KBR, Jakarta- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan surat ke DPR RI terkait pergantian Kepala Kepolisian Indonesia (Kapolri). Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi mengatakan, dalam surat tersebut Presiden resmi mencalonkan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Tito Karnavian sebagai Kapolri menggantikan Badrodin Haiti.
"Memang benar hari ini 15 Juni, kira-kira pukul 11 tadi lewat Mensesneg, Presiden mengirimkan surat permohonan persetujuan calon Kapolri kepada DPR. Sedang nama yang diajukan Presiden adalah Komjen Pol Tito Karnavian. Proses pergantian Kapolri yang dilakukan Presiden adalah merujuk pada UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI," ujarnya kepada wartawan di kantor Presiden, Istana Negara, Rabu (15/06).Kata dia, Presiden menunjuk bekas Kapolda Metro Jaya itu karena dianggap memiliki integritas yang tinggi. Selain itu Tito menurut Presiden Jokowi memiliki rekam jejak yang baik dalam penyelesaian kasus-kasus besar. Misalnya kata dia, seperti terorisme, narkoba maupun korupsi.
“Pertimbangan lain Presiden dalam memilih Tito Karnavian adalah untuk meningkatkan profesionalisme Polri sebagai pengayom masyarakat, memperbaiki kualitas penegakan hukum terutama terhadap kejahatan luar biasa seperti terorisme, narkoba maupun korupsi sekaligus juga meningkatkan sinergi dengan penegak hukum lain,” ujarnya.
Kata dia, meski pemilihan kapolri merupakan hak prerogratif presiden, namun dalam penunjukan nama Tito Karnavian, Presiden Jokowi mendengarkan masukan dari semua pihak. Terutama kata dia, lembaga yang dianggap kapable dalam memberikan masukan terkait masalah tersebut seperti Kompolnas dan Wanjakti Mabes Polri.
“Penunjukan Calon Kapolri sepenuhnya menjadi wewenang dan hak prerogratif Presiden. Namun demikian dalam memilih nama Tito Karnavian, terlebih dahulu Presiden mendengar masukan dari berbagai pihak baik Kompolnas, Polri maupun Publik. Nama Tito Karnavian adalah salah satu dari beberapa nama yang diajukan oleh Kompolnas kepada Presiden,” ujarnya.
Urut Kacang
Presiden seharusnya memperhatikan sistem urut kacang yang
selama ini berjalan di tubuh kepolisian dalam menentukan pengganti
Kapolri. Pengamat Kepolisian dari POINT Indonesia, Karel Susetyo mengatakan, jika sistem ini tidak dipertimbangkan,
dapat beresiko pada soliditas internal Polri.
"Biasanya kalau
Kapolri 81, penggantinya 83 atau paling jauh 84. Sehingga urut kacangnya
masih berjalan. Nah kalau Kapolrinya 81 penggantinya 86 kan ini ada
lima angkatan jauh sekali. Ini di luar kebiasaan Polri. Kita harus
mencermati dalam konteks soliditas internal. Memang ini hak prerogatif
Presiden. Presiden punya hak sepenuhnya atas penunjukan Kapolri yang
baru. Tapi presiden juga harus sensitif terhadap hal-hal, urut kacang
juga penting," papar Karel kepada KBR (15/6/2016)
Tito baru saja naik pangkat menjadi Komisaris Jenderal setelah diangkat
sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT) pada 16
Maret 2016. Alumni Akademi Kepolisian angkatan 1987 itu tergolong
sebagai jenderal berusia muda, pada Oktober mendatang dia baru berusia
52 tahun. Karel kuatir Tito akan sungkan dengan anak buahnya yang lebih senior.
"Katakanlah Pak Tito kepilih
sebagai Kapolri, anak buahnya masih banyak yang senior-senior lho. Jauh
itu. Seperti Pak Budi Gunawan sendiri kan 83, beberapa jendral bintang
tiga lain 84 dan ada yang 82 nah ini harus diantisipasi. Jangan kemudian
nanti Pak Tito merasa ewuh pakewuh untuk memberikan perintah kepada
senior-seniornya," pungkasnya.
Editor: Rony Sitanggang