KBR, Jakarta – Direktur Eksekutif Abdurrahman Wahid Center, Achmad
Suaedy menyebut masalah pengungsi Rohingya bukanlah masalah agama
melainkan masalah kemanusiaan. Menurut dia, etnis Rohingya di Myanmar
didiskriminasi tidak hanya dari sisi agama, namun juga etnis, dan
dianggap sebagai pendatang. Masalah muncul setelah dikeluarkannya dekrit
presiden 1980 yang menyatakan etnis Rohingya tidak dianggap dari 10
etnis yang dianggap di Myanmar.
“Bukan
masalah agama ini masalah minoritas, minoritas sebagai warga negara,
dulunya Rohingya sebaga WN sama seperti yang lain, tapi setelah kudeta
militer ada konsitutsi baru mereka didiskirimasi sampai sekarang menurut
PBB, bahan ada etnis cleansing, semacam genosida,” kata Suaedy di Wahid
Institute, Jakarta, Kamis (21/5).
Lebih lanjut lagi, ia megatakan hal
ini sudah menjadi masalah regional hingga internasional. Suaedy
menyarankan pemerintah Myanmar untuk membuka diri terhadap semua etnis
yang ada di negaranya. Selain itu ia juga berharap Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera menurunkan pasukan pengamannya lantaran
ada indikasi pembersihan etnis tersebut.
Sementara itu
perwakilan dari Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Maman,
menyayangkan permasalahan Rohingya yang diidentikkan perselisihan agama
antara Buddha dengan Islam. Kata dia, hal itu dijadikan alasan untuk
mendiskreditkan kelompok tertentu di Indonesia. Menurut anggota DPR
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut, saat ini kelompok Buddha yang
ada di Indonesia menjadi was-was akibat mendapat tekanan dari kelompok
ekstrimis yang memanfaatkan konflik etnis di Myanmar.
Editor: Dimas Rizky