KBR, Jakarta - Kepala Kepolisian Indonesia Badrodin Haiti menyatakan penahanan penyidik KPK, Novel Baswedan ditangguhkan. Dia mengakui ada kesalahan koordinasi antara kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Bengkulu.
Menurut dia, Kejaksaan Tinggi Bengkulu meminta penyerahan berkas dilakukan pada hari Senin. Itu sebab, penyidik kepolisian berencana menahan penyidik KPK.
"Diserahkan ke Kejagung, tapi Kejagung minta diserahkan ke Bengkulu. Tapi dari Kajati Bengkulu minta diserahkan hari Senin. Saya bilang ini kan ada miskomunikasi, karena itu penyidik tidak mau ambil resiko. Karena kalau diambil Senin belum tentu dihadapkan lagi," ujar Badrodin di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (04/12).
Kapolri Badrodin Haiti menambahkan kepolisian juga mendapatkan jaminan dari Pimpinan KPK yang bakal menyerahkan Novel pada Senin nanti. Itu merupakan salah satu alasan kepolisian untuk menangguhkan penahanan Novel Baswedan. Sebelumnya, Novel Baswedan sempat akan ditahan oleh kepolisian di Bengkulu. Namun, penahanan tersebut batal dilakukan setelah Novel beserta kuasa hukumnya berdebat dengan penyidik di kepolisian.
Kasus Novel muncul setelah terjadi
perseteruan antara KPK dan Mabes Polri yang dikenal dengan istilah Cicak
Buaya jilid 2. KPK pada 2012 tengah menyidik dugaan korupsi simulator
Surat Izin Mengemudi dengan tersangka jenderal bintang dua Dirlantas
Mabes polri Djoko Susilo. Tiba-tiba kepolisian menjadikan Novel Baswedan
koordinator Tim KPK dalam kasus simulator sebagai tersangka
penganiayaan sewaktu masih bertugas di kepolisian Bengkulu pada 2004.
Pada Jumat malam 5 Oktober 2012, puluhan
anggota Brigade Mobil mengepung gedung KPK, berusaha menangkap Novel.
Ratusan relawan antikorupsi lantas menyerbu KPK, membentengi lembaga
antirasuah itu dari serbuan polisi. Perseteruan Cicak Buaya yang
semakin memanas itu lantas membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
kemudian memerintahkan kepolisian untuk mengesampingkan perkara.
Belakangan dalam kasus korupsi simulator SIM itu, Djoko Susilo dihukum
18 tahun penjara.
Editor: Rony Sitanggang