KBR, Jakarta- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah telah membatasi pengadaan alat pemusnah limbah incinerator hanya di rumah sakit regional. Direktur Jenderal Pengolahan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya, Tuti Mintarsih, mengatakan seluruh rumah sakit bisa mengajukan pengadaan incinerator selama mampu membayar biaya operasionalnya.
"Siapa bilang? Semua rumah sakit, kalau dia mampu mengoperasionalkan incinerator diperbolehkan. Jadi banyak RS yang tidak punya incinerator mereka membawa limbahnya ke pihak ketiga yang punya izin, tapi bukan hanya di regional aja," ujar Tuti kepada KBR, Jumat(15/7).
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek saat rapat dengan Komisi Kesehatan DPR mengatakan pemusnahan vaksin sisa kadaluarsa terhambat pembatasan incinerator berdasarkan daerah. Sehingga, menurutnya, rumah sakit yang tidak memiliki incinerator harus menggunakan jasa pihak ketiga yang biayanya mahal. Sehingga, rumah sakit biasanya mendahulukan barang dengan ancaman penyebaran virus terlebih dahulu yang dibuang.
Namun, Peraturan Menteri KLHK soal pengolahan limbah kesehatan pasal 17 jelas menyebut bahwa pengolahan limbah bisa dilakukan oleh penghasil limbah selama dia memiliki izin. Tuti mengatakan izin ini bisa diajukan fasilitas kesehatan ke KLHK.
"Izin ke KLHK. Dia harus memberitahu jenis incineratornya, tipe bagaimana, temperaturnya berapa. Kita datengin bener ga kapasitasnya, temperaturnya, RS sendiri produksi limbahnya berapa. Jangan-jangan dia ga mau kasih tahu berapa limbah sebenarnya, nanti jadi overload."
baca juga:
- Daftar Rumah Sakit dan Bidan Penerima Vaksin Palsu
- Vaksin Palsu, Begini Cara Penanganan Korban
Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan 18 tersangka. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai produsen, lima orang sebagai distributor, tiga orang sebagai penjual, dua orang pengumpul botol bekas vaksin, dan seorang lainnya adalah pencetak label serta bungkus vaksin. Selain itu, satu di antaranya juga berprofesi sebagai bidan dan dua orang lainnya dokter.
Bareskrim menggeledah
toko milik CV Azka Medika, kantornya, serta rumah kontrakan di kawasan
Bekasi. Dari penggeledahan tersebut, polisi menyita sejumlah barang
bukti berupa vaksin yang diduga palsu yaitu hepatitis B, serum anti
tetanus, pediacel, campak kering, polio oral, pentabio, BCG, bivalet
oral polio, tripacel, serta faktur tanda terima dan dokumen penjualan.
Dari
barang bukti yang disita polisi, diketahui beberapa vaksin kandungannya
tidak sesuai. Temuan mereka, vaksin tripacel dan serum anti tetanus
justru mengandung garam atau Natrium Chlorida. Serum anti bisa ular juga
justru tidak mengandung anti bisa ular. Terakhir, vaksin tuberkulin
dalam temuan itu berisi vaksin Hepatitis B.
Kata Kabareskrim Ari Dono Sukmanto, cara pembuatan vaksin dilakukan
menggunakan botol vaksin bekas yang dicuci menggunakan aquadest. Menurut Ari, botol
yang sudah dicuci kemudian dikeringkan, dan diisi menggunakan suntikan.
Botol kemudian ditutup dengan tutup karet, dilem, disticker, dan diberi
label. Setiap dusnya berisi lima vial.
Kata dia, data
ini masih mungkin berkembang. Bareskrim baru mendalami perkara
berdasarkan temuan awal. Sementara temuan Badan Pengawas Obat dan
Makanan masih ada 37 fasilitas kesehatan yang membeli vaksin dari jalur
ilegal.
Editor: Rony Sitanggang