TNI Tangkap Aktivis, AMAN Akan Mengadu ke Ombudsman
Pengaduan ke Ombudsman akan dilakukan oleh AMAN Pusat, sedangkan protes resmi kepada TNI dilakukan oleh AMAN Maluku Utara.

Anak-anak sekolah jalanan yang diasuh Adlun menerobos ruang tahanan menuntut Adlun dibebaskan. Foto: Syamsul Alam Agus
KBR, Jakarta - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN mempertimbangkan untuk mengadukan kasus penangkapan dua aktivis AMAN Maluku Utara ke Ombudsman Republik Indonesia.
Ketua Perhimpunan Pembela AMAN Maluku Utara, Yahya Mahmud mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pengurus pusat AMAN mengenai rencana itu.
Pengaduan ke Ombudsman akan dilakukan oleh AMAN Pusat, sedangkan protes resmi kepada TNI dilakukan oleh AMAN Maluku Utara.
"Hari ini, AMAN secara institusi akan menyurat ke Kodim secara resmi untuk memprotes terkait tindakan intel Kodim Ternate. Terkait dengan pengaduan ke Ombudsman RI, dari pembicaraan kami dengan Jakarta, kemungkinan besar ke arah itu ada. Karena berbagi tugas. Kami ke wilayah hukum, sedangkan advokasi dan seterusnya dilakukan kawan-kawan Jakarta," kata Yahya Mahmud kepada KBR, Senin (16/5/2016).
"Pengurus Besar AMAN secara institusi akan melakukan advokasi di tingkat nasional. Salah satu lembaga yang akan dikunjungi untuk proses pengaduan adalah Ombudsman RI," lanjut Yahya.
Yahya Mahmud mengatakan tindakan yang dilakukan intelijen TNI Angkatan Darat dengan menangkap para aktivis AMAN dan menyita sejumlah buku merupakan tindakan menyalahi aturan, karena wewenang penangkapan hanya boleh dilakukan polisi.
"Wewenang TNI Angkatan Darat itu bukan disitu. Wewenang menangkap, menyidik itu seharusnya dilakukan Polri," lanjut Yahya Mahmud.
Yahya juga memastikan penangkapan yang dilakukan TNI terhadap para aktivis AMAN di Ternate tidak disertai surat tugas.
Awal pekan lalu, Kodim 1501 Ternate menangkap empat aktivis AMAN karena mengunggah foto kaus Pecinta Kopi Indonesia bergambar secangkit kopi dan palu arit. Keempatnya lantas diserahkan ke Polres Ternate untuk menjalani pemeriksaan dan interogasi. Kodim juga merampas lima buku milik mereka. Di antaranya, Nalar yang memberontak (filsafat Maxisme), Investigasi Tempo “Lekra dan Geger 1965”, dan Orang yang di persimpangan Kiri Jalan.
Saat itu, dua aktivis AMAN yakni, Supriyadi dan Muhammad Radju Drakel sudah dibebaskan namun masih dibebani wajib lapor. Sementara, Adlun Fikri dan Yunus Al Fajri ditetapkan sebagai tersangka. Mereka kemudian dibebaskan setelah penangguhan penahanannya diterima kemarin sore.
(Baca juga: Kuasa Hukum Aktivis AMAN Minta Polisi SP3-Kan Kasus Kliennya )
Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alvin Lie menilai terdapat indikasi maladministrasi atas tindakan aparat menangkap sejumlah orang dan menyita buku-buku kiri belakangan ini.
(Baca: Ombudsman: Penangkapan & Penyitaan Buku Kiri Terindikasi Maladministrasi )
Editor: Sasmito Madrim
Ketua Perhimpunan Pembela AMAN Maluku Utara, Yahya Mahmud mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pengurus pusat AMAN mengenai rencana itu.
Pengaduan ke Ombudsman akan dilakukan oleh AMAN Pusat, sedangkan protes resmi kepada TNI dilakukan oleh AMAN Maluku Utara.
"Hari ini, AMAN secara institusi akan menyurat ke Kodim secara resmi untuk memprotes terkait tindakan intel Kodim Ternate. Terkait dengan pengaduan ke Ombudsman RI, dari pembicaraan kami dengan Jakarta, kemungkinan besar ke arah itu ada. Karena berbagi tugas. Kami ke wilayah hukum, sedangkan advokasi dan seterusnya dilakukan kawan-kawan Jakarta," kata Yahya Mahmud kepada KBR, Senin (16/5/2016).
"Pengurus Besar AMAN secara institusi akan melakukan advokasi di tingkat nasional. Salah satu lembaga yang akan dikunjungi untuk proses pengaduan adalah Ombudsman RI," lanjut Yahya.
Yahya Mahmud mengatakan tindakan yang dilakukan intelijen TNI Angkatan Darat dengan menangkap para aktivis AMAN dan menyita sejumlah buku merupakan tindakan menyalahi aturan, karena wewenang penangkapan hanya boleh dilakukan polisi.
"Wewenang TNI Angkatan Darat itu bukan disitu. Wewenang menangkap, menyidik itu seharusnya dilakukan Polri," lanjut Yahya Mahmud.
Yahya juga memastikan penangkapan yang dilakukan TNI terhadap para aktivis AMAN di Ternate tidak disertai surat tugas.
Awal pekan lalu, Kodim 1501 Ternate menangkap empat aktivis AMAN karena mengunggah foto kaus Pecinta Kopi Indonesia bergambar secangkit kopi dan palu arit. Keempatnya lantas diserahkan ke Polres Ternate untuk menjalani pemeriksaan dan interogasi. Kodim juga merampas lima buku milik mereka. Di antaranya, Nalar yang memberontak (filsafat Maxisme), Investigasi Tempo “Lekra dan Geger 1965”, dan Orang yang di persimpangan Kiri Jalan.
Saat itu, dua aktivis AMAN yakni, Supriyadi dan Muhammad Radju Drakel sudah dibebaskan namun masih dibebani wajib lapor. Sementara, Adlun Fikri dan Yunus Al Fajri ditetapkan sebagai tersangka. Mereka kemudian dibebaskan setelah penangguhan penahanannya diterima kemarin sore.
(Baca juga: Kuasa Hukum Aktivis AMAN Minta Polisi SP3-Kan Kasus Kliennya )
Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alvin Lie menilai terdapat indikasi maladministrasi atas tindakan aparat menangkap sejumlah orang dan menyita buku-buku kiri belakangan ini.
(Baca: Ombudsman: Penangkapan & Penyitaan Buku Kiri Terindikasi Maladministrasi )
Editor: Sasmito Madrim
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai