KBR, Jakarta- Komnas HAM enggan menanggapi surat kaleng yang mempertanyakan keterlibatan Komnas HAM dalam investigasi kasus kematian terduga teroris Siyono. Anggota Komnas HAM Hafid Abbas menganggap hal tersebut sebagai bentuk protes lumrah dari pihak yang tidak sepakat. Namun ia menyarankan, lebih baik hal tersebut disampaikan melalui jalur hukum.
"Biasa yang gitu-gitu, wajar, karena persoalan ini bukan persoalan yang sederhana kan, kita berharap semua pihak dapat menerima temuan-temuan ilmiah yang diungkap Komnas HAM dan Muhammadiyah. Kalau ada pihak yang kecewa, hendaknya ditempuh dengan jalur yang kita anut bersama, lewat mekanisme hukum" kata Hafid Abbas kepada KBR, Sabtu (16/4/2016).
Sebelumnya,
Komnas HAM dan Muhammadiyah menerima surat kaleng. Isinya, mempertanyakan keterlibatan kedua lembaga tersebut dalam penanganan pengungkapan kematian terduga teroris asal Klaten tersebut.
Sementara, terkait hasil autopsi, Hafid
menegaskan Komnas HAM menilai ada indikasi pelanggaran oleh anggota Densus
88. Ini lantaran, Siyono dianiaya hingga tewas tanpa proses pengadilan
dan pembuktian.
"Memang ada kesalahan prosedur, Siyono kan
dianggap sebagai teroris, punya jaringan, ingin membuat negara Islam
Indonesia, dan itu harus dibuktikan dulu dengan pengadilan, jangan main
hakim sendiri, jadi dengan itu kan dianggap sangat keliru" ungkapnya.
Namun, hingga kini, Komnas HAM belum rampung merumuskan rekomendasi pasca-temuan tersebut. Hafid menargetkan rekomendasi bakal tuntas pekan depan .
"Mudah-mudahan satu dua hari ini setelah DPR, pertemuannya (Senin, 18 April) jam 10" ujar Hafid.
Agenda
rapat dengan DPR juga menyinggung temuan kasus Siyono. Menurut Hafid,
kasus ini menjadi bahan untuk merevisi Undang-Undang Anti-terorisme.
"Kita ingin juga undang-undang terorisme itu menyeimbangkan antara asas-asas HAM, dengan penegakan hukum. Kita mendukung pemberantasan terorisme di satu sisi, tapi di sisi lain kita harus patuh dengan aturan kita bersama" ujar dia.
Editor: Nurika Manan