KBR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melihat mekanisme pengampunan pajak dalam draf Undang-Undang Tax Amnesty menunda penindakan korupsi. Meski begitu, Wakil Ketua KPK Laode M.Syarif mengatakan KPK akan mendukung pelaksanaan kebijakan ini.
Syaratnya, Pemerintah dan DPR sebagai penentu kelanjutan nasib kebijakan ini harus bisa menjamin pengampunan pajak diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat.
"Kehadiran KPK salah satunya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Maka setiap upaya yang diarahkan untuk itu KPK dukung dengan baik. Jika oleh sidang yang mulia ini jika RUU Tax Amnesty ini bertujuan mulia untuk rakyat banyak, maka KPK tidak bisa menolak, maka itu kami dukung," ujar Laode saat rapat dengan Komisi Keuangan DPR, Selasa (26/4/2016).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan mekanisme pengampunan pajak ini ditakutkan akan menyulitkan penindakan korupsi KPK. Pasalnya, korupsi tidak termasuk dalam pengecualian sumber dana pajak yang diampuni.
"Kalau setelah disahkan ada laporan ke KPK bahwa dana itu sumbernya dari pencucian uang, tapi dia kan sudah melaporkan pajaknya. Ini kan jadi masalah. Mekanisme ini kok jadinya kayak ada pengampunan," kata Alex.
KPK meminta pemberian ampunan pajak ini tidak diberikan untuk kasus yang sudah berstatus penyidikan oleh KPK, Kepolisian, maupun Kejaksaan.
KPK berusaha memahami kebutuhan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak. Namun menurut dia sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan. KPK khawatir kebijakan ini akan menimbulkan perdebatan keras soal keadilan bagi para wajib pajak yang selama ini taat membayar.
Menurut Laode pemerintah perlu menyiapkan strategi untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Jangan sampai kebijakan pengampunan pajak ini dijadikan jalan pintas untuk menambah penerimaan. Kata Laode, harus ada tenggat waktu bagi pemberlakukan kebijakan ini.
"Parlemen dan Pemerintah harus yakin ini akan mendatangkan sesuatu. Dirjen pajak harus reformasi kebijakan pajak. Harus jelas dan kalau bisa ada timeline supaya tax ratio yang minimum itu jangan terulang lagi. Mohon parlemen, kami KPK dan penegak hukum akan terus dukung asal demi kemaslahatan bersama."
Ia melanjutkan, "Kita hari ini minum kopi atau ke Alfamart 1 Aqua pun ada taxnya dibeli siapapun, pemulung sekalipun. Ini ketika orang kaya yang 1 persen ini kita akan mengecualikan itu. Ini terus terang tidak adil."
Wakil Ketua KPK lainnya, Saut Situmorang mencontohkan Swiss dan India sudah pernah melakukan kebijakan yang sama sebelum Indonesia. Namun keduanya gagal. Menurut Saut ini menunjukkan bahwa kebijakan ini adalah kebijakan yang riskan. Menurut Saut, Pemerintah juga DPR juga harus mempertimbangkan Indeks Persepsi Korupsi di masyarakat.
Sementara itu, pada rapat yang juga menghadirkan PPATK, Polri, dan Kejaksaan Agung itu, Ketua PPATK M. Yusuf memperingatkan pemerintah harus bisa menjelaskan kebijakan ini jika nanti ada evaluasi dari dunia internasional. Menurutnya jangan sampai kebijakan ini dimaknai lain oleh negara lain. PPATK takut Indonesia dianggap melindungi pencucian uang dan penggelapan pajak.
Selain itu, menurutnya, beberapa kasus harus dikesampingkan. Pengampunan pajak tidak boleh dilakukan untuk dana yang digunakan untuk pendanaan terorisme, berasal dari pendanaan terorisme, penyelundupan manusia, dan narkoba.
Penggunaan Dana
PPATK mengingatkan pemerintah untuk memperjelas rencana penggunaan dana yang didapat dari kebijakan pengampunan pajak. Ketua PPATK M.Yusuf mengatakan para pemilik aset harus dipaksa mendepositokan uangnya setidaknya hingga proyek pemerintah selesai.
"Jangan asal masuk terus keluar lagi. Mereka masuk harus ada deposito seusia proyek yang dikerjakan. Atau disimpan dalam bentuk Surat Berharga Negara. Kalau tidak ada jaminan, kasihan pemerintah," ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat di gedung DPR, Selasa(26/4/2016).
Menurutnya, kondisi pemerintah saat ini memang dilematis. Pemerintah sedang gencar membangun infrastruktur di berbagai daerah. Pembangunan ini tentu membutuhkan biaya besar. Sementara kata Yusuf penerimaan pajak rendah sehingga neraca keuangan negara defisit. Imbasnya, pemerintah harus memangkas anggaran seluruh kementerian dan lembaga negara.
Hingga kini, menurut Yusuf data perkiraan penerimaan pajak yang didapat dari kebijakan ini masih berbeda. Bocoran data transaksi keuangan firma Mossack Fonseca menyebutkan ada 2900 WNI yang menyimpan asetnya di luar. Sementara Kementerian Keuangan merilis angka target pengampunan pajak sebanyak 6000 orang. Menurut Yusuf data ini perlu dipastikan sehingga jumlah penerimaan bisa dihitung.
Jaminan
PPATK meminta KPK dan aparat penegak hukum lainnya membuat jaminan untuk tidak akan menindak para wajib pajak yang transaksinya mencurigakan. Kata Ketua PPATK M. Yusuf, pernyataan ini penting untuk menarik para wajib pajak mau menarik kembali uangnya ke Indonesia.
"Perlu ada declare dari KPK, Kejaksaan, Polri bahwa mereka tidak akan diotak-atik. Sebab kalau tidak ada declare nanti dia maju mundur. Paling tidak harus ada upaya seperti itu," ujar Yusuf, Selasa(26/4/2016).
Kemarin, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa data penerima pengampunan pajak nantinya tidak boleh dibuka dan disebarkan ke publik. Data itu juga tidak bisa digunakan untuk penegakan hukum.
Namun hal ini mendapat tentangan dari beberapa kelompok masyarakat, salah satunya Aliansi Jurnalisme Independen. Menurut AJI, penutupan identitas ini justru akan melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik. Sebab, data yang dimiliki Kemenkeu ini nantinya bukanlah data intelijen yang memang tergolong rahasia.
KPK sendiri juga mempertanyakan keputusan ini. Menurutnya, ini akan menghambat penindakan korupsi. Kata Wakil Ketua KPK Alexander Martawata, mekanisme pengampunan pajak ini seolah memberikan waktu bagi para koruptor dan pelaku pencuci uang untuk lolos dari hukum. KPK meminta khusus untuk kasus yang sudah dalam tahap penyidikan aparat penegak hukum, sebaiknya tidak diberikan pengampunan.
Editor: Rony Sitanggang