KBR, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan kinerja penegakan hukum dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) dinilai publik masih rendah. Kesimpulan ini tercatat dalam hasil survey indeks persepsi publik terhadap dua tindak pidana tersebut yang hanya mencapai angka 5,075.
Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, masyarakat memandang pelaku utama TPPU paling banyak berasal dari pejabat negara. Sementara, sektor properti dinilai menjadi tempat paling marak dilakukannya pencucian uang.
"Kita berada pada 5,075. Angka kuantitif tadi kalau dimaknai adalah kemampuan aparatur penegak hukum dalam hal penegakan hukum TPPU perlu ditingkatkan. PBJ (pengadaan barang dan jasa) sektor properti perlu meningkatkan pelaporan ke PPATK," kata Ivan di kantor PPATK, Jumat (27/11).
Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana melanjutkan, "Koordinasi antarinstansi perlu dipererat, dan menghilangkan ego sektoral. Semua pihak berupaya untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Indeks tersebut diperoleh melalui survey yang dilakukan PPATK bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi. Survey tersebut melibatkan 11 bank, 600 kantor cabang dengan responden sebanyak 3000 orang.
Indeks persepsi publik ini digunakan sebagai tolok ukur dalam menilai pencapaian pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
Editor: Rony Sitanggang