KBR, Jakarta - Simposium nasional tragedi 65 yang digelar di Jakarta hari ini, Senin (18/4/2016) tidak akan mengeyampingkan peristiwa yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebelum tragedi 1965, partai ini terlibat pelbagai peristiwa, antara lain peristiwa Madiun pada 18 September 1948. Dalam peristiwa tersebut, pimpinan partai kala itu, Musso dibunuh. Selain itu, ada pemberontakan di Sumatera dan Sulawesi pada 1958 di mana PRRI menangkapi anggota PKI. Melalui pendekatan sejarah ini, Ketua Pengarah Simposium, Agus Widjojo meyakinkan bahwa tragedi 1965 bukan fakta tunggal melainkan dilatari peristiwa sebelumnya.
"Kami mencoba menghubungkan antara prolog sebelum 65 dengan epilog setelah 65. Kebanyakan yang diungkap sekarang adalah epilog pasca 65, 1965-1968. Yang sebelumnya ke mana? 1943-1948? Ini pasti ada sebuah proses, yang tak ujug-ujug turun dari langit tiba-tiba langsung tragedi 65. Ini diperlukan untuk bisa memahami apa hakekat tragedi 65 itu sebetulnya," ungkapnya kepada KBR.
Simposium ini akan menghasilkan sejumlah rekomendasi penyelesaian kasus kejahatan kemanusiaan pada 1965/66 kepada Pemerintah. Agus berharap dapat mempertemukan pelaku dan korban dalam simposium tersebut. "Baik yang dulu punya peran di instansi pemerintah dan yang menjadi korban dari keluarga eks anggota PKI. Tapi dengan penolakan yang banyak, dinamika ini sangat tinggi. Maka kami akan mutakhirkan terus-menerus bentuk finalnya," ujarnya.
Berdasarkan laporan reporter KBR, puluhan peserta telah memadati Hotel Aryaduta, Jakarta. Simposium ini dihadiri pelbagai kalangan, termasuk sejarawan Anhar Gonggong dan Asvi Marwan Adam. Sedangkan dari pihak korban, tampak Nani Nurani. Dia adalah bekas penari rezim Soekarno yang juga menjadi korban tragedi 1965/66.
Editor: Quinawaty Pasaribu