KBR, Jakarta– Pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) meminta pemerintah menghentikan ekspor kelapa karena industri dalam negeri masih kekurangan pasokan. Wakil Ketua HIPKI Amrizal Idroes mengatakan, kebutuhan kelapa untuk industri terus meningkat, sementara produksi kelapa justru menunjukkan tren penurunan.
“Kami ingin ada deregulasi terhadap tata niaga bahan baku, yaitu dengan mengusulkan kepada pemerintah untuk pelarangan ekspor buah kelapa. Karena jelas secara akal sehat, tidak ada satu alasan kita membiarkan bahan baku kita itu dijual ke luar negeri dan diolah oleh orang negara lain yang tidak punya kelapa, tapi punya alat pengolahannya,” kata Amrizal di Menara Kadin Indonesia, Kamis (21/04/16).
Amrizal mengatakan, industri pengolahan kelapa dalam negeri mampu menyerap produksi kelapa petani. Amrizal mengatakan, kebutuhan kelapa dalam negeri tahun lalu sebanyak 14,6 miliar butir. Meliputi kebutuhan industri pengolahan memerlukan 1,53 miliar butir, minyak kelapa mentah memerlukan 7,7 miliar, konsumsi rumah tangga memerlukan 1,53 miliar butir, dan ekspor sebanyak 3,5 miliar butir. Padahal, kata dia produksi kelapa dalam negeri hanya sebanyak 12 miliar butir.
Amrizal berujar, tren penurunan kelapa selama lima tahun terakhir mencapai 30 sampai 50 persen. Pasalnya, produktivitas pohon kelapa akan menurun seiring semakin tua pohon itu. kata dia, situasi itu bertambah buruk karena tidak ada peremajaan tanaman kelapa di kebun petani.
Amrizal menambahkan, investasi di sektor industri pengolahan kelapa dalam 25 tahun terakhir mencapai Rp 35 triliun. Kata dia, industri pengolahan kelapa itu tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Industri itu akan mengolah kelapa menjadi beberapa bahan makanan dan non-makanan seperti seperti santan, tepung daging kelapa, minyak kelapa, karpet serabut kelapa, dan arang.
Tak Ingin Terburu-buru
Kementerian Perdagangan menyatakan pemerintah tak ingin terburu-buru membuat kebijakan penghentian ekspor kelapa seperti desakan pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI). Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Nurlaila Nur Muhammad mengatakan, kementeriannya akan mengundang semua stakeholder untuk mendiskusikan wacana itu.
"Ada niat seperti itu, untuk mengarah ke sana, karena memang lebih baik kita yang menikmati nilai tambah dibanding negara lain. Tetapi kita tidak boleh melukai hati petani, artinya harga itu selalu baik untuk petani. Kementerian Perdagangan walaupun ada arah ke sana, tetapi tidak akan terburu-buru, artinya akan melakukan kajian secara baik. Karena kalau mendengar usulan dari beberapa perusahaan saja, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak lain bagi petani kelapa,” kata Nurlaila di Menara Kadin Indonesia, Kamis (21/04/16).
Nurlaila mengatakan, usulan penghentian ekspor kelapa sudah ada sejak lima tahun lalu. Kata dia, Kemendag ingin berhati-hati mengeluarkan aturan soal larangan eskpor kelapa karena mengkhawatirkan reaksi petani. Kata dia, regulasi yang dikeluarkan Kemendag akan bersifat nasional, sehingga kata dia, kementeriannya akan memastikan dulu kesiapan petani kelapa di seluruh Indonesia menerima aturan baru itu. Kata dia, permasalahan izin ekspor itu adalah harga jual untuk industri lebih rendah dibanding untuk ekspor.
Saat ini, kelapa berkualitas baik di tingkat petani dihargai Rp 2.700 per kilogram, kategori sedang Rp 1.300 per kilogram, dan kategori rusak dihargai Rp 500 per kilogram. Jika diekspor, harga beli di petani akan lebih tinggi sekitar Rp 50 sampai Rp 200 rupiah per kilogram. Kata Nurlaila, para petani akan memilih menjual kelapanya pada pembeli yang menawar lebih tinggi, bahkan dengan pembeda hanya Rp 50.
Editor: Rony Sitanggang