KBR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan perkara Novel Baswedan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki juga mempersilakan Novel dibawa ke Bengkulu karena merupakan tempat kejadian perkara.
Kata Ruki, kepolisian memiliki kewenangan penuh untuk memproses kasus tersebut termasuk melakukan penahanan. Ruki berpandangan, mematuhi prosedur hukum akan meminimalisir potensi konflik.
"Bahwa akan dibawa ke Bengkulu, saya bilang silakan, karena memang TKPnya di Bengkulu. Prosedur hukum, sesuai dengan hukum acara harus kita ikuti. Ketika P21 sudah dinyatakan oleh jaksa penuntut umum, maka akan ada penyerahan tahap kedua, yaitu penyerahan berkas perkara dengan tersangkanya. Prosedur ini kita ikuti," kata Ruki di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (3/12).
Ruki melanjutkan, "bagaimana kalau tidak diikuti? Kepolisian memiliki kewenangan yaitu yang disebut panggil jemput. Kalau itu terjadi, maka secara fisik akan terjadi kurang baik, dan akan menimbulkan friksi yang lebih jelek. Maka lebih baik kita ikuti."
Taufiqurrahman Ruki menambahkan, KPK tidak bermasalah apabila Novel menunjuk kuasa hukum sendiri. Kata dia, KPK tetap memberikan pendampingan hukum dengan mengirimkan tiga orang dari biro hukum untuk mendampingi Novel di Bengkulu.
"Didampingi oleh kepala biro hukum KPK dengan dua orang fungsional. Bahwa Saudara Baswedan menunjuk pengacara lain, itu adalah hak dia. Tapi kami dari institusi memberikan bantuan hukum secara penuh, termasuk memenuhi panggilan ke Bengkulu, sepenuhnya dibiayai oleh kami," kata Ruki.
Kasus Novel muncul setelah terjadi perseteruan antara KPK dan Mabes Polri yang dikenal dengan istilah Cicak Buaya jilid 2. KPK pada 2012 tengah menyidik dugaan korupsi simulator Surat Izin Mengemudi dengan tersangka jenderal bintang dua Dirlantas Mabes polri Djoko Susilo. Tiba-tiba kepolisian menjadikan Novel Baswedan koordinator Tim KPK dalam kasus simulator sebagai tersangka penganiayaan sewaktu masih bertugas di kepolisian Bengkulu pada 2004.
Pada Jumat malam 5 Oktober 2012, puluhan anggota Brigade Mobil mengepung gedung KPK, berusaha menangkap Novel. Ratusan relawan antikorupsi lantas menyerbu KPK, membentengi lembaga antirasuah itu dari serbuan polisi. Perseteruan Cicak Buaya yang semakin memanas itu lantas membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memerintahkan kepolisian untuk mengesampingkan perkara. Belakangan dalam kasus korupsi simulator SIM itu, Djoko Susilo dihukum 18 tahun penjara.
Editor: Rony Sitanggang