Bagikan:

Rawan Penolakan, Hasil Simposium '65 Tak Diungkap ke Publik

"Materi ini kan materi yang berat, satu. Yang kedua, harus bijaksana menyikapinya karena kondisi lingkungan eksternal masyarakat Indonesia saat ini begitu tajam pertentangannya."

BERITA | NASIONAL

Kamis, 19 Mei 2016 16:34 WIB

Author

Nurika Manan

Rawan Penolakan,  Hasil Simposium '65 Tak Diungkap ke Publik

Peserta simposium nasional

KBR, Jakarta - Kewenangan mempublikasikan hasil rumusan simposium 65 ada di tangan pemerintah. Anggota tim perumus, Agus Widjojo mengaku hanya menerima perintah untuk menyusun rekomendasi penyelesaian tragedi pembantaian massal 1965. Oleh sebab itu, timnya tak berwenang membeberkan hasil rumusan penyelesaian. Kendati, kegiatan simposium pada April lalu digelar terbuka.

Munculnya tekanan dari sejumlah pihak terhadap upaya pengungkapan kebenaran, kata dia, juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk tak tergesa-gesa mengumumkan hasil rekomendasi.

"Kemarin itu sudah kami serahkan. Lalu materi ini kan materi yang berat, satu. Yang kedua, harus bijaksana menyikapinya karena kondisi lingkungan eksternal masyarakat Indonesia saat ini begitu tajam pertentangannya. Semua tidak bisa diputuskan sekaligus kemarin. Perlu waktu untuk bisa dipelajari oleh Menkopolhukam dan stafnya. Dan kami berencana bertemu lagi besok," jelas Agus kepada KBR, Rabu (19/5).

Baca juga: Buka Hasil Simposium '65 ke Publik!

Secara garis besar, tim perumus merekomendasikan agar kasus 1965 diselesaikan dengan mekanisme non-yudisial melalui rekonsiliasi. Namun, Agus enggan memerinci bentuk rekonsiliasi tersebut. Ia menyerahkan teknis penuntasan kepada pemerintah.

"Bentuknya bagaimana, pelaksanaannya bagaimana itu kewenangan pemerintah. Kami tidak merekomendasikan bagaimana harus dilaksanakan. Setelah rekonsiliasi itu, biarkan pemerintah mengimplementasi dan mengoperasikan konsep rekonsiliasi itu," ujarnya.

Dia pun menambahkan, rekomendasi tim perumus akan dijadikan pertimbangan pemerintah untuk menentukan kebijakan penuntasan kasus pelanggaran HAM 1965. Meski begitu, ia tak sepenuhnya menjamin kebijakan pemerintah akan sejalan dengan masukan yang disodorkan timnya.

"Yang benar itu kan yang berwenang dan yang berwenang itu adalah institusi yang memiliki dasar hukum untuk menyelenggarakan. Kalau kita mengikuti banyak orang kan pasti susah. Ada 100 orang 100 pendapat dan pasti ada miripnya," katanya.

Baca juga: kumpulan berita terkait tragedi 1965/1966

Pasalnya, kata dia, pemerintah juga akan mempertimbangkan penolakan dari kelompok-kelompok tertentu.

"Itu akan menjadi pertimbangan bagaimana pemerintah akan merumuskan kebijakan atau keputusan. Itu kan kembali ke teori kebijakan publik, bagaimana kebijakan itu mendapatkan dukungan seluas-luasnya dan menimbulkan resistensi seminim mungkin," pungkasnya.


Editor: Damar Fery Ardiyan


Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending