KBR68H - Mahkamah Konstitusi memerintahkan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan menghapuskan sistem pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Keberadaan dua sekolah itu dinilai menimbulkan diskriminasi. Mulai dari terbatasanya siswa miskin mengakses dua sistem pendidikan itu, hingga rawan korupsi. Selain itu, akan mengikis kebanggaan berbahasa Indonesia karena RSBI dan SBI mengutamakan bahasa asing. Lantas bagaimana nasib pendidikan di bekas sekolah SBI dan RSBI yang berjumlah sekitar 1300 sekolah di seluruh Indonesia pada tahun 2012.
Dalam perbincangan khusus dalam program Guru Kita di KBR68H, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbu Suyanto mengakui menerima keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pembubaran sekolah RSBI dan SBI. Menurut Susanto, pemerintah sedang melakukan konsolidasi agar proses belajar mengajar di sekolah bekas RSBI dan SBI bisa berjalan normal,
“Kita menghormati keputusan MK dan ke depan saya kira pemerintah mengamankan sekolah bekas RSBI agar kualitasnya tetap terjaga. Pemda juga harus menyiapkan langkah-langkah agar proses belajar bisa berjalan. Tetapi kita juga mengkondisikan regulasi terkait regulasi dengan memperbaiki regulasi tersebut” jelas Suyanto.
Menurut Suyanto perbaikan regulasi diperlukan sebagai peralihan sekolah RSBI menjadi sekolah regular. Peralihan melalui aturan itu bisa dilakukan dalam waktu yang lama “Tidak seperti dan tidak secepat membuat surat edaran. Masih ada masa transisi, semester yang sedang berjalan harus diselesaikan tidak bisa dicabut begitu saja yang membuat guru, orang tua dan siswa bingung” jelas Suyanto.
Dia menghimbau agar orang tua murid yang bersekolah di RSBI tidak gusar dan gundah karena proses belajar berjalan biasa tidak ada perubahan. Kata dia, setelah semester ini usai, tidak ada lagi skema layaknya RSBI seperti memungut tidak ada lagi. Namun ia menegaskan sekolah masih bisa meminta sumbangan dari siswa dan orang tua.
Sementara itu Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan Wahyu Wagiman menilai pemerintah tidak rela untuk melepas atribut dan regulasi yang berkaitan dengan RSBI. Menurut Wahyu, argument untuk tetap mempertahankan untuk menarik sumbangan menyiratkan kepada masyarakat pembentukan RSBI hanya memikirkan anggaran yang besar dan bukan memikirkan kualitasnya. “Ini yang salah dan harus kita luruskan bersama-sama. Permendiknas 78 tahun 2009 harus segera dicabut agar bisa mematikan regulasi di bawahnya agar sekolah bekas RSBI bisa cepat kembali seperti sekolah regular biasa” jelas Wahyu.
Dia bercerita, proses persidangan di Mahkamah Konstitusi yang berjalan enam bulan ditemukan fakta-fakta menarik soal sekolah RSBI dan SBI. Menurut Wahyu banyak fakta yang diungkapkan oleh ahli dan saksi yang dihadirkan di persidangan. Salah satunya adalah dasar pembentukan sekolah RSBI yang mengacu pada sistem pendidikan di negara OICD.” Falsafah pembentukan SBI dan RSBI itu mengacu pada negara OICD yang berangotakan delapan negara. Selain itu, sistem pendidikan di RSBI dan SBI hanya menjadikan siswa menjadi mesin yang begitu mereka lulus siap bersaing di dunia global. Padahal tujuan pendidikan nasional harus membentuk kesejahteraan bangsa dan mencerdaskan bangsa” ungkap Wahyu.
“Dari mulai guru, orang tua murid, kepala sekolah banyak yang mengatakan ada pungutan-pungutan. Ada pungutan sekitar Rp 31 juta tahunan dan bulanannya sekitar Rp 450 ribu untuk pungutan SPP. Sementara untuk akses, banyak anak-anak pintar yang dekat di sekolah tidak bisa masuk dan harus sekolah di tempat yang jauh. Ada fakta-fakta lain dari kurikulum yang dibuat dalam RSBI itu adalah kurikulum plus plus. Pendidikan RSBI dan SBI penuh dengan dikriminasi dan seharusnya tidak boleh ada kelas-kelas bagi warga negara tertentu dalam soal pendidikan. Pendidikan itu harus merata bagi seluruh warga negara” jelas Wahyu soal fakta buruknya sistem RSBI dan SBI yang terungkap di persidangan.
Pendengar Suherlan di Jakarta yang menyatakan pendapat melalui saluran telepon mengatakan sekolah RSBI dan SBI itu sengaja dibuat liberal oleh pemerintah. Padahal itu sekolah negeri miliki pemerintah yang harus diberikan seluruhnya kepada masyarakat. Sementara, Firman Siahaan di Bekasi mengatakan bahwa banyak sekolah nasional yang diskriminasi kepada warga negara yang miskin dan terpinggirkan. Sedangkan, pendengar bernama Bambang meminta agar pemerintah juga mengusahakan pendidikan bagi warga miskin yang tidak pandai.
Kepala Sekolah SDN Dukuh 09 Jakarta Pusat Rahmat mengatakan, menerima keputusan Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, pasca keputusan pembubaran RSBI dan SBI itu dia menginisiasi pencopotan label papan nama sebagai sekolah RSBI dan SBI. “Meskipun bukan sekolah RSBI dan SBI. Kami tetap melayani pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat.” ucap Rahmat.
Dia meminta agar Kemendikbud bisa cepat memberikan arahan agar tidak memicu keresahan dalam dunia pendidikan khususnya siswa dan siswi RSBI dan SBI.
“Tentunya apa yang sudah diputuskan oleh MK, kita harus ikuti dan yang selama ini ada kontribusi dari masyarakat harus diputus dengan adanya keputusan soal RSBI dan SBI. Namun saya meminta agar keputusan ini tidak merusak mental anak dengan dihapuskannya kegiatan dan program sekolah” pinta Rahmat.
Pelaksanaan pengawasan pasca keputusan Mahkamah Konstitusi harus dilakukan oleh masyarakat. Mulai dari pencabutan regulasi yang berkaitan dengan pelaksanaan RSBI dan SBI salah satunya Permendiknas 78 Tahun 2009. Selain itu, masyarakat juga harus melakukan review kurikulum.
“Secara langsung masyarakat harus melaporkan dinas pendidikan terkait kalau masih ada sekolah yang berlabel RSBI. Koalisi masyarakat sipil bisa memfasilitasi laporan tersebut. Kalau tidak dilakukan ada kemungkinan masih terjadi pungutan-pungutan di sekolah. Kita mengkhawatirkan seperti pembubaran badan pendidikan yang langsung disambut pemerintah dengan menerbitkan UU Peguruan Tinggi”pungkasnya.
Pasca Pembubaran RSBI dan SBI, Perlu Perbaikan Regulasi
KBR68H - Mahkamah Konstitusi memerintahkan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan menghapuskan sistem pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).

BERITA
Jumat, 11 Jan 2013 16:31 WIB


RSBI, SBI
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai