KBR, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Uji Materi Pasal 37 Ayat 1h Undang-undang No 20 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 37 memuat kurikulum dasar dan menengah yang wajib ada dalam sistem pendidikan. Hakim Konstitusi Aswanto, saat membacakan putusan beranggapan, argumentasi pemohon mengenai pentingnya materi kesehatan reproduksi untuk dimasukkan ke dalam kurikukulum di sekokah, tidak tepat.
Selain itu ia menganggap, kurikulum soal kesehatan reproduksi tidak perlu dijadikan kurikulum yang berdiri sendiri. Sebab, materi tersebut bisa dimasukkan ke dalam materi pelajaran agama dan juga biologi. Dengan begitu, Hakim Konstitusi menganggap para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan uji materi.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut tidak ada hak konstitusional pemohon 2 hingga pemohon 7 yang dirugikan dengan berlakunya Pasal 37 Ayat 1 huruf h UU 20 Tahun 2003. Sehingga dengan sendirinya pula tidak ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang dimaksud dengan diberlakukannya UU tersebut. Dengan demikian para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," katanya saat membacakan putusan.
Pengajuan uji materi itu didasari atas pertimbangan anak-anak sekolah di usia pubertas berhak mendapatkan pedidikan reproduksi. Hal ini bertujuan agar mereka mendapat pengetahuan mengenai bagian-bagian intim yang rawan dilecehkan.
Uji materi diajukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) karena menilai pelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga pada Undang-Uundang Sisdiknas elum mencakup materi Pendidikan Kesehatan Reproduksi yang menyeluruh. Materi Pendidikan Kesehatan Reproduksi dibutuhkan untuk mencegah anak dan remaja menjadi korban kekerasan seksual.
Kuasa hukum pemohon dari LBH Jakarta Muhammad Isnur menjelaskan, maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak usia sekolah diantaranya disebabkan oleh minimnya pengetahuan soal organ reproduksi.
Editor: Rony Sitanggang