KBR, Jakarta- Kementerian Kesehatan mengaku siap menjadi pelaksana hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual. Meski begitu, Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, mengatakan tetap saja kebiri bukan sesuatu yang sederhana. Kata Menkes, ada banyak konsekuensi yang harus dipertimbangkan.
"Efeknya karena diberikan hormon jadinya kemayu. Terjadi osteoporosis karena permainannya hormon. Di Indonesia penelitian ini sudah ada," ujarnya kepada Komisi Kesehatan DPR, Rabu(1/6/2016).
Selain itu, menurutnya, tidak menutup kemungkinan resiko kanker muncul. Namun menurutnya belum ada penelitian resmi soal ini.
"Secara pribadi kenalan saya yang pakai hormon untuk menjadi lebih kelaki-lakiannya kuat karena dia diabetes, dan ujungnya kanker payudara. Yang kena kelenjarnya di sekitar dubur, itu lebih sulit dan tidak tertolong. Ini juga sudah kami sampaikan. Kita harus hati-hati dengan side effect-nya."
Nila juga melihat masalah suntikan yang harus diberikan secara periodik juga perlu dipikirkan. Sebab, suntikan harus diberikan setiap kali hormon testosteron pelaku kembali tinggi. Ia tetap berharap hukuman tambahan ini menjadi jalan terakhir.
Menurutnya, rehabilitasi kejiwaan pelaku lebih penting. Dia berharap pembinaan yang dilakukan akan cukup mengubah pola pikir pelaku untuk tidak lagi melakukan kekerasan seksual.
Masalah benturan hukuman ini dengan etika kedokteran, Nila menyampaikan masalah ini tidak bisa dilihat dari sudut pandang pelaku saja. Memang, kata dia, etika kedokteran melarang mereka melakukan sesuatu yang merusak. Namun menurutnya apa yang dilakukan pelaku kepada korban juga penting menjadi pertimbangan.
"Saya baru ketemu Bupati Bogor. Dia cerita di sana begitu banyak anak-anak laki-laki umur 4-5 tahun yang disodomi. Secara kejiwaan dia kan terganggu dan mungkin akan berbuat demikian saat dewasa. Bicara etika, ini mana yang menurut kita lebih baik itulah yang harusnya dijalankan." Pungkasnya.
Editor: Rony Sitanggang