KBR, Jakarta - Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Gatot Nurmantyo mengklaim penangkapan serta penyitaan atribut dan buku sejarah mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) atau tragedi pasca September 1965 sesuai prosedur.
"Siapapun sebenarnya bukan hanya TNI, siapapun juga. Masyarakat apabila melihat pelanggaran dan dia diam ada pasalnya. Masyarakat saja ada pasalnya, apalagi prajurit saya," kata Gatot di Mabes Polri, Senin (16/05/16).
Sebelumnya, sejumlah orang di Ternate Maluku Utara ditangkap atas tuduhan terlibat penyebaran paham komunisme. Dua aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ini ditangkap karena memiliki kaus bergambar palu-arit dengan memplesetkan singkatan PKI menjadi Pecinta Kopi Indonesia. Dari penangkapan ini buku-buku mengenai sejarah pasca tragedi 1965 pun disita, termasuk buku pemberitaan majalah TEMPO mengenai Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Polisi telah menetapkan mereka sebagai tersangka, tetapi penahanannya ditangguhkan.
Atas kejadian tersebut, Gatot menganggap mereka melanggar Undang-undang No 27 Tahun 1999 dan Tap MPR Nomor 25 Tahun 1966 tentang pelarangan penyebaran paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
"Prosesnya adalah kembali ke Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kita tangkap, terus kita serahkan kepada Kepolisian untuk diproses hukum lebih lanjut. Karena itu melanggar hukum," jelasnya.
Gatot menduga ada unsur adu domba dalam isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) ini. Ia tidak menginginkan tragedi '65 kembali terulang. Ia juga meminta kepada masyarakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. "Itu (tragedi '65) masa lalu sebagai peringatan supaya tidak terjadi lagi di masa kini," pungkasnya.
Editor: Damar Fery Ardiyan