KBR, Jakarta- Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyebut hasil autopsi Siyono, tak bisa dijadikan kesimpulan lembaga antiteror Densus 88, melanggar prosedur. Kepala BNPT Tito Karnavian mengatakan dugaan kekerasan terhadap Siyono bisa terbukti bila ada bukti dan saksi.
"Jangan mengambil kesimpulan seperti itu ya. Hasil autopsi itu hanya menjelaskan bahwa terjadi kekerasan tumpul di situ. Tapi kekerasan tumpul karena apa tidak bisa dijelaskan dari autopsi itu. Itu dari pemeriksaan saksi-saksi. Yang saya tahu terjadi perlawanan akhirnya terjadi perkelahian," kata Tito di sela rapat dengan komisi hukum DPR, Rabu (13/4/2016).
Hasil
autopsi yang dilakukan tim forensik Muhammadiyah menunjukkan ada luka
benda tumpul di tubuh Siyono. Selain itu 1 rusuk kanan dan 5 rusuk
kirinya patah. Patahan ini disebut menusuk bagian jantung Siyono. Meski
Tito mengatakan ada perlawanan dari Siyono, namun hasil autopsi justru
menunjukkan sebaliknya. Tidak ada luka perlawanan yang ditemukan tim
forensik.
Rangkaian hasil autopsi ini berbeda dengan
hasil yang dikeluarkan Kepolisian. Sebelumnya Polri menjelaskan kematian
Siyono diakibatkan pendarahan di kepala. Pendarahan disebut terjadi
karena benturan kepala dengan bingkai jendela di dalam mobil.
Tito menolak berkomentar lebih jauh soal status Siyono. Namun menurut informasi yang dipegang BNPT, Siyono termasuk dalam sisa-sisa jaringan Jamaah Islamiyah. Menurut keterangan Tito, Siyono tewas ketika dalam perjalanan menuju tempat ia menitipkan senjata yang diterimanya dari Awang, bagian dari Jamaah Islamiyah yang ditangkap Kamis (7/3) silam.
