KBR, Jakarta- Komisi Informasi Pusat (KIP) menilai kebijakan untuk mempidanakan pengungkap penerima tax amnesty bertentangan dengan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Alasannya menurut Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono, pajak merupakan pemasukan negara yang seharusnya diungkapkan ke publik. Dengan begitu, publik bisa mengetahui detil pemasukan bagi negara, dan dari mana asalnya.
"Kalau kita mengacu pada Undang-undang KIP, tidak ada dasarnya untuk merahasiakan pemasukan negara. Sebab pemasukan negara merupakan hal yang sifatnya bisa diketahui oleh publik. Memang ada dalam Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik yang menyebutkan, apabila hal itu diungkap akan mengganggu kebijakan ekonomi nasional. Saya rasa, pengungkapan soal pajak ini tidak mengganggu stabilitas ekonomi. Justru sebaliknya, hal itu merupakan hal yang perlu diketahui publik," kata Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono kepada KBR, Selasa (26/04).
Selain itu ia juga menambahkan, publik justru akan mencurigai apabila pemohon pengampunan pajak dirahasiakan.
"Publik akan bertanya-tanya, kenapa harus dirahasiakan. Semestinya hal-hal yang berkaitan dengan pemohon pengampun pajak bisa diungkap ke publik untuk menjamin transparansi kebijakan tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengancam bakal mempidanakan aparat yang membocorkan pemohon pengampunan pajak. Hal itu nantinya bakal diatur dalam Undang-undang Pengampunan Pajak, atau biasa disebut Tax Amnesty.
Ia beralasan, kerahasiaan pemohon pengampunan pajak harus dijamin. Selain itu, data yang disampaikan nanti tidak bisa dijadikan sebagai bukti permulaan maupun dalam tahap penyelidikan dan penyidikan hukum.
Editor: Rony Sitanggang