa nampaknya.

Artinya masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan kinerja dari wakil mereka?

Di satu sisi mereka mafhum, bahwa itu kondisi yang membuat mereka menjadi sulit bekerja. Di sisi lain masyarakat juga mungkin tidak terlalu berharap secara kelembagaan, terbukti dengan demonstrasi-demonstransi itu signifikasi larinya ke kinerja yang memang kurang optimal.

Jadi tidak ada pengaruh apa-apa pada tataran publik, apalagi kalau kita lihat tidak hanya DPR, pemerintah daerah juga hal yang sama terlibat korupsi kemudian setelah keluar dari penjara mereka dipakai lagi sebagai pejabat. Jadi dianggap itu sesuatu yang bukan pelanggaran serius dan  tidak punya sanksi moral, semakin longgar nilai-nilai sosial dalam menanggapi persoalan itu.

Bagaimana soal aturan-aturan yang mungkin sedang dibahas atau akan disahkan?

Iya ini memang menjadi persoalan juga. Tapi saya melihat bukan persoalan kuantitas, tapi lebih persoalan non teknis, persoalan psikologis yang membuat mereka bekerja tidak maksimal.

KPK harusnya cepat melakukan reaksi, apakah dari 10 ini ada tambahan, kalau ada dipercepat kalau tidak segera tutup segera sehingga yang lain bisa bekerja maksimal. Sekarang masih mengambang, apalagi KPK dalam banyak kesempatan memberikan warning bahwa akan ada tersangka baru, ini yang membuat orang bertanya siapa tersangka barunya.

Dengan tertangkapnya 10 anggota dewan, apakah posisi mereka ini bisa digantikan supaya kinerja DPRD maksimal?

Sebagian yang sudah divonis di-PAW-kan dan sebagian lagi yang belum diusulkan PAW-nya.

Mungkin menunggu sampai ada vonis dulu ya?

Yang vonis itu ada beberapa orang.

Kalau melihat dampak politiknya terhadap pemerintahan di sana bagaimana?

Saya melihat biasa-biasa saja, nampaknya pemerintah daerah mungkin dalam kondisi biasa-biasa saja.

Mungkin menunggu langkah KPK selanjutnya ya?

Itu juga saya pikir. Karena itu kaitannya tidak hanya sekedar terjadi di kubu legislatif, karena ini berjamaah. Sebagian pemerintah daerah juga berharap-harap cemas menunggu kabar KPK. KPK sudah memberi warning, bahwa ini tersangkut beberapa pihak termasuk pemerintah daerah.

Kalau dari pengamatan anda terganggu tidak pembahasan yang dilakukan DPRD terkait regulasi yang harus dibahas?

Kalau kita mau jujur regulasi itu ketika masuk pembahasan, kalau mereka ikut aturan dan pola yang efisien tidak terlalu lama bahasannya. Tapi selama ini dewan ketika membahas itu sengaja diperlambat, studi banding, macam-macam demi menambah pundi-pundi.

Pemerintah daerah sudah menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah dan biasanya ada naskah akademik, tinggal dibahas berapa hari kemudian ketok palu. Kalau selama ini terlalu lama, terlalu panjang karena itu memang diperlama dan diperpanjang.  

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending