KBR, Jakarta – Kepolisian dinilai menjadi lembaga superbodi pemilik
kewenangan tertinggi yang sulit diawasi. Pengamat kepolisian Karel
Susetyo menyayangkan, kewenangan tersebut membuat polisi tidak disiplin
menindak anggotanya yang melanggar aturan. Ini terlihat pada sejumlah
kasus penembakan dan penganiayaan polisi pada tersangka atau terduga
pelaku kejahatan. Kasus seperti ini seharusnya ditindak oleh Divisi
Profesi dan Pengamanan (Propam). Namun seringkali Propam hanya diam,
apalagi jika kasus tersebut sudah diambilalih oleh atasan setingkat
kapolres, kapolda, bahkan kapolri.
“Dari
sisi lain, kan kita bicara ada atasan hukum ya, atasan yang berhak
menghukum yang juga masih berperan. Kalau sudah dipegang hankumnya kan
Propam juga agak males ngurus-ngurus hal yang begini. Menurut saya kan
polisi sudah punya yang namanya Grand Strategi Polri yang dicanangkan
2005-2025. Nah ini yang harus dijalankan secara konsekuen. Jangan
kemudian Grand Strategi yang sudah bagus itu hanya jadi dokumen saja,”
kata Karel kepada KBR, Kamis (7/5/2015).
Karel menambahkan,
seharusnya atasan aparat polisi yang bersangkutan berani untuk menghukum
anggotanya yang salah. Apalagi kedisiplinan, transparansi, dan
kepatuhan menjadi bagian dari strategi besar reformasi Polri 2005-2025.
Editor: Malika