Bagikan:

Larangan Mengangkang dan Perbaikan Moral

Awal Januari lalu, Pemerintah kota Lhokseumawe, Naggroe Aceh Darusalam bersama pemuka adat dan ulama mengeluarkan himbauan yang kontroversial. Wali Kota Aceh Suaidi Yahya menyerukan kepada perempuan Lhokseumawe agar tidak duduk mengangkang saat dibonceng

BERITA

Kamis, 17 Jan 2013 19:11 WIB

Larangan Mengangkang dan Perbaikan Moral

Larangan Mengangkang di Motor

KBR68H - Awal Januari lalu, Pemerintah kota Lhokseumawe, Naggroe Aceh Darusalam bersama pemuka adat dan ulama mengeluarkan himbauan yang kontroversial. Wali Kota Aceh Suaidi Yahya menyerukan kepada perempuan Lhokseumawe agar tidak duduk mengangkang saat dibonceng di sepeda motor. Imbauan itu berlaku kepada semua perempuan, tak peduli siapa pun yang memboncengkannya, suami atau sesama perempuan.

Menurut Suadi, imbauan itu sebagai pelaksanaan syariat Islam yang tercantum dalam qanun (peraturan daerah) anti-khalwat (mesum) yang berlaku di Aceh. Saat ini, aturan mengangkang masih sekedar seruan. Sehingga saat ini sanksi yang diterapkan bagi pelanggar hanya dinasihati. Namun, setelah melewati masa sosialisasi sekitar tiga bulan, nanti akan berubah menjadi peraturan daerah. Dengan adanya perda, kelak akan ada razia dan hukuman bagi para pelanggar,

Sikap Komnas Perempuan

Namun kebijakan Suhaidi nyatanya banyak menuai kritik. Komnas Perempuan menganggap himbauan ini mengada-ada. Anggota Komnas Perempuan Andy Yentriani menuturkan, masih banyak persoalan lain yang lebih pantas disoroti di Lhokseumawe ketimbang urusan duduk mengangkang. Apalagi himbauan tersebut tidak didiskusikan terlebih dahulu dengan perempuan setempat.

Andy menambahkan, perempuan Aceh khususnya Lhokseumawe lebih butuh sosialisasi tentang  Undang-Undang Perlindungan Perempuan atau Undang-Undang Anti Kekerasan. Dia juga menyayangkan peraturan berpakaian yang diterapkan oleh Pemkot setempat soal cara berpakaian bagi perempuan  yang melarang menggunakan celana panjang. Menurut dia, bercelana panjang merupakan salah satu tradisi perempuan Aceh karenya sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu.

Bahkan menurut Andy Yentriani, selama beberapa tahun terakhir, ada sekitar 200 peraturan yg diskriminatif terhadap perempuan. Pemberlakuan atau perancangan peraturan itu, menurut dia, tidakpernah melibatkan dan mendengarkan aspirasi perempuan.

Perbaikan Moral Masyarakat

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah Lhokseumawe Dasni Yuzar menuturkan, himbauan itu sebagai salah satu pengamalan dari amanat undang-undang untuk menerapkan Syariat Islam. Dengan mentaati himbauan itu, kata dia, moral masyarakat Lhokseumawe dan Aceh akan kembali baik. Selama ini pasca tsunami dia menilai moral masyarakat di sana turun.

Dasni menambahkan, perbaikan moral masyarakat merupakan kewajiban dari seorang pemimpin karena akan dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun akhirat nanti. Dia juga membantah bila himbauan ini memaksa. Sebab menurut dia, perempuan berakhlak baik pasti akan melakukan anjuran ini tanpa dipaksa sekalipun. Oleh karena itu juga menurutnya Pemkot Lhokseumawe tidak perlu mendiskusikan himbauan ini terlebih dahulu dengan para perempuan di sana.

Sementara itu, Ketua Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Mursyidah Thahir punya pendapat berbeda dengan Walikota Lhokseumawe. Menurutnya, Quran dan Hadits tidak terlalu mengatur cara duduk perempuan. Oleh karena itu, menurutnya sesuatu yang tidak diatur itu berarti status quo; bisa boleh-bisa tidak alias mubah. Jadi himbauan tersebut harus dipertimbangkan berdasarkan manfaat dan mudhorotnya.

Soal cara berpakaian bagi perempuan di Aceh, menurut Mursyidah, perempuan bercelana panjang tidak berarti dia bersikap seperti laki-laki. Dia menambahkan, kalaupun mau menjalankan Islam secara kaffah (komprehensif), bukan dengan cara seperti itu. Kaffah dalam Islam itu menurutnya, adalah menyatunya ucapan dan perbuatan. Hal tersebut bahkan menurutnya jarang dicontohkan oleh kebanyakan pemimpin negeri ini.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending