KBR, Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto bisa dijerat 4 pasal pidana terkait dugaan percaloan saham Freeport. Pengamat Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana menyatakan, pasal itu adalah pasal 3 dan pasal 15 UU Anti-Korupsi tentang permufakatan jahat, pasal 378 KUHP tentang percobaan penipuan dan pasal 5 UU no 28/1999 tentang kewajiban penyelenggara negara.
Kata dia, Kejaksaan tidak perlu menunggu kerugian negara untuk menjerat Setnov. Sebab UU Korupsi membolehkan penyelidikan sejak potensi kerugian itu ada.
"Karena di situ dibilang "dapat", berarti kerugian keuangan negara bukan syarat mutlak. Artinya tidak harus ada kerugian, cukup dapat," jelasnya dalam diskusi di Jakarta, Senin (14/12/2015) sore.
Pasal 3 antikorupsi berbunyi: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Ganjar melanjutkan, "ditambah lagi penjelasan UU 31 tahun 99, delik korupsi adalah delik formil, yaitu perbuatan yang dilarang. Jadi tidak perlu menuggu akibat kerugian keuangan negara. Nggak perlu. Cukup begitu perbuatannya selesai dilakukan, berarti tindak pidananya ada."
Ganjar menjelaskan, pasal suap dan pemerasan tidak bisa menjerat Setya. Sebab, dia tidak memberi atau menerima suap. Politisi Golkar itu juga tidak menggunakan kekerasan fisik ketika bernegosiasi.Kasus ini mencuat setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto yang diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Pelaporan itu dibarengi dengan penyerahan tiga halaman transkrip rekaman pembicaraan antara petinggi DPR dengan PT Freeport Indonesia yang mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Selain mencatut nama Jokowi dan JK untuk menjanjikan kelanjutan kontrak PT Freeport dengan meminta saham 20 persen yang disebut untuk RI-1 dan RI-2.
Sudirman juga melampirkan adanya permintaan supaya PT Freeport
berinvestasi di proyek pembangunan PLTA di Urumuka, Papua, dengan
meminta saham sebesar 49 persen. Selain itu Sudirman juga mengirimkan rekaman perbincangan dengan durasi sekira 12an menit.
Editor: Rony Sitanggang