Bagikan:

Pelapor Novel Baswedan Janggal

Kepada KBR, penyidik senior KPK Novel Baswedan beberkan sejumlah kejanggalan dalam dugaan kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet pada 2004.

BERITA | NASIONAL

Jumat, 08 Mei 2015 09:16 WIB

Pelapor Novel Baswedan Janggal

Penyidik KPK, Novel Baswedan saat diwawancarai jurnalis KBR, Quinawaty Pasaribu, Nurika Manan dan Damar Fery Ardiyan di kediamannya, Rabu (6/5).

KBR, Jakarta - Penyidik KPK, Novel Baswedan beberkan sejumlah kejanggalan dalam dugaan kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet pada 2004 yang disangkaan penyidik Polri terhadapnya. Salah satunya adalah usia pelapor kasus ini yang diketahui sebagai anggota Polri, Brigadir (Pol) Yogi Haryanto. "Dia lahir November 1985, saya mengetahui dari NRP-nya. Kalau kejadian itu Februari 2004, dugaan saya Yogi waktu kejadian masih berusia 18 tahun, mestinya belum jadi polisi. Terus ketika dibuat laporan, saya balik bertanya secara sederhana. Siapa sih definisi pelapor? adalah orang yang mengetahui (red: penganiayaan tersebut). Dia tahu dari mana?" Novel bertanya saat ditemui dikediamannya, Rabu (6/5).

Bahkan ini bertambah janggal usai Juru Bicara Kepolisian Indonesia, Anton Charlian menyebut Yogi sebagai orangtua korban dalam sebuah forum media. "Ini konyol, kalau orangtua korban kok umurnya lebih muda. Saya baru tahu, orangtua lebih muda dari anaknya," katanya. Korban yang bernama Irwansyah Siregar saat ini tercatat sudah berusia sekitar 36 tahun.  Irwansyah adalah salah satu dari lima orang pencuri walet yang mengalami penganiayaan dan penembakan oleh aparat kepolisian Polres Bengkulu. Saat itu Kasat Reskrim Polres Bengkulu dipimpin oleh Novel Baswedan. 

Novel kemudian ditangkap pada Jumat dini hari (1/5) pekan lalu untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan yang terjadi 11 tahun silam. Novel sempat ditahan di Mako Brimob, diterbangkan ke Bengkulu untuk proses rekonstruksi, lantas akhirnya kembali dibebaskan dengan jaminan dari pimpinan KPK.

Ini bukan kali pertama kasus Novel dimunculkan ke permukaan. Sebelumnya, kasus ini mencuat ketika terjadi konflik KPK vs Polri pada 2012. Saat itu Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi kemudi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011. Tersangka kasus itu adalah Inspektur Jendral Djoko Susilo. Konflik ini kemudian diredam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan penangkapan saat ini dilakukan setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan, saat ini menjabat Wakapolri sebagai tersangka.

Namun Novel enggan mengaitkan secara langsung penyidikan kasus di tubuh Polri oleh KPK itu dengan kasus yang menjeratnya saat ini. "Kalau itu betul, maka itu kekanak-kanakan dan memalukan. Dan saya perlu tegaskan, bahwa saya tidak pernah menyesal dan takut. Mestinya apabila saya menangani ada korupsi di Polri, maka harusnya pimpinan Polri senang dan mendukung. Karena korupsi di Polri, adalah penghianatan untuk Polri itu sendiri. Jadi kalau saya yang menangkap penghianat di Polri, akan menjadi lucu kalau kemudian yang dibilang penghianat itu yang menangani," ujar Novel.

Dia pun berharap, penyidik Bareskrim juga mengusut kasus penganiayaan tersangka lain yang dilakukan anggota Polri. "Saya sambut baik apabila ini disidik. Tetapi penegakan hukum tidak dilakukan dengan cara marah, pilah-pilih. Kalau penyidik Bareskrim sungguh-sungguh, hal seperti ini ke depan harus ditangani dengan cara yang sama. Kalau ada polisi nembak lagi, mau satu orang, dua orang, harus diproses dengan cara yang sama. Yang berimbang. Dari dua hal itu, sangat beralasan bahwa ini hanyalah kriminalisasi!," tegasnya.

Saat ini, Bareskrim Polri mengaku telah melimpahkan berkas kasus Novel ke Kejaksaan Agung. Sedangkan pada pekan lalu, Novel menolak dilakukan pemeriksaan, karena belum didampingi pengacara. Proses rekonstruksi pun urung dilakukan.  

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending